Mohon tunggu...
Adi Wursito
Adi Wursito Mohon Tunggu... -

try to feel the euphoria of technology in parallel society

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Narasi tentang Ibu

20 Desember 2015   21:39 Diperbarui: 20 Desember 2015   21:48 874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara tentang perempuan yang sudah berumah tangga alias menikah tentunya tidak lepas dari pandangan bahwa perempuan hanya pada wilayah domestik saja; dapur, sumur dan kasur khususnya di Jawa. Perempuan jawa pada masa lampau terkesan ngeri ah kenapa bisa ngeri coba tengok dalam saja serat cemporet karya pujangga Ranggawarsita yang digubah oleh Paku Buwana IX.

Atau dalam serat Candrarini di empat bagianya Pupuh I -Sinom, Pupuh II Dhandhanggula, Pupuh III Asmaradana, Pupuh- IV Mijil, Pupuh V- Kinanti sosok ideal perempuan yang menjadi panutan dan tauladan bagi perempuan adalah para istri pandawa Sumbadra, Manohara, Ulupi, Gandawati, dan Srikandi. Tokoh-tokoh yang melakoni perempuan yang rendah hati, berbudi pakerti dan cantik namun mereka hidup dalam poligami pandawa, melahirkan kesatria-kesatria baik. ..ah aku tak akan bicara poligami dan piwulang-piwulang bagi perempuan diposisi sub-ordinat alias belakang dan pelbagai tuntunanya itu ..

Perempuan sebagai makhluk yang secara sunatullah mampu melahirkan dan disebut ibu. Perempuan sebagai ibu yang melindungi, mendidik dan merawat anak-anaknya, mengantarkan kepada luasnya dunia. Ingatlah pada sosok ibu dalam semesta cinta telah mengandungmu selama 9 bulan dengan berat, menyusuimu dengan kasih sayang serta memberi piwulang tentang kebajikan tanpa melupakan sosok ayah. Dalam pelbagai peradaban di dunia sosok ibu memiliki peran sentral dibanding dengan lelaki.

Di Jawa bumi itu sebagai ibu di sebut sebagai siti, maka ada sebutan ibu pertiwi. Di kebudayaan Mongol secara teologi atau pandangan spiritual, bumi disebut dengan Ibu bumi dan sosok ayah disebut sebagai Ayah langit. Perempuan sebagai ibu mampu meramu resep-resep kehidupan dan memantabkan posisi kodratinya.

Penghapusan identitas perempuan, pergeseran makna ibu yang massive di era kekinian memberikan dampak yang tidak bisa dipandang remeh. Dari apa yang disebut gaya hidup modern, ditengah ide feminisme, perempuan lebih memilih menjalani kehidupan sebagai penikmat dunia materialisme dan modernitas. Fashion, kosmetik, konsumerisme dan keartisan menjadi panutan sebuah kesempurnaan...wuiih Lakon perempuan bergeser menjadi semacam peran antagonis...miris ya..

Tidak serta-merta stereotipe tersebut berada pada semua perempuan dan ibu masa kini, kalau mau ziarah sejarah masa lalu banyak perempuan-perempuan hebat melahirkan pemimpin negeri, pejuang, penyair. Tribhuwana Tunggadewi, Tjut Nyak Dien, Kartini, Christina Martha T. Ibu dengan pengorbanan, keikhlasan merawat dan menjaga anak-anaknya.

Dalam pelbagai teks suci agama, ibu menentukan dan menjadi indikator kemajuan suatu bangsa. teologi mongol ibu bumi menjadi kekuatan spiritual dan intelektual. Sungai onon yang diyakini sebagai kelahiran bangsa Mongol disebut ibu dan diberi gelar Khatun atau ratu. Sebutan lain untuk ibu adalah Dalai Ege atau ibu laut, airnya memberikan kehidupan kepada tulang-tulang bumi yang kering. Dan dosa tak terampuni adalah penghinaan kepada bumi dan air yang secara zhohir memberikan kehidupan kepada makhluk.

Ibu dalam jagad Islam sangat dimuliakan dan di tahbiskan dalam Al-Quran menempatkan Maryam sebagai wanita istimewa dijelaskan dalam surat Maryam. Dalam kitab injil Maria mendapatkan keistimewaan dari Tuhan terlihat jelas bagaimana wanita mendapatkan keistimewaanya tanpa mendiskreditkan peran laki-laki. Kosmologi Jawa pun menggunakan siti sebagai tanah-bumi dan bumi adalah ibu.

Cerita tentang ibu tak sampai hanya pada teks-teks sejarah dan kitab suci, para penyair dan musisi pun tak melupakan kesakralan ibu. Rendra berkisah tentang putri Mangkunegoro VII bernama Partini, perempuan yang mampu mengolah kodratnya meramu harmonisasi kehidupanya sebagai seorang ibu dengan ketrampilan mengurus rumah tangganya, sebagai ibu dari anak-anaknya,peran istri bagi suaminya, dan sebagai penulis. Mengingat ibu/ aku melihat janji baik kehidupan/ mendengar suara ibu/ aku percaya akan kebaikan hati manusia/ melihat foto ibu/ aku mewarisi naluri kejadian alam semesta...wah sangar. Tidak kalah kondang penyanyi kawakan Iwan Fals melantunkan lagu untuk ibu. Ribuan kilo jalan yang kau tempuh/ lewati karang untuk aku anakmu/ ibuku sayang masih saja berjalan/ walau tapak kaki penuh darah penuh nanah/ seperti udara kasih yang engkau berikan, tak mampu ku membalas....ibu.

Dengan konklusi, Ibu tak sekedar hidup dalam lagu dan puisi, teks-teks suci, dan sejarah. Ibu menjadi mata air kehidupan,memberimu bekal japa mantra mengarungi luas samudra kehidupan. Modernitas secara perlahan menenggelamkan makna kesakralan ibu. Tak sekedar menjadi perempuan yang hidup di era kekinian dengan pelbagai bedak-bedak materiil semoga masih ada perempuan yang mau menjadi ibu; pejuang, pelindung, pengawal, dan pamomong, mau melahirkan anak-anak untuk generasi baik. ..s

elamat hari ibu untuk ibu dan calon ibu dihari yang dikhususkan untuk mengingatmu. ..

wassalam

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun