Pemerintah melalui Kementerian Haji dan Umrah menegaskan akan melakukan penyamarataan antrean haji di seluruh provinsi. Dengan kebijakan baru ini, rata-rata masa tunggu haji nasional diperkirakan merata di kisaran 26 hingga 27 tahun.
Wakil Menteri (Wamen) Haji, Dahnil Anzar Simanjuntak, menjelaskan perhitungan kuota haji nantinya akan disesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
"Jadi, mungkin nanti ada banyak perubahan. Mungkin ada daerah atau provinsi yang naik jumlah jamaah hajinya, tapi ada juga yang turun," ujar Dahnil di Jakarta, Selasa (30/9/2025).
Menurutnya, selama ini pembagian kuota haji antarprovinsi cenderung tidak sesuai regulasi. Bahkan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah beberapa kali meminta evaluasi terhadap metode perhitungan yang berlaku.
"BPK berulang kali merekomendasikan bahwa perhitungan kuota per provinsi selama ini tidak merujuk pada undang-undang. Karena itu, mulai sekarang, perhitungan harus kembali ke dasar hukum," tegasnya.
Dasar Hukum Perhitungan Kuota Haji
Dahnil menegaskan bahwa sesuai Pasal 13 UU No. 8 Tahun 2019, kuota haji ditentukan berdasarkan dua faktor utama, yaitu:
jumlah penduduk Muslim di setiap provinsi.
Jumlah daftar tunggu (waiting list) jamaah haji.
"Jadi, perhitungannya mengacu pada dua hal, jumlah penduduk Muslim dan jumlah daftar tunggu. Bisa digunakan salah satu, atau gabungan keduanya," jelas Dahnil.