Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Tips Melindungi Diri dan Data Pribadi dari Kejahatan Cyber

18 September 2020   19:34 Diperbarui: 19 September 2020   18:50 810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kejahatan digital (Sumber: www.reddit.com)

Just Sharing...

Minggu lalu, datang seorang nasabah ke kantor. Pria berusia 50-an tahun itu adalah mantan nasabah kami dan sudah melunasi kontrak dari 2 tahun lalu. 

Kini beliau dan istrinya, yang kebetulan sama-sama PNS hendak membeli kendaraan roda empat. Lebih tepatnya menjual mobil lama, lalu pengin beli mobil bekas dengan tahun unit 2015 ke atas. 

"Pagi Pak Adolf, sibuk Ke?", sapanya saat duduk di kursi depan meja saya di Hari Jumat pagi tanggal 11 September 2020 lalu. 

"Ada yang bisa dibantu Ke Paman?", tanya saya

Pemakaian kata "Ke" di belakang kata sapaan atau kalimat pertanyaan dan merupakan hal lumrah di Kabupaten Sumbawa. Semacam bahasa khas komunikasi sehari-hari antar warga, seperti kata "kah", namun disingkat "Ke".

"Gini Om Adolf, kita mau beli mobil di Jakarta. Kemarin sudah cari di internet. Maklum ni, Sumbawa kota kecil, ndak ada dealer mobil bekas. Yang jual mobil ndak banyak pilihannya. Ada satu dua, belum sesuai selera. Dapat ini agak murah. Mau sih dia kirim ke Sumbawa, cuma ini Om....", katanya sedikit tertahan, kemudian diam.

"Kenapa? Kan bisa take over antar cabang meski beda kota beda provinsi," tanya saya sedikit penasaran melihat ekspresinya.

"Kalo yang ini, apa benar dari kantornya Om yang di Jakarta?", tanya saya lagi sembari menunjukkan percakapan via WA di HP-nya, dengan salah satu wanita yang dari foto profil perempuan tersebut usianya sekitaran 30-an.

Beliau membetulkan posisi duduknya di kursi. Saya lantas meminjam HP-nya dan mengecek riwayat percakapannya. Agak panjang juga sih transaksi by WA antara mereka. 

Setelah dilihat, lalu ada kiriman foto sebuah mobil. Bisa jadi ini unit yang diminati beliau. Lengkap semua posisi, mulai dari depan, belakang, samping, hingga foto dashboard dan interior dalaman unit. Tak lupa juga ada foto STNK, BPKB, dan faktur. Dengan tampilan demikian, bikin pembeli bisa menganalisa seperti apa kendaraannya, tahun unit, kapasitas mesin, dan perihal lainnya.

Saya pernah beberapa kali menangani pembiayaan multiguna kredit dana dengan agunan, antar cabang antar provinsi. Baik di perusahaan sendiri atau beda finance. Biasanya prosedur transaksi di awal seperti itu diawali dengan mengirim dokumen terlebih dahulu.

Namun yang membuat sedikit ragu adalah foto surat perjanjian antara pihak penyedia unit kendaraan bekas di Jakarta, dengan kantor pusat seperti mencatut nama orang nomor satu di internal perusahaan, yaitu dari nama lengkap direktur, beserta jabatan dan juga tanda tangan di atas meterai 6000. 

Lazimnya Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan mitra kerja itu levelnya berjenjang. Di bawah jabatan itu ada bapak/ibu pimpinan divisi dan yang mengepalai departemen. 

Lalu, di level wilayah, biasanya ada kepala regional beserta manajer, yang membawahi sejumlah kepala cabang di masing-masing kota dan kabupaten beserta sejumlah kepala bagian. 

Hal yang membuat penasaran ialah Ini dealer sebesar apa, sampai PKS-nya harus ditanda tangani selevel direktur? Karena PKS dengan pihak ketiga di daerah saja levelnya hanya sampai pimpinan cabang atau separah-parahnya hingga kepala wilayah. 

Untuk beberapa mitra kerja, seperti misalnya divisi mobil baru atau motor baru yang berhubungan dengan ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merk) mungkin masuk akal bila ada persetujuan direktur di PKS-nya. Tapi sangatlah jarang untuk show room kendaraan bekas, yang biasanya tersebar di seputaran kota. 

Prosedural berjenjang seperti ini biasanya menjadi pengetahuan di level tertentu untuk membedakan kewenangan terkait. Untuk pengajuan kemitraan dengan skala yang lebih secara katagori tertentu, bahkan yang approve juga levelnya menyesuaikan.

Akhirnya, saya lalu meminta untuk mengirimkan ke WA saya agar di-cross check ke pusat. Hasil penelusuran, bahwa itu adalah sindikat penipuan dengan mencatut nama. Kemudian mantan nasabah saya itu diinfokan agar berhati-hati dengan modus kejahatan dengan pola sama. 

Kisah Lain Dengan Modus Mirip Menimpa Salah Satu Rekan

Di tahun 2012, pernah juga hampir kejadian pada salah satu rekan. Di tahun segitu, kantor belum menggunakan vendor jasa pengawalan uang yang biasanya datang ditemani seorang anggota polisi bersenjata. 

Mereka terima uang lalu dibawa dengan mobilnya untuk disetorkan ke bank tujuan. Kala itu, menjadi tugas salah seorang karyawan dengan jabatan tertentu. 

Suatu hari saat sedang bertugas, rekan tersebut menerima telepon dari salah seorang penelepon di Jakarta yang mengaku adalah direktur keuangan di pusat. 

Rekan tersebut percaya lantaran dia menyebut nama sang direktur itu, bahkan melalui percakapan via telepon itu, oknum penipu tahu nama lengkap si rekan saya ini beserta nama kantor cabangnya. 

Percaya begitu saja, rekan tersebut mengarahkan kendaraannya ke bank lain yang disebutkan si penelepon. Ketika dia sedang mengantri di bank itu untuk menyetor uang ratusan juta itu, tiba-tiba masuk telepon dari kepala bagian keuangan di cabang yang menjadi atasannya langsung. 

Kepala bagian keuangan pun langsung memberitahukan pada kepala cabang dan kepala cabang menyampaikan ke kantor wilayah. 

Ketika manajer keuangan di region mengkonfirmasi ke pusat, tak ada satu pun arahan seperti itu. Akhirnya, si rekan yang berada di bank lain itu, diminta balik ke cabang dan membawa dana yang belum tersetor. 

Pertanyaan menarik adalah, bagaimana mungkin bapak/ibu petinggi besar di kantor pusat bisa mengetahui nomor HP seorang staf  biasa di kantor cabang, bahkan menelepon langsung? 

Secara garis koordinasi atasan bawahan langsung saja sudah tidak masuk logika. Kejadian itu, meski sudah 8 tahun lalu, namun jadi pelajaran berharga bagi saya dan rekan-rekan saya agar tak terulang dengan modus sama namun pola berbeda. Lalu, sebenarnya dari mana penipuan seperti ini bisa masuk?

1. Umumnya menyasar perusahaan nasional
Punya kantor cabang di banyak daerah membuat sindikat penipuan bisa menyasar kota dan kabupaten kecil di seluruh tanah air. 

Mereka bisa menganalisa kabupaten mana yang potensial sebagai sasaran dengan pertimbangan jauhnya lokasi, akses ke fasilitas umum, rata-rata tingkat pendidikan dan kemampuan, baik terhadap internal pegawai maupun warga lokal di daerah tersebut. 

Makin jauh dari kota besar atau dari ibu kota Jakarta, makin mudah bagi sindikat untuk mengelabui. Toh nama pimpinan dan orang penting dalam perusahaan dapat diketahui dengan menjadi follower di media sosial milik perusahaan, yang tak ada kriteria tertentu bagi follower dan terbuka bagi pengguna akun siapapun.

2. Memanfaatkan akses teknologi digital dengan aplikasi khusus, untuk mengamati sasaran lewat Google Maps dan sejenisnya
Hari gini dengan GPS dan Google Maps, hampir semua lokasi dapat dideteksi atau diamati. Sebuah cabang kecil di pelosok dapat dipantau dengan melihat apa apa saja di sekitarnya, termasuk lokasi tertentu yang bisa dimanfaatkan untuk sindikatnya. 

Mereka bisa tahu tidak ada bank besar di kota kecil, sehingga tidak mungkin menipu dengan memakai bank tersebut. Biasanya digunakanlah bank lain yang terpantau lewat Google Maps, apalagi jika ada fasilitas setor tunai atau transfer bank, itu akan mempermudah penipu menjalankan aksinya. 

3. Media sosial pertemanan di internet
Platform media sosial sudah banyak jenisnya, sekarang berteman dengan seseorang yang punya akses dengan jabatan di suatu perusahaan dapat memudahkan sindikat mendapatkan informasi penting untuk melancarkan aksinya. Apalagi zaman sekarang, tukar tukaran nomor HP dan nomor WA, kadang tak ada batasan. Malah mencantumkan langsung di profil media sosial. Weleh weleh...

Lalu, bagaimana cara mengatisipasi?

1. Bertanya pada orang yang tepat
Seperti yang dilakukan mantan nasabah saya di atas itu. Bersyukur dia tidak transfer uang muka sekian puluh juta yang diminta sebagai DP mobil. 

Bila percaya begitu saja, bisa-bisa duit melayang, kendaraan tak dikirim, nomor dia diblokir dan akun hilang jejak. Ini tidak hanya untuk produk otomotif. Sebaiknya juga perlu hati-hati dnegan produk lain.

2. Ketahui level dan jenjang, SOP, dan peraturan dalam internal perusahaan atau institusi agar tidak mudah ditipu
Sindikat tak tahu peraturan dan kebijakan internal tempat kita bekerja. Selain tak di-publish di media sosial perusahaan atau institusi, biasanya peraturan dan SOP adalah prinsip tata kelola internal yang jadi rahasia perusahaan atau institusi. Dengan mengenali dan mengetahui, mudah bagi kita membedakan ini yang sesuai jalur, ini yang melenceng dari prosedural. 

3. Jangan mudah berteman akrab dengan seseorang di media sosial, bila tak yakin dengan akun orang tersebut
Ada beberapa tanda bila akun itu adalah akun fake (palsu), atau benar dia lah orang yang asli. Bagaimana caranya? 

Mungkin dengan melihat apa yang diunggah, atau DM (direct message) langsung, atau mungkin berhati-hati bila dia meminta info mendetail mengenai diri Anda. 

Mengabadikan foto diri dengan busana atau seragam di tempat bekerja itu juga tidak masalah, cuman kita kadang tak sadar, siapa siapa saja orang yang mengakses akun media sosial kita beserta beraneka foto pribadi di dalamnya. 

Sindikat penipuan dan kejahatan, tak hanya berimbas pada tempat kita bekerja. Tapi juga bisa menyasar diri kita sendiri sebagai korban. Seperti yang kini viral, korban seorang pria muda yang dimutilasi di Apartemen Kalibata. 

Perkenalan dan pertemanan di mulai secara online di Aplikasi Tinder. Tak disangka, orang yang diizinkan masuk dalam hidupnya lewat media sosial, malah menghabisi umurnya karena tertarik pada apa yang dia punya. 

Sebuah pelajaran tentunya. Berteman boleh boleh saja. Namun kita tak pernah tahu motivasi orang per orang. Bisa jadi dia sedang menyasar apa yang kita miliki, semisal uang di rekening, fisik, bahkan bisa juga jabatan atau bisa jadi tempat kita bekerja dengan memanfaatkan kita sebagai pintu masuk.

Namun di sisi lain, ada juga kok yang benar benar tulus dan menjadi tempat berbagi kebaikan dan inspirasi. Jadi selektif aja kakak. Check and Recheck. 

Salam,
Sumbawa NTB, 18 September 2020
20.10 WITA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun