Setelah dua insan berani berkomitmen memadu kasih, menginjakkan jenjang yang lebih tinggi untuk bersatu dalam ikatan perkawinan, pastilah ada harapan dan tujuan bersama dalam membina keluarga. Salah satu hal penting dalam berumahtangga dan berkeluarga adalah memiliki keluarga kecil yang menghasilkan keturunan dan buah cinta kasih mereka yang dinamakan anak-anak penerus generasi.
Anak-anak sebagai buah cinta penerus generasi ini adalah sebuah lembaran kertas putih baru yang sangat tergantung bagaimana orang tuanya mendidik dan mengajarkan tentang kehidupan. Anak-anak dengan segala kepolosannya seringkali mengundang tawa namun juga kadang mampu menyulut emosi karena ketidaktahuannya. Disinilah kemudian peran orang tuanya dalam mendidik dan mengarahkan si anak untuk bertindak sesuai dengan kehendak dan harapan orang tuanya.
Di saat ini, ketika segala jenis informasi dapat diakses dengan mudah oleh setiap orang, mengakibatkan beragam efek dan pengaruh baik itu yang positif maupun yang negatif. Banyak sekali informasi yang bisa kita dapat termasuk juga ilmu tentang merawat anak serta mengarahkan anak dalam beragam versi dan persepsi. Disinilah kedewasaan kita sebagai orang tua untuk dapat memilah dan memilih informasi sehingga kita tidak terjerumus dan salah memilih ilmu dan informasi.
Dalam dunia maya yang dapat kita akses beragam model parenting ini, perlu kita gali dari beragam sumber untuk memastikan bahwa informasi yang kita dapat itu valid dan kompeten. Hal ini diperlukan mengingat di dunia maya antara informasi yang berbasis dengan pengalaman dan informasi yang hanya hasil imajinasi si penulis ini memang sulit kita bedakan secara umum. Namun pembuktiannya baru dapat kita lakukan, setelah kita baca referensinya, kita lihat track recordnya atau kita bandingkan cover both story nya.
Kembali pada pembahasan tentang model parenting saat ini memang sangat banyak dan beragam sekali. Namun dari sekian banyak model parenting ini memang akhirnya mengerucut pada 3 model besar yaitu model otoriter, model moderat dan model kebebasan. Berbicara tentang parenting voc memang arahnya pada model otoriter semi militer. Pola ini sangat populer di jaman generasi baby boomer, generasi x dan sebagian generasi y (milenial).
Pada metode parenting voc ini memang menekankan kepada perbanyak perintah dan mengurangi debat yang tidak perlu. Anak di didik secara lugas dan pemberian informasinya pun lebih pada model perintah dan bukan model diskusi dan negosiasi. Ruang gerak kreasi anak sangat terbatas, namun lebih kepada mengikuti aturan dan perintah orang tua dalam bertindak dan bersosialisasi. Untuk pengelolaan anak umur dibawah 12 tahun, saya rasa model ini memang akan lebih cocok dalam menetapkan hak dan kewajiban, benar atau salah, boleh atau tidak untuk dilakukan.
Model penanaman etika dasar akan lebih meresap di sanubari anak dengan metode parenting old fashion macam voc ini. Namun demikian, parenting model voc ini bukan tidak ada cacat dan cela dalam pelaksanaannya. Kadangkala sikap otoriter dan mendominasi orang tua atas kreativitas anak membuahkan hasil anak yang tidak bisa mandiri karena sangat tergantung dengan keputusan orang tua. Anak akan bersikap skeptis dan tidak mau mengambil inisiasi karena semua dijalankan atas perintah dan kerelaan orang tua.
Ketika anak sudah beranjak dewasa, dan memiliki pengetahuan cukup, adrenalin yang kuat dalam hal "memberontak" apabila tidak sesuai harapan pemikirannya akan menjadi antiklimak dari metode parenting voc ini. Ledakan emosi yang tertahan lama di alam bawah sadar anak, akan berakibat buruk bahkan fatal dalam hubungan keluarga antara anak dan orang tua. Jika orang tua masih ngotot mengontrol gerak gerik anak dan mengarahkan terlalu kuat jalan hidup anak, maka bukan tidak mungkin akan timbul konflik yang sangat besar atau apesnya lagi anak akan memiliki jiwa robot yang hanya bisa bergerak bukan atas kemauannya, tapi berdasarkan order perintah dari orang tuanya.
Apalagi di era saat ini, banyak orang tua terutama dari generasi milenial (generasi y) sudah meninggalkan metode parenting voc ini. Selain trauma dengan dirinya yang telah di didik orang tuanya dengan cara voc ini, juga ada semacam "penolakan" parenting voc ini dan lebih memberikan perhatian yang lebih liberal terhadap tumbuh kembangnya jiwa anak. Hal inipun menurut saya juga bukan jalan yang bijak untuk merubah pola parental dari yang sentralistik dan otoriter menjadi pola parental yang memberikan kebebasn kepada anak untuk memilih sesuai keinginannya. Yang terjadi anak-anak dari keturunan generasi milenial ini pun memiliki jiwa yang fragile atau kalau biasa disebut generasi strawberry.
Solusi tepatnya adalah membuat suatu pola parental yang menggabungkan hal-hal baik dari metode voc dan metode liberal, yaitu metode mix dengan membaginya per kelompok umur. Misalnya saja untuk umur 0 - 12 tahun akan lebih efektif menggunakan gaya parenting voc untuk memberikan landasan konsep kehidupan sang anak. Begitu anak menginjak umur 13 - 21 maka pola parenting voc mulai dikurang porsinya dan digantikan setahap demi setahap menjadi pola parental yang moderat dengan mulai mengurangi sifat otoriternya dan memberikan porsi diskusi yang dari tahun ke tahun makin besar persentasenya. Hingga pada akhirnya di usia lebih dari 21 tahun, sang anak benar benar diberikan pola asuh yang sangat terbuka dan sepenuhnya mulai diberikan kebebasan seiring dengan tumbuh berkembangnya kedewasaan.