Mohon tunggu...
Adnan Abdullah
Adnan Abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Seorang pembaca dan penulis aktif

Membaca, memikir dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Eks ISIS Boleh Pulang, Asal...

7 Februari 2020   11:07 Diperbarui: 7 Februari 2020   11:21 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Foto Novel Secret Mission #2(Dokpri)

Sebagaimana yang kita ketahui bersama, The Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), negara islam jadi-jadian yang sengaja dibentuk oleh intelijen asing di luar Suriah dan Iraq dengan tujuan membuat kekacauan di negeri itu sudah runtuh dan bubar. 

Persoalan baru muncul karena ada puluhan ribu mantan kombatan ISIS dan anggota keluarganya yang berasal dari berbagai negara saat ini masih berada di tahanan dan tenda-tenda pengungsian yang memprihatinkan di Suriah. Diantara puluhan ribu eks ISIS tersebut, terdapat sekitar 660 eks WNI yang berharap bisa kembali ke tanah air. 

Melihat kondisi mereka yang sangat memprihatinkan, tentu menimbulkan empati dan rasa kemanusiaan kita. Bagaimanapun, meskipun mereka telah berkhianat kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, mereka adalah saudara-saudara kita juga dan tidak sedikit dari mereka katanya sudah menyesali perbuatannya, namun demikian memulangkan mereka tentu tidaklah mudah. 

Adanya penolakan keras dari dalam negeri terhadap kepulangan mereka bisa dimaklumi dengan berbagai alasan yang masuk di akal.  Salah satu alasan yang mengemuka adalah kekhawatiran mereka akan berulah dan melakukan aksi terorisme di negeri ini.

Sebelum kita bersikap, ada baiknya kita pahami dulu seperti apa sebenarnya kehidupan mereka selama berada di negara islam jadi-jadian bentukan ISIS di Suriah dan Iraq itu.   

Tiga tahun yang lalu saya sempat menulis novel yang saya beri judul Secret Mission#2, Jihad ke Negara Islam Suriah. Novel itu bercerita tentang kehidupan orang Indonesia di negara ISIS yang mereka sebut Khilafah Islam itu. Meskipun hanya cerita fiksi, namun novel itu sesungguhnya berdasarkan pada kisah nyata dari pengakuan seorang wanita Indonesia yang pulang dari Suriah. 

Dalam novel itu diceritakan tentang seorang pria yang bernama Widianto alias Abu Rasyid yang berangkat ke Suriah dengan membawa serta istri dan kelima anaknya yang masih di bawah umur untuk bergabung dengan khilafah islam bentukan ISIS. Dengan janji akan menerima gaji yang besar dan hidup di negeri yang segalanya diatur dengan syariat islam, dia berangkat dengan penuh rasa optimisme.

Widianto sekeluarga nekat memasuki wilayah Suriah melalui perbatasan Turki-Suriah di Hatay, hingga tiba di Raqqa, namun setibanya di ibukota ISIS itu, apa yang dia alami tidak seindah yang dia bayangkan sebelumnya. Mereka sekeluarga tinggal di sebuah flat yang sempit dan kumuh serta hidup serba kekurangan. 

Disaat yang sama, hampir setiap hari mereka juga harus bersiap menerima serangan bom dari jet-jet tempur pemerintah Suriah, Rusia dan Amerika, bahkan putra sulungnya Rasyid yang direkrut menjadi kombatan ISIS tewas dalam pertempuran, sementara putri sulungnya Aisyah yang masih berusia 15 tahun dipaksa untuk menikah dan menjadi istri ke-4 salah seorang tentara ISIS. 

Melihat fakta itu, memang tidak semuanya yang berangkat kesana atas kemauan dan kesadaran diri sendiri, namun ada juga karena ketidaktahuan atau terpaksa karena dibawa oleh orang tuanya. 

Oleh karenanya tidak semua eks ISIS dapat disamakan perlakuannya, namun harus dipilah-pilah. Eks WNI yang sudah menjadi kombatan atau tentara ISIS tidak boleh dipulangkan tapi harus menjalani hukuman di sana, sementara wanita dan anak-anak non-kombatan, perlu dipertimbangkan untuk dipulangkan. Namun demikian, pemulangan mereka harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian. 

Para eks WNI itu harus menjalani proses observasi dan karantina karena kemungkinan besar mereka telah terjangkit virus radikalisme khawarij selama berada di sana. 

Pertanyaannya sekarang adalah sudah siapkah pemerintah kita untuk menyediakan sarana observasi dan karantina serta melakukan deradikalisasi terhadap mereka? Bukankah di dalam negeri sendiri, masih banyak WNI yang sudah terjangkit virus radikalisme khawarij yang belum tertangani dengan baik?  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun