Mohon tunggu...
Aditya Nugraha
Aditya Nugraha Mohon Tunggu... Freelancer - Rakyat Indonesia

Mengawali untuk menulis, menorehkan segala keresahan dalam hati

Selanjutnya

Tutup

Nature

Potensi Tsunami di Selatan Jawa: Bagaimana Tindakan Penanganan Bencana di Wilayah Pesisir?

15 Oktober 2020   07:08 Diperbarui: 15 Oktober 2020   07:24 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mengenal Wilayah Pesisir Indonesia dan Kekayaan Alamnya

Wilayah Pesisir merupakan suatu wilayah yang tidak bisa dipisahkan dalam luas wilayah Indonesia, mengingat garis pantai yang dimiliki. Secara umum wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan laut. 

Supriharyono dalam buku A. Syahrin (2012:75) mendefinisikan, kawasan wilayah pesisir  sebagai  wilayah pertemuan antara  daratan  dan  laut  ke  arah  darat  wilayah  pesisir  meliputi  bagian  daratan,  baik  kering  maupun  terendam  air,  yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang  surut,  angin  laut,  dan  perembesan  air  asin. 

Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi  oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran  air  tawar,  maupun  yang  disebabkan  karena  kegiatan  manusia  di  darat  seperti  penggundulan  hutan dan pencemaran.

Kekayaan alam kelautan dan sumberdaya pesisir yang dimiliki Indonesia tersebut antara lain berupa sumberdaya perikanan, sumberdaya hayati (biodiversity) seperti mangrove, terumbu karang, padang lamun, serta sumberdaya mineral seperti minyak bumi dan gas alam termasuk bahan tambang lainnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi. 

Lahan pesisir (coastal land) yang landai seperti pantai Timur Sumatera, Pantai Utara Jawa dan Pantai Barat Sulawesi Selatan pada umumnya secara geologis terbentuk oleh endapan alluvial yang subur dan dapat menjadi lahan pertanian produktif. Di samping itu, kini banyak terungkap bahwa wilayah lautan Indonesia memiliki harta karun yang banyak di dasar laut akibat kapal-kapal pelayaran niaga yang karam pada masa lalu.

Namun demikian, sejauh ini pemanfaatan sumberdaya kelautan masih jauh dari optimal. Pembangunan yang dilakukan pada wilayah daratan menyebabkan kurang berkembangnya wilayah pesisir sehingga pada umumnya masyarakat pesisir merupakan masyarakat miskin. 

Selain itu, kegiatan pembangunan di wilayah daratan juga menyisakan beragam permasalahan yang mengancam kesinambungan pembangunan, seperti pencemaran, gejala penangkapan ikan berlebih (overfishing), penangkapan ikan dengan bahan peledak, penambangan terumbu karang untuk bahan bangunan, degradasi fisik habitat pesisir, konflik pemanfaatan ruang, dan lain sebagainya.

Penelitian ITB Mengenai Potensi Tsunami di Selatan Jawa

Selain pemanfaatan sumberdaya kelautan yang masih jauh dari optimal, Indonesia sebagai negara kepulauan juga dikelilingi oleh serangkaian cincin api (ring of fire) yang membentang dari Nusa Tenggara, Bali, Jawa, Sumatra, terus ke Himalaya, Mediterania, dan berujung di Samudera Atlantik. 

Inilah sebabnya di Indonesia memiliki banyak gunung api aktif dan banyak terjadi gempa, yang paling fenomenal yakni letusan Gunung Tambora pada tahun 1815 dan Tsunami Aceh tahun 2004. Cincin api yang terbentuk dalam zona subduksi lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia ini merupakan zona dimana terdapat banyak aktifitas seismik yang terdiri dari busur vulkanik dan palung di dasar laut. 

Sekitar 90% dari gempa bumi yang terjadi dan 81% dari gempa bumi terbesar di dunia terjadi di sepanjang Cincin Api ini. Atas dasar inilah para peneliti di ITB (Institut Teknologi Bandung) melakukan penelitian baru-baru ini mengenai skenario kasus terburuk potensi tsunami sampai 20 m di pantai Selatan Jawa jika dua segmen megathrust pecah secara bersamaan.

Apa itu megathrust ? Dalam istilah ilmu bumi, kata 'thrust' merujuk pada salah satu mekanisme Gerakan lempeng bumi yang menimbulkan gempa dan memicu gelombang pasang atau Tsunami. Gerakan yang dimaksud adalah lempeng Samudra yang menunjam ke bawah lempeng benua membentuk medan tegangan (stress) pada bidang kontak antar lempeng yang kemudian dapat bergeser secara tiba-tiba memicu gempa. Jika terjadi gempa, maka bagian lempeng benua yang berada di atas lempeng Samudra bergerak terdorong naik (thrusting). Wilayah pertemuan antar lempeng ini disebut sebagai zona subduksi jika ditinjau dari sudut pandang geologi tektonik. 

Menurut penelitian ilmiah yang dilakukan oleh Pusat Studi Gempa Nasional (2017), ada sekitar 16 titik gempa megathrust yang tersebar di sejumlah kota-kota besar. Di antaranya adalah Aceh-Andaman, Nias-Simeulue, Kepulauan Batu, Mentawai-Siberut, Mentawai--Pagai, Enggano, Selat Sunda Banten, Selatan Jawa Barat, Selatan Jawa Tengah-Jawa Timur, Selatan Bali, Selatan NTB, Selatan NTT, Laut Banda Selatan, Laut Banda Utara, Utara Sulawesi, dan Subduksi Lempeng Laut Pilipina.

Guru besar Seismologi Institut Teknologi Bandung (ITB) Sri Widiyantoro bersama rekan penelitinya mengungkap bahwa dalam simulasi 300 menit yang telah dilakukan, skenario kasus terburuk potensi tsunami sampai 20 m di pantai Selatan Jawa bagian Barat dan 12 m di pantai Selatan Jawa bagian Timur, dengan ketinggian maksimum rata-rata mencapai 4,5 m atau 5 m. Pada penelitian tersebut juga ditemukan ada celah seismik yang jelas di Selatan Pulau Jawa dengan kedalaman kurang dari 30 km yang dapat menjadi sumber potensial gempa bumi megathrust di masa akan datang. 

Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tujuh tahun yang lalu yang menemukan adanya celah seismic di Mentawai dan di Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian yang dilakukan oleh ITB merupakan update dengan kajian yang lebih mendalam sehingga dapat dilakukan tindakan penanganan bencana pada wilayah pesisir yang telah diteliti.

Tindakan Penanganan Bencana Wilayah Pesisir

Secara umum, tahap-tahap penanganan bencana dilakukan berdasarkan siklus waktunya dan dibagi menjadi 4 kategori, yakni : (1) Mitigasi, merupakan tahap awal penanganan bencana alam untuk mengurangi dan memperkecil dampak bencana; (2) Kesiapsiagaan, merupakan perencanaan terhadap cara merespons kejadian bencana; (3) Respons, merupakan upaya meminimalkan bahaya yang diakibatkan bencana; (4) Pemulihan, merupakan upaya mengembalikan kondisi masyarakat seperti seperti semula. 

Fokus kembali ke Pulau Jawa, apabila diukur secara vertikal dari Utara ke Selatan, antara pesisir Utara dengan pesisir Selatan memiliki jarak kurang lebih 150 km. Hal ini akan menjadi suatu masalah untuk penduduk yang tinggal di wilayah sekitar pesisir, pasti akan terkena terlebih dahulu. Serta ditunjang dengan penelitian yang dilakukan oleh ITB sebelumnya, belum bisa dipastikan dengan potensi tsunami setinggi 20 m akan menjangkau wilayah daratan sejauh apa.

Langkah mitigasi yang harus pertama kali dilakukan yakni membuat peta wilayah rawan bencana, dengan fokusan wilayah pesisir Selatan Pulau Jawa. Dengan menggunakan data-data yang ada seperti kondisi pesisir Selatan Pulau Jawa (baik penduduk, bangunan, serta akses jalan) dan model tsunami yang telah dirancang, akan memberikan gambaran mengenai potensi daerah dengan bahaya tingkat rendah sampai tinggi beserta estimasi biaya kerusakan yang akan terjadi. 

Selain itu, penguatan struktur pesisir juga perlu dilakukan. Seperti penanaman pohon bakau dan penghijauan hutan yang setidaknya bisa menahan tsunami yang nantinya akan datang. Pembuatan shelter atau tempat perlindungan dari tsunami dan gempa dengan kerangka yang kuat sehingga tidak bisa hancur. Shelter ini bisa dibangun di atas tanah maupun di bawah tergantung dari peta wilayah rawan bencana. 

Lalu yang terakhir yakni edukasi ke masyarakat, memberikan penyuluhan dan meningkatkan kesadaran masyarakat yang tinggal di wilayah rawan bencana sangatlah penting untuk mengurangi korban jiwa. Edukasi yang diberikan bisa dibarengi dengan simulasi kegiatan sehingga bisa memberikan gambaran bencana yang akan terjadi, tentunya dengan pendekatan dan gaya bicara sesuai dengan daerah yang dituju.

Di tahap kesiapsiagaan, respons, dan pemulihan, tidak bisa semuanya ditangani oleh BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) sendiri, pastinya membutuhkan relawan. Partisipasi aktif pemerintah daerah juga sangat diperlukan karena daerah memiliki otonom untuk mengatur daerahnya sendiri, baik pra-bencana maupun pasca bencana. Kebijakan daerah untuk mengatur wilayah pesisirnya harus mencapai 3 komponen penting, yakni keseimbangan ekologis, keseimbangan pemanfaatan, dan keseimbangan dalam pencegahan bencana (mitigasi). 

Ketiga komponen tersebut sangat penting untuk diperhatikan karena saling mempengaruhi dan berkaitan satu dengan lainnya. Hal-hal terkait dengan lingkungan dan kegiatan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut yang perlu untuk dikelola dengan baik antara lain : lingkungan biofisik; habitat dan infrastruktur penting (seperti mangrove, pulau-pulau kecil, estuari, terumbu karang, dan industri minyak lepas pantai); aspek sosial ekonomi (penduduk dan tenaga kerja, kelembagaan hukum, kegiatan perekonomian dan pembangunan); aktivias ekonomi; dan bencana alam.

Berdasarkan poin-poin yang perlu dikelola daerah di atas, daerah otonom memiliki kemampuan dan kekuatan untuk menentukan aktivitas pembangunan di wilayah pesisir, hal ini bisa dirangkum menjadi pengelolaan pesisir terpadu (PPT). Pengelolaan Pesisir Terpadu merupakan langkah yang sangat efisien secara ekonomis dan dipandang sebagai mekanisme institusional yang diperlukan dalam mengelola wilayah pesisir. Kerangka kerja dari Pengelolaan Pesisir Terpadu ini antara lain rencana strategis; rencana sosial; rencana pengelolaan; dan rencana aksi. 

Dalam konteks pengelolaan pesisir terpadu, zona yang telah ditetapkan prioritas peruntukannya dapat dilakukan pembangunan sarana dan prasarana pendukung atau kegiatan lainnya yang mempunyai konsistensi dan sinergi dengan kegiatan yang ada. Untuk melindungi dan menjaga kelestariannya, upaya penanganan bencana harus ditinjau secara komprehensif dan ramah lingkungan menurut kerangka Pengelolaan Pesisir Terpadu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun