Mohon tunggu...
adisya alfatihah
adisya alfatihah Mohon Tunggu... mahasiswa

saya Adisya Alfatihah mahasiswa semester 4 di UIN Raden Mas Said Surakarta. Sebagai seorang mahasiswa, Adisya selalu berusaha untuk berkembang, baik dalam akademik maupun pengalaman di luar perkuliahan. Dengan semangat belajar yang tinggi, terus mengeksplorasi ilmu dan keterampilan yang bisa menunjang masa depan. Selain fokus pada kuliah, Adisya juga mungkin aktif dalam organisasi atau kegiatan lain yang mendukung pengembangan diri. Dengan perjalanan yang masih panjang, Adisya siap menghadapi tantangan dan meraih impian dengan usaha dan dedikasi.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

revwiu skripsi dengan judul analisis yuridis hak mewarisi yang lahir beda agama berdasar uu hukum perdata dan KHI

4 Juni 2025   07:57 Diperbarui: 4 Juni 2025   07:57 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam skripsi ini, dapat disimpulkan beberapa poin penting terkait hak waris anak yang lahir dari perkawinan beda agama: 1. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata): Hukum waris perdata tidak mengatur syarat agama dalam hubungan pewarisan. Asas yang digunakan adalah hubungan darah atau perkawinan sah. Pasal 832 KUHPerdata menyebutkan bahwa semua anak sah (tanpa memperhatikan agama) berhak menjadi ahli waris dari orang tuanya. Dengan demikian, anak yang lahir dari perkawinan beda agama tetap memiliki hak waris selama hubungan hukum keluarga dapat dibuktikan secara sah. 2. Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI): Hukum Islam menekankan bahwa perbedaan agama menjadi penghalang mutlak (hijab) dalam pewarisan. Pasal 171 huruf (c) KHI menyatakan bahwa pewaris dan ahli waris harus sama-sama beragama Islam. Oleh karena itu, apabila anak berbeda agama dengan pewaris yang beragama Islam, maka ia tidak dapat menjadi ahli waris menurut hukum Islam. 3. Alasan Yuridis Penghalang Waris dalam Hukum Islam: Bersumber dari hadits Nabi Muhammad SAW bahwa "seorang Muslim tidak mewarisi orang kafir, dan orang kafir tidak mewarisi Muslim." Hal ini diperkuat oleh fatwa MUI dan yurisprudensi pengadilan agama yang konsisten menolak pewarisan beda agama secara langsung. Namun, konsep wasiat wajibah digunakan sebagai bentuk penghargaan hak moral dan solusi alternatif agar anak beda agama tetap menerima bagian dari harta peninggalan orang tuanya. Berdasarkan kesimpulan tersebut, penulis menyampaikan beberapa saran berikut: 1. Bagi Pemerintah dan Legislatif Pemerintah perlu meninjau kembali regulasi yang berkaitan dengan perkawinan beda agama dan konsekuensinya dalam hukum waris. Diperlukan harmonisasi antara KUHPerdata dan KHI dalam konteks hukum waris agar tidak terjadi dualisme hukum yang merugikan masyarakat. Perlu dipertimbangkan penyusunan undang-undang khusus yang mengatur secara eksplisit hak-hak anak hasil perkawinan beda agama dalam warisan, agar ada kepastian hukum dan keadilan substantif. 2. Bagi Lembaga Peradilan Mahkamah Agung sebagai pemegang kekuasaan kehakiman tertinggi sebaiknya memberikan pedoman atau yurisprudensi tetap mengenai pewarisan beda agama untuk menciptakan keseragaman putusan hakim di seluruh Indonesia. Pengadilan agama hendaknya lebih aktif dalam menerapkan prinsip wasiat wajibah bagi anak yang secara agama terhalang untuk menerima waris namun secara moral dan sosiologis memiliki hubungan yang erat dengan pewaris. 3. Bagi Masyarakat Masyarakat perlu diberikan pemahaman yang lebih baik terkait hak dan kewajiban hukum dalam keluarga beda agama, terutama berkaitan dengan konsekuensi dalam hal warisan. Bagi pasangan yang melakukan perkawinan beda agama, penting untuk menyiapkan dokumen hukum yang dapat menjamin hak anak, seperti melalui pernyataan wasiat atau hibah yang sah secara hukum. 4. Bagi Akademisi dan Peneliti Perlu dilakukan penelitian lanjutan secara komprehensif terkait pengembangan konsep waris progresif berbasis multikulturalisme di Indonesia. Kajian ini dapat menjadi masukan dalam pembentukan model hukum keluarga nasional yang inklusif terhadap realitas sosial keagamaan masyarakat Indonesia yang majemuk. 

Judul  : ANALISIS YURIDIS HAK MEWARIS ANAK YANG LAHIR DARI PERKAWINAN BEDA AGAMA BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM 

Masalah Penelitian : Ketidakjelasan hak mewaris anak yang lahir dari perkawinan beda agama, khususnya ketika ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum Islam. Perbedaan dasar hukum ini menimbulkan ketidakpastian hukum dan problematika dalam masyarakat multikultural. 

Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui bagaimana hak mewaris anak yang lahir dari perkawinan beda agama ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum Islam, serta untuk mengetahui alasan yuridis penghalang ahli waris memperoleh warisan dari pewaris yang berbeda agama menurut Kompilasi Hukum Islam.

Manfaat Penelitian : Manfaat penelitian dalam skripsi ini terbagi menjadi dua, yaitu: 1. Manfaat Teoritis: Memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu hukum, khususnya terkait hak mewaris anak yang lahir dari perkawinan beda agama, serta menambah informasi dan wawasan dalam bidang hukum waris dan hukum perkawinan. 2. Manfaat Praktis: o Bagi masyarakat: Memberikan edukasi tentang hak waris anak dari perkawinan beda agama. o Bagi pemerintah: Menjadi bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan atau regulasi terkait isu hukum waris antaragama. o Bagi mahasiswa: Menjadi referensi dan bahan bacaan untuk memperluas pengetahuan tentang analisis yuridis dalam konteks hukum waris dan perkawinan beda agama.  

Kajian Teoritis : Mencakup pembahasan mendalam mengenai konsep perkawinan beda agama, hak waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), serta ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku terkait hal tersebut. Penulis menguraikan pengertian perkawinan dan hukum waris dari perspektif hukum positif Indonesia dan hukum Islam, termasuk unsur-unsur, syarat-syarat, serta akibat hukum dari perkawinan beda agama terhadap anak yang dilahirkan. 

Kerangka Berpikir  : Disusun untuk menjelaskan keterkaitan antara perbedaan agama dalam perkawinan dengan hak mewaris anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. Penulis memulai dengan mengidentifikasi adanya ketidaksesuaian antara Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) yang tidak mempersoalkan perbedaan agama dalam pewarisan, dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menyatakan perbedaan agama sebagai penghalang waris.

Hipotesis : Jika anak dilahirkan dari perkawinan beda agama, maka dalam perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), anak tersebut tetap memiliki hak mewaris karena perbedaan agama tidak menjadi penghalang pewarisan. Namun, dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), anak tersebut tidak berhak mewaris, karena pewaris dan ahli waris harus seagama, yaitu sama-sama beragama Islam. 

Metode Penelitian : Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan pendekatan deskriptif analisis. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang diperoleh melalui studi pustaka dari berbagai sumber hukum primer, sekunder, dan tersier. Sumber primer meliputi UU Perkawinan, KUH Perdata, dan Kompilasi Hukum Islam. Sumber sekunder meliputi buku, jurnal, dan artikel terkait topik yang dibahas. Sementara sumber tersier berupa kamus hukum dan ensiklopedia. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis secara kualitatif untuk menghasilkan pemahaman yang komprehensif dan kesimpulan yang deduktif. 

Hasil Penelitian : Hasil penelitian menunjukkan perbedaan signifikan dalam pandangan Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum Islam. Hukum Perdata tidak menjadikan perbedaan agama sebagai penghalang waris, sehingga anak berhak mewarisi baik dari pihak ayah maupun ibu. Sebaliknya, Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyatakan anak yang lahir dari perkawinan beda agama tidak berhak mewarisi, didasari Pasal 171 (c) yang mengharuskan pewaris dan ahli waris sama-sama beragama Islam. Skripsi ini juga mengungkapkan alasan yuridis penghalang waris dalam KHI, yaitu larangan waris antar agama dan penekanan pada status anak hasil perkawinan beda agama yang dianggap sama dengan anak di luar kawin.   

Kesimpulan dan Saran : Hhukum perdata di Indonesia tidak menghalangi anak dari perkawinan beda agama untuk mewarisi harta orang tua, namun Kompilasi Hukum Islam melarang anak tersebut mewarisi. Alasan yuridisnya adalah Pasal 171 huruf (c) KHI yang mengharuskan pewaris dan ahli waris beragama Islam. Penulis menyarankan agar pernikahan beda agama dihindari karena berdampak pada status anak, yang berpotensi merugikan anak dalam hak waris dan pentingnya menasihati pasangan yang ingin menikah beda agama untuk memahami konsekuensi hukumnya dan meningkatkan iman kepada Allah SWT.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun