Mohon tunggu...
Adista Pattisahusiwa
Adista Pattisahusiwa Mohon Tunggu... Editor

Wartawan dest politik (Nusantara II DPR RI Parlemen Senayan 2014-NOW) (Polda Metro, Since 2016) Nyong Ambon Saparua Maluku | ALLAH SWT is my Lord. (Alumni Kerusuhan Ambon 1999)

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Simpati untuk Pak Kasmudjo, Tapi Kebenaran Harus Diutamakan

15 Mei 2025   02:21 Diperbarui: 15 Mei 2025   02:21 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisah Ir. Kasmudjo, dosen pembimbing akademik mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang kini terseret dalam gugatan dugaan ijazah palsu, mengundang simpati mendalam.

Di usia senja, sekitar 75 tahun, dengan kondisi kesehatan yang rapuh, bronchitis dan nyeri kaki, Kasmudjo harus menghadapi sorotan publik dan proses hukum yang asing baginya.

Ucapan prihatin dari Jokowi, kunjungannya ke Sleman pada 13 Mei 2025, hingga dukungan Fakultas Kehutanan UGM, menunjukkan bahwa banyak pihak peduli pada kondisi beliau.

Di pundak orang tua, kita belajar berdiri. Ketika mereka lemah, tugas kita adalah menjaga martabat dan ketenangan mereka.

Di media sosial, seperti X, netizen ramai mendoakan kesehatan dan kekuatan Kasmudjo, ini mencerminkan empati masyarakat terhadap seorang pendidik yang kini berada di posisi sulit bin sukar alias rumit.

Namun, di balik simpati ini, ada pertanyaan besar yang tidak bisa diabaikan yaitu kebenaran.

Gugatan terkait ijazah Jokowi, meski kontroversial dan sarat nuansa politik, telah menyeret nama Kasmudjo sebagai pembimbing akademik.

Publik mulai mempertanyakan detail, seperti usia Kasmudjo saat menjadi dosen, tahun pengajarannya di UGM, hingga perannya dalam skripsi Jokowi. Meski beberapa tuduhan terdengar spekulatif, ketidakjelasan fakta justru memicu spekulasi lebih liar.

Kasmudjo, yang mengaku tidak siap menghadapi proses hukum, seolah menjadi korban dari pertarungan narasi yang lebih besar.

Di sinilah dilemanya. Simpati terhadap Kasmudjo sebagai individu yang sudah sepuh dan tidak berdaya di hadapan tekanan hukum harus diimbangi dengan kebutuhan akan transparansi.

Jika tuduhan ini hanya permainan politik, maka Kasmudjo adalah korban yang tidak seharusnya menderita. Namun, kalau ada kejanggalan faktual, publik berhak tahu kebenaran, tanpa mengorbankan martabat seorang pendidik veteran seperti beliau.

Fakultas Kehutanan UGM, yang kini mengambil alih urusan hukum Kasmudjo, memiliki tanggung jawab untuk memberikan klarifikasi yang jernih, bukan hanya demi melindungi dosennya, tapi juga demi menjaga integritas institusi.

Saya berharap Kasmudjo diberi kekuatan dan kesehatan di tengah guncangan badai ini. Namun, lebih dari itu, kebenaran menjadi prioritas, disampaikan dengan cara yang adil dan tidak membebani mereka yang sudah renta.

"Orang tua adalah harta yang rapuh, penuh kebijaksanaan, namun rentan di usia senja. Melihat mereka terseret dalam cobaan membuat hati kita teriris,"

Kasus ini adalah pengingat bahwa keadilan tidak hanya soal fakta, tapi juga soal kemanusiaan. Semoga ada titik terang yang menyeimbangkan keduanya.

(Adista Pattisahusiwa, Menteng 15 Mei 2025)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun