Pernahkah Anda membayangkan bagaimana negara bisa menutup defisit anggaran saat penerimaan pajak tak memenuhi target? Salah satu langkah berani yang diambil pemerintah pada 2016 adalah menerapkan program Tax Amnesty. Program ini sempat menjadi sorotan publik, karena memberikan kesempatan emas bagi para wajib pajak untuk mengungkapkan harta mereka tanpa dihantui sanksi masa lalu.
Apa Itu Tax Amnesty?
Tax Amnesty atau pengampunan pajak adalah kebijakan di mana pemerintah memberikan penghapusan sanksi administrasi dan pidana bagi wajib pajak yang secara sukarela melaporkan harta mereka dan membayar sejumlah uang tebusan. Singkatnya, ini adalah 'jalan damai' antara negara dan wajib pajak.
Program ini berjalan dalam tiga periode mulai Juli 2016 hingga Maret 2017. Pemerintah berharap kebijakan ini bisa menjadi solusi instan untuk meningkatkan penerimaan negara sekaligus memperbaiki kepatuhan pajak jangka panjang.
Sebelum Tax Amnesty, penerimaan negara dari sektor pajak pada 2015 tercatat sebesar Rp1.240,4 triliun. Setelah program berjalan, terjadi kenaikan bertahap: Rp1.284,9 triliun pada 2016 dan Rp1.339,8 triliun pada 2017. Di sisi lain, pemerintah berhasil menghimpun uang tebusan senilai Rp135 triliun dari program ini. Tak hanya itu, harta yang dideklarasikan oleh para peserta amnesti pajak mencapai lebih dari Rp4.800 triliun.
Tak bisa dipungkiri, angka-angka tersebut mengesankan. Namun pertanyaannya, apakah efeknya hanya bersifat sementara? Banyak pengamat menilai, meskipun penerimaan negara naik, lonjakan itu tidak sepenuhnya mencerminkan peningkatan kepatuhan jangka panjang. Artinya, ketika program berakhir, belum tentu semua wajib pajak menjadi lebih patuh.
Salah satu tantangan terbesar setelah Tax Amnesty adalah menjaga semangat kepatuhan para wajib pajak. Jika tidak dibarengi dengan penegakan hukum yang tegas dan sistem perpajakan yang transparan, ada kemungkinan kepercayaan publik bisa luntur. Bahkan, ada kekhawatiran bahwa wajib pajak yang selama ini taat justru merasa dirugikan karena yang 'nakal' malah diberi pengampunan.
Namun, bukan berarti semuanya suram. Program Tax Amnesty memberi pemerintah basis data yang luas untuk mengawasi harta dan aktivitas ekonomi para wajib pajak. Dengan penguatan sistem administrasi, digitalisasi pajak, dan edukasi publik, peluang untuk menciptakan budaya kepatuhan bisa semakin besar.
Tax Amnesty bukanlah akhir dari perjalanan reformasi pajak, melainkan batu loncatan. Pemerintah harus menjadikan pengalaman ini sebagai pelajaran untuk merancang kebijakan yang lebih adil dan berkelanjutan. Jika dibarengi dengan komitmen yang kuat, bukan tak mungkin ke depan Indonesia memiliki sistem perpajakan yang lebih sehat, adil, dan terpercaya.