Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

5 Cara Kenali Uang Asli Agar Tak Tertipu

21 Mei 2020   20:55 Diperbarui: 23 Mei 2020   11:59 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perbedaan uang asli (atas) dengan uang palsu (bawah) yang disita dari komplotan pencetak dan pengedar uang palsu di Mapolsektro Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (31/1/2019).(KOMPAS.com/NIBRAS NADA NAILUFAR)

Just Sharing...

Judul  di atas adalah inti dari tulisan ini. Saya tertarik mengulik lebih dalam karena membaca berita di sebuah surat kabar lokal. Kemarin siang di koran langganan kantor, ada cerita seorang pedagang wanita tertipu uang palsu (upal). Ibu itu, sebut saja namanya Ibu Anita, adalah penjual busana (pakaian) di sebuah pasar di tengah Kota Bima, NTB. 

Menunggu rejeki akhirnya datang juga. Seorang pembeli yang juga sama -sama perempuan. Transaksi pun terjadi. Uang dipegang barang dibawa. Apesnya sang ibu pemilik toko baru tahu uang yang diterima itu palsu setelah sang pembeli pergi. Ada tiga lembar uang palsu pecahan seratus ribu dan lima puluh ribu. 

"Saya baru sadar ketika ingin membayar (uang) kembalian pada pembeli lain. Toko juga ramai sih dengan pengunjung jadi tak sempat nahan orangnya," ujar sang Ibu kala melapor ke aparat kepolisian. 

Jarak dari lokasi kejadian ke kantor perwakilan kami di Bima lumayan dekat. Tak sampai 30 menit berkendara. Bila sang pelaku bisa mengelabui sang pedagang di pasar, ada kemungkinan dia akan mencoba untuk "memasarkan" dalam tanda kutip produk uang palsunya ke lembaga pembiayaan. Modusnya bisa menyetorkan sebagai angsuran bulanan dengan melipat upal itu dengan uang asli.

Misalnya angsuran 500 ribu, empat ratus adalah uang asli, satu lembar pecahan 100 ribu adalah uang palsu. Bisa jadi seperti itu. Apalagi angsuran mobil yang rata-rata cicilannya jutaan. Datang ke kantor diserahkan sudah dalam bundelan. Andai sang penerima tak teliti, atau alat pendeteksi tak berfungsi baik, dapat berbuah keteledoran. 


Terlanjur diterima setelah nasabah pergi, sang karyawan harus mengganti karena tanggung jawabnyanya sudah jelas. Bila si karyawan menemukan uang pasu itu dalam uang yang disetor nasabah, lalu mengembalikannya ke nasabah, lain lagi masalahnya. Bisa jadi nasabah itu menyamar dalam tanda kutip atau nasabah itu adalah korban dari ketidaktahuannya. 

Jarak dari Kota Bima ke Sumbawa hanya 5 atau 6 jam perjalanan darat. Masih satu pulau. Bila kejahatan uang palsu itu sudah terjadi di sana, bisa jadi pelaku lain akan mencoba-coba melakukan hal yang sama di pasar di kabupaten yang terdekat. Trik dan beraneka modus (cara) dapat saling diinfokan dalam sindikat dan jaringan mereka secara online via grup WA, telegram atau via email. 

sumber_beritaRadarSumbawa_MetroBima
sumber_beritaRadarSumbawa_MetroBima
Tempat Sasaran dan Faktor Pendorong

Berangkat dari kejadian di atas, yang mungkin juga pernah terjadi di kota atau kabupaten lain, diperlukan kemawasan dan kehati-hatian. Beberapa tempat dirasakan mudah untuk dijadikan objek penukaran uang palsu dikarenakan situasi di lokasi kejadian, momen yang tepat, kelengahan korban, dan asumsi pelaku bahwa korban tak mengetahu cara membedakan yang palsu dan yang asli. 

Pasar tradisional boleh jadi masuk dalam lokasi incaran pelaku. Mengapa? Karena pasar tradisional umumnya ramai dengan pedagang dan pembeli, apalagi di momen tertentu seperti Ramadan dan Lebaran. 

Kok bisa, bukannya pemerintah sudah membatasi akses berkumpul? Iya, tapi setidaknya tak berlaku mutlak di sentra ekonomi tradisional yang dikelola pemdes, pemkot atau pemkab ini. 

Pasar tradisonal tak hanya terdiri dari los makanan dan minuman, tapi juga los pakaian, yang biasanya diburu warga untuk busana saat lebaran. Lagi pula, saat PSBB versi nasional atau versi lokal, mengurangi niat warga tuk belanja jauh ke pusat kota atau luar kota. Pilihannya bisa jadi di pasar lokal saja. Membeli bahan makanan tuk hidangan di momen Idul Fitri juga jadi alasan warga berbondong ke sana.

Pedagang berusia lanjut. Batasan berusia lanjut tak musti yang sudah di atas usia 50 tahun atau 60 tahun, namun pada mereka yang sudah mengalami kelambanan atau kelemahan penglihatan karena faktor usia atau alasan kesehatan. 

Salah satu cara dalam memindai keaslian uang adalah dilihat dan diraba. Bayangkan itu terjadi pada seorang pedagang yang penglihatan atau unsur sensorik di tangannya tak seprima saat usia muda dulu. Bisa jadi adalah sasaran tembak bagi pelaku upal. Ironisnya ada banyak pedagang katagori ini yang tetap menekuni usaha di masa tuanya. 

Anak-anak, dalam rentang usia pra sekolah hingga usia sekolah menengah pertama. Mereka kadang dilibatkan oleh orangtua urusan melayani pelanggan atau anak-anak jalanan yang nyambi kerja pada orang lain menjajakan sesuatu. Apakah mereka diajarkan teknik dan cara membedakan uang asli dan palsu? 

Mungkin ada yang sudah mempelajari itu langsung, namun sebagian besar sepertinya belum. Ini berpotensi diperdayakan oleh pelaku upal. Pura -pura belanja padahal tujuannya adalah menukar (memecah) upal dengan kembalian uang asli atau membeli semuanya senilai itu. 

Pedagang di pinggiran jalan,  di kapal penyeberangan atau di Rest Area. Pernah membeli sesuatu di pinggir jalan kala sedang berada di dalam mobil atau di atas kendaraan roda dua? Berapa lama waktu berinteraksi antar penjual dan pembeli? Hanya sebentar dan selintas. Parkir, klakson, penjual datang bawa barang (bisa apa aja barangnya), pedagang terima uang lalu terus ngegas lagi pembelinya. Tanpa keluar dari kendaraan.  

Pola transaksi seperti ini kerap terjadi di penjaja makanan pinggir jalan, penjaja sovenir dan oleh -oleh di Rest Area atau terhadap pedagang kecil yang keliling di kapal-kapal feri penyeberangan antar pulau. 

Giliran kapal mau berangkat dan penjaja disuruh turun, baru beraksi si penyamar dengan uang palsu 20 ribu. Karena pelaku tahu uang 50 ribu jarang -jarang ada kembalianya. Mana sempat si pedagang mengecek keaslian lantaran perintah turun sudah diperdengarkan. 

Lain pula bila terjadi di bandara terhadap pedagang kecil yang biasanya jualan di sisi bandara. Bakalan repot andai penyamar itu tujuannya hendak terbang. 

Andai mau dikejar, melewati pintu pemeriksaaan saja sudah ditanyakan ini dan itu, apalagi masuk ke dalam. Bila itu bandara kecil, mungkin tak terlalu berlapis prosedurnya. 

Bayangkan bila itu adalah bandara sekelas Ngurah Rai atau Soeta, tentu ada 'keribetan' sendiri. Syukur-syukur bila ketemu. Kalau ternyata sudah terbang, yang dilakukan hanya lapor polisi atau lapor ke BI (Bank Indonesia) seperti si Ibu Anita kasus pedagang di atas.

 Pahami dan terapkan agar mudah mendeteksi

Apakah pelajaran soal uang dan teknik membedakan keaslian uang diajarkan di sekolah? Well...saya kurang tahu. Kabar baiknya adalah entah diajarkan ataukah tak diajarkan, entah itu berupa pendidikan formal ataupun non formal di level keluarga atau komunitas, secara online ataukah konsevatif, patutlah diketahui agar mudah menerapkan.  

Di masa pandemi, uang jadi sesuatu yang "sangat sangat" berharga. Mengapa ada dua kata sangat? Karena kebijakan pembatasan sosial yang tengah dijalani saat ini menyebabkan aktivitas usaha dan perputaran uang menjadi sangat terbatas. 

Sumber-sumber pemasukan (uang) yang dulu dikelola sebelum migrasi Covid-19 ke tanah air, menjadi terhambat dan tertutup. Alhasil, jaga jarak tak hanya antar manusia, namun uangpun jaga jarak dengan dompet manusia...hehe:)

Ironisnya di masa prihatin ini, tak hanya maling yang merajalela. Pelaku upal pun beraksi. Bisa jadi itu cara  mereka bertahan hidup dengan mendapatkan uang secara tak halal. 

Dompet terisi, perut kenyang, meski rasa bersalah menggantung di sudut hati. Sebaliknya korban yang tertipu, tak dapat penggantian senilai kerugian meski melapor ke aparat kepolisian atau ke Bank Indonesia (BI).

Dampak lainnya adalah BI dan Perum PERURI (Perusahaan Umum Percetakan Uang Repulik Indonesia) juga dirugikan lantaran teknologi pencetakan uang berbiaya mahal dengan kualitas tinggi tergantikan dengan uang berkualitas rendah. Akan terjadi kelebihan uang yang beredar di masyarakat padahal peredaran uang diatur oleh BI.  

Sebaiknya agar tak jadi korban, yuk belajar cara mendeteksi agar mudah membedakan. Selanjutnya tak ada salahnya mengajarkan pada anak-anak atau mereka di sekitaran kita yang berpotensi menjadi korban. Tujuannya agar mereka juga bisa menerapkan. 

Dilansir dari website Bank Indonesia, ada 5 cara membedakan upal. Umumnya masyarakat mengenal 3D alias dilihat, diraba dan diterawang. Namun paramter dilihat apanya yang dilihat, diraba di sisi mana dari lembaran uang itu ataukah diterawang dengan cara yang bagaimana agar bisa membedakan asli atau palsu, sepertinya belum banyak masyarakat yang paham.  

Untuk mempelajari dan membandingkan, ada baiknya ( bila ada uang palsu ya), peganglah sebuah upal dan uang asli dengan pecahan sama (50 ribu, 100 ribu atau 20 ribu). 

Bisa juga menaruhnya sejajar di meja dan membandingkannya. Contoh uang dalam tulisan ini adalah tahun emisi 2016. Bila tak punya selembar upal sebagai pembanding, tak masalah. Semoga poin-poinnya di ingat.  

Ini 5 Caranya : 

A. Dengan cara DILIHAT
Poin -poinnya pada cara ini adalah:

1. Warna uang terlihat terang dan jelas sehingga secara kasat mata mudah dikenali.

2. Benang pengaman terlihat anyaman pada uang kertas rupiah pecahan Rp 100.000, Rp 50.000 dan Rp 20.000. Untuk pecahan 50 ribu dan 100 ribu akan berubah warna bila dilihat dari sudut pandang tertentu.

Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
3. Tinta berubah warna pada gambar perisai yang di dalamnya berisi logo BANK INDONESIA akan berganti warna apabila dilihat dari sudut pandang berbeda.

Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
4. Gambar tersembunyi multi warna berupa angka. Dapat dilihat dari sudut pandang tertentu.

Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
5. Gambar tersembunyi di bagian depan uang akan terlihat tulisan "BI"  dalam bingkai persegi panjang bila dilihat dari sudut pandang tertentu pada pecahan Rp 100.000, Rp 50.000, Rp 20.000 dan Rp10.000. Sedangkan pada pecahan Rp 5000, Rp 2000 dan Rp 1000, akan terlihat tulisan "BI" dan angka 5,2,1  nampak dari sudut pandang tertentu. 

Sebaliknya di bagian belakang, bila dipandang dari sudut pandang tertentu, akan terlihat angka nominal 100, 50, 20 dan 10 menyesuaikan dengan nilai pecahannya yakni Rp 100.000, Rp 50.000,Rp 20.000 dan Rp 10.000

Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
B. Dengan cara DIRABA
Poinnya adalah : 

1. Akan teras kasar saat diraba pada unsur-unsur pengaman uang kertas, seperti pada gambar utama lambang negara garuda pancasila, angka nominal, huruf terbilang, frasa NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA dan tulisan BANK INDONESIA.

2. Pencetakan uang juga mengakomodir kebutuhan dari masyarakat berstatus TUNA NETRA, sehingga kode tuna netra juga dicetak pada permukaan uang berupa pasangan garis di sisi kanan dan kiri uang, yang akan terasa kasar bila diraba. 

Fakta menariknya adalah penentuan kode tuna netra pada peecahan uang kertas rupiah dilakukan oleh Bank Indonesia melalui konsultasi dengan PERTUNI alias Persatuan Tuna Netra indonesia. 

Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
C. Dengan cara DITERAWANG
Uang kertas rupiah diterawang ke arah cahaya matahari untuk melihat unsur-unsur pengamannya, yaitu: 

1. Tanda air (watermark) berupa gambar pahlawan, terdapat pada semua pecahan uang kertas.

2. Ornamen (electrotype) logo Bank Indonesia akan terlihat apabila diterawang kee arah cahaya matahari pada pecahan Rp 100.000, Rp 50.000, Rp 20.000 dan Rp 10.000.

Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
3. Gambar saling isi (rectoverso). berupa logo Bank indonesia, akan terlihat utuh apabila diterawang ke arah cahaya. 

Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
D. Dengan alat bantu SINAR ULTRAVIOLET (UV)

Ini adalah cara keempat diluar cara 3D yang populer di masyarakat. Unsur pengaman pada uang kertas rupiah dapat dikenali dengan alat bantu UV ini. Hasil cetak akan memendar dalam satu atau beberapa warna seperti pada gambar dibawah

sumber:dok.BI
sumber:dok.BI
E. Dengan alat bantu lain seperti KACA PEMBESAR. 

Dengan alat ini bisa membedakan antara uang asli dan upal yaitu pada : 

1. Mikrotesk atau tulisan berukuran sangat kecil yang hanya dapat dibaca dengan bantuan kaca pembesar

sumber : dok.BI
sumber : dok.BI
2. Gambar Raster, berupa tulisan 'NKRI' yang dapat dibaca bila diperbesar dengan bantuan kaca pembesar

sumber:Bank Indonesia
sumber:Bank Indonesia
Selamat menerapkan, semoga bermanfaat. 

Salam, 

Sumbawa, NTB, 21 Mei 2020

21.45 wita

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun