2. Nilai uang berbanding jangka panjang
Life is never flat...Hidup tak selamanya datar. Kadang di atas, kadang di bawah. Demikian juga umur dan kesehatan. Tak selamanya manusia akan sehat, kuat, dan jadi pejuang nafkah.Â
Sebuah ungkapan bijak berbunyi:
Di usia muda orang mengorbankan kesehatannya tuk mendapatkan uang, tapi di umur tua mereka akan menghabiskan uangnya tuk mendapatkan kesehatan
Ada masanya kala usia merambat, stamina tak sekuat dulu dan kesehatan mulai rapuh. Pertanyaannya, sudah siapkah perlindungan finansial ketika masa itu mulai otw pelan-pelan?Â
Ini memunculkan kesadaran pada sebuah keluarga untuk investasi dalam bentuk asuransi, investasi, atau kombinasi keduanya. Mulai menyisahkan seratus, dua ratus, tiga ratus ribuan, dan kelipatan lainnya sesuai kemampuan.
Hidup tak ada yang tahu kapan dipanggil atau terpanggil pulang, tapi apakah setelah kita berakhir, anak-anak dan keturunan akan menjual satu demi satu aset yang diperjuangkan selama hidup seperti mobil, rumah, tanah, hanya untuk bertahan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar?Â
Ataukah masih bertahan pada BPJS, Askes yang kenyataannnya tak semua pengobatan dan tindakan medik bisa di klaim dengan asuransi jenis ini? Bahkan pensiun atau pesangon pun, sekali terima ratusan juta bahkan milyaran bisa habis karena biaya berobat, padahal maunya buat modal usaha.Â
Betapa penting untuk menganggarkan sejumlah nominal tertentu, berapapun dari rezeki yang diterima untuk investasi di masa depan. Karena anak-anak akan dewasa dan meninggalkan orangtua karena mereka punya kehidupan masing-masing.Â
Atau mungkin mau bertahan dengan gaya hidup generasi sandwich, di mana orangtua di masa tua tetap kan jadi beban anak-anak sebagai penghormatan dan balas jasa.Â
Di satu sisi ada rasa bersalah pada orangtua karena merepotkan anak-anak, di sisi lain finansial sang anak dan keluarganya bisa babak belur lantaran berbagi antara kebutuhan cucu dan pengobatan Opa Omanya.Â