Mohon tunggu...
Adi Supriadi
Adi Supriadi Mohon Tunggu... Lainnya - Berarti Dengan Berbagi, Sekali Berarti Sesudah Itu Mati. Success by helping other people

Activist, Journalist, Professional Life Coach, Personal and Business Coach, Author, Counselor, Dai Motivator, Hypnotherapist, Neo NLP Trainer, Human Capital Consultant & Practitioner, Lecturer and Researcher of Islamic Economics

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kampanye Hitam, Perlukah Disikapi Berlebihan?

1 Juni 2012   23:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:30 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13385981381557510796

[caption id="attachment_185160" align="aligncenter" width="614" caption="Kandidat Petarung Di Pilkada DKI Jakarta (mridhwanjohan.blogspot.com)"][/caption]

Follow Me : @assyarkhan

Dari awal Penulis meyakini tidak ada upaya kampanye hitam dari lawan politik, jikapun ada sepertinya kandidat yang bertarung tersebut sudah menghabiskan waktu untuk mengurus orang lain sedangkan urusannya tidak selesai. Artinya, sedikit sekali kemungkinan adanya kampanye hitam dari orang lain atau dari lawan politik. Kebanyakan Politisi membuat kampanye hitam untuk menaikan dirinya sendiri. Mengapa Penulis tidak percaya Kampanye Hitam, Anda Bisa baca disini : Saya Tidak Percaya Kampanye Hitam.

Anda melihat bukan bagaimana pertarungan sengit antara Foke (Fauzi Bowo) dengan Jokowi (Joko Widodo) Ketika Jokowi mengkampanyekan Baju Kotak-Kotak, Foke bilang tidak ada tempat untuk baju kotak-kotak disini, sebelumnya Jokowi menyentil pakaian putih-putih dan Pecinya Foke yang membosankan kata Jokowi. Peran Urat Syaraf tak berarti kampanye hitam, tetapi mengomentari apa yang dilakukan oleh lawan politik adalah pekerjaan yang sia-sia.

Sama halnya ketika Penulis membaca di Kompas bahwa Hendarji menyindir soal “Kampung Berkumis” sebagai bentuk masalah Jakarta yang menumpuk seperti halnya banyak orang yang tidak suka kumis, Foke tersinggung dan kemudian akan beradu ke Kepolisian dan KPU. Entahlah, setelah ini apalagi. Pembaca harus bedakan antara Kampanye Hitam dengan Kritik Saran, karena Kritik bukan kampanye hitam.

Anda bayangkan saja ketika semua orang memberikan kritik masa kita bilang orang-orang tersebut sedang melakukan kampanye hitam, Kan lucu jadinya. Membungkam pengkritik dengan sebutan kampanye hitam sehingga orang-orang takut melakukan kritik karena khawatir disebut sedang melakukan kampanye hitam, ini merupakan bukan sikap yang bijak bagi kita yang ingin berdemokrasi secara sehat. Bagi Anda yang ingin bangsa ini bangkit Anda harus keluar dari ketakutan stigma tersebut. Berikan Kritik terhadap siapapun sesuai dengan idealisme Anda. maka tidak jarang setiap tulisan Saya dianggap kampanye Hitam. Padahal Penulis berusaha memberikan kritik dan masukan untuk Kandidat. Sebut saja misalnya tulisan tentang : Akankan Foke berakhir di Hotel Prodeo?. Ada hal yang menarik perlu Penulis Saya sampaikan kepada Pembaca. Account resmi dari FOKE di Twitter menanggapinya dengan santai dan tertawa. Komentar Fauzi Bowo“ Hehehehehe…Jangan Samain dong Saya dengan Dani (Gubernur Jabar)”.Nah, Ini menarik buat Penulis, terlihat Fauzi Bowo sangat siap bertarung dengan kondisi apapun. Kalo yang lain kemungkinannya Penulis akan dibilang sedang kampanye hitam. Sebut saja, misalnya tulisan tentang Jokowi : Blunder, Jokowi Menghina Budaya Betawi “ dan “Blunder Lagi, Ahok Menghina Ayat Suci”. Maka tidak heran pendukung Jokowi langsung menjatuhkan Stigma kepada Penulis sedang melakukan Kampanye Hitam dan mencaci maki penulis baik di Inbox, Facebook, Twitter bahka.n puluhan SMS ancaman Penulis terima yang intinya "Jangan Halang-Halangi Jokowi" Padahal Penulis sedang memberikan kritik, saran dan masukan, hati-hati dalam berbicara terlebih Jokowi-Ahok sedang maju dalam pencalonan Gubernur DKI Jakarta, perbaiki Komunikasi Politik Anda berdua, jangan terbawa-bawa tipe PDIP yang arogan dan siap dengan Cap Jempol Darah, Cap Stempel Darah dan sebagainya.

Sangat miris melihat cara kampanye pendukung tim Jokowi-Ahok di media, terlalu berlebihan. Sebagaimana yang pernah Penulis katakan Kampanye Hitam itu kebanyakan datang bukan dari lawan politik tetapi dari kandidat bersangkutan. Misalnya, Sekarang apa gunanya menyebut “Jokowi Bodoh” atau “Ahok Arogan” di berbagai account komentar di banyak media, padahal sebenarnya account-account itu dibuat oleh tim sukses Jokowi-Ahok sendiri agar muncul opini “Wah, Banyak ya yang benci Jokowi-Ahok, Bakal Menang Nich”,  padahal tidak semua pembaca akan berfikir seperti itu. Penulis mengerti targetnya adalah Pembaca Emosional, pembaca yang kasihan, pembaca yang mudah terjebak pada scenario kampanye yang penuh sandiwara. Seolah-olah ingin memojokan Jokowi-Ahok tetapi targetnya untuk meningkatkan pamor Jokowi-Ahok. (Lihat aja komentar2 di Kompas, Detik termasuk Kompasiana, Penulis selalu menemukan komentar-komentar yang memojokan Jokowi-Ahok padahal intinya untuk menaikan pamor kandidat ini, ini maksud Saya berlebihan karena tidak semua orang bisa dibodohi seperti itu.



Misalnya lagi, Pembaca tentu ingat ketika adanya Kupon pembagian Sembako gratis atas nama Foke-Nachrawi, jika Anda jeli Anda pasti ketawa mendengar beritanya dan siapa yang berkomentarnya. Bisa jadi, itu salah satu cara yang digunakan oleh FOKE Sendiri untuk menaikan kembali populeritasnya yang semakin dikejar oleh Jokowi-Ahok. Kecil kemungkinan kupon itu dibuat oleh lawan politik Foke-Nara bahkan sangat tidak mungkin. 

Kembali, Penulis katakan Bohong Kampanye Hitam itu, di banyak Negara seorang calon perdana menteri tega kok membunuh anaknya untuk sekedar menaikan pamornya sehingga tingkat keterpilihannya tinggi. Setelah dia tembak anaknya, besoknya dia mengatakan kepada media sambil menangis “Oh…Saya sedih, Anak Saya jadi korban lawan-lawan politik Saya, Mereka ingin menjegal Saya dalam Pemilihan Ini” , Inilah Sandiwara Politik demi secuil kue kekuasaan.

Seharusnya semua kandidat menyibukan diri dengan membuat program dan terus dekat dengan rakyat, ada hal yang menarik komentar dari Hidayat Nurwahid ketika dintanya wartawan mengenai kampanye Hitam. Hidayat menjawab “Kami Jawab Kampanye Hitam Dengan Amal Shaleh” .Dalam hal ini Penulis sangat sependapat, semua kandidat hendaknya meningkatkan amal shalih baik kepada Tuhan maupun kepada Rakyat, jangan meninggalkan ayat suci demi sebuah ayat konstitusi.Dekati Tuhan dengan Ayat Suci dan Dekati Rakyat dengan Ayat Konstitusi. Semuanya satu paket untuk membuat Indonesia lebih baik.

Sebelum Penulis Akhiri tulisan kali ini, Penulis ingin memberikan Tips jika memang ternyata adanya kampanye Hitam di Pilkada DKI Jakarta, apa saja yang harus dilakukan oleh masing-masing kandidat?Berikut Tips yang bisa Saya berikan untuk Anda



1.Selalu Berikan Informasi Positif dan Berfikir Positif.

Sampaikan apapun tujuan Anda mencalonkan diri, Visi dan misi serta program kerja, Berikan kesan pada pendukung Anda bahwa mereka adalah bagian dari keluarga besar Anda. Sesuai dengan iklan di TV “Yang Lain Bersandiwara, Gue Apa Adanya”, Open Manajemen merupakan langkah terbaik menyelesaikan kampanye hitam.



2.Be visible.

Jadilah pemimpin yang bisa ditemui dengan mudah oleh siapapun sehingga mereka merasa memiliki akses untuk mengkonfirmasikan atau menanyakan sesuatu, baik pernyataan dan komentar Anda dimedia. Interaksi setiap hari adalah hal yang wajib. Orang-orang yang Anda pimpin seharusnya merasa bahwa pemimpin mereka mengetahui perkembangan kondisi nasib mereka. Gubernur yang “sembunyi” di ruangan dan susah ditemui bahkan tidak mau debat publik malah akan menambah asumsi negatif dari pemilih Anda dan kemungkinan akan berpindah pada pilihan yang lain



3.Buat Program-program Kampanye Kreatif

Cara Jokowi-Ahok membuat peragaan Busana Kotak-Kotak itu sudah bagus, Hidayat Nurwahid – Didik J Rachbini membuat program kampanye Design Kaos Hidayat-Didik dan Sayembara Mirip Wajah Hidayat-Didik juga bagus, Munculkan lagi misalnya lagu-lagu betawi yang sudah lama ditinggalkan dihidupkan lagi melalui materi kampanye, sudah saatnya membangun rakyat dengan cara yang cerdas, berdemokrasi dengan cara cerdas bukan dengan dengan stempel darah atau barisan berani mati untuk menang seperti yang dilakukan sebagian orang di pilkada.

4.Bukan Bersaing Tetapi Berlomba Berbuat Kebaikan

Kesan bersaing adalah saling menjatuhkan dan menjegal lawan, tetapi berlomba dalam kebaikan (Fastabiqqul Khairat) adalah muncul saling perbaikan yang berkesinambungan. Untuk apa sich pilkada pake cara-cara menjatuhkan, saling memuji antara kandidat, saling mengakui keunggulan masing-masing adalah cara hebat membangun bangsa ini tetapi tentunya kritik perlu tetap ada untuk memberikan masukan.

Jika ada yang bertanya kepada Saya, Kenapa Anda Gagal Di Pilkada? Saya sangat yakin jawabanya adalah karena Anda Terlalu banyak membahas Kandidat lain di rapat-rapat tim sukses Anda. “Kandidat A sudah begini kita belum begitu, Kandidat B sudah begitu kita belum Begini”.

Artinya, Anda kehabisan waktu untuk melakukan 4 poin diatas sehingga tidak punya cukup bekal dalam perlombaan.

Saya Adi Supriadi, Siap Berbagi dengan Anda

Follow Me : @assyarkhan

Bandung, 2 Juni 2012

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun