Mohon tunggu...
Tubagus Adi
Tubagus Adi Mohon Tunggu... -

belajar hidup lebih baik dari hari ke hari..

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kantor Pos: Mati Perlahan atau Bangkit ke Depan?

21 Januari 2011   08:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:19 1184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_86512" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi-deretan Kotak Surat/Admin (shutterstock)"][/caption] Baru-baru ini saya membaca berita The Telegraph tentang akan diprivatisasinya Royal Mail, BUMN yang khusus melayani jasa distribusi surat di Inggris. Hal ini sangat mengganggu keberadaan 12,000 Kantor Pos diseluru Inggris yang sejak tahun 1986 bisnisnya telah dipisahkan menjadi perusahaan tersendiri yang bersifat waralaba (franchise) dibawah naungan Post Office Limited.

Royal Mail, BUMN Inggris tersebut kini menghadapi dilema antara mempertahankan tradisi jasa pos yang sudah lama dikenal atau menghindari ancaman tergerus zaman yang sudah bertransformasi akibat revolusi informasi. Koran The Telegraph mencatat terdapat ketakutan besar dimana privatisasi akan menyebabkan Royal Mail mengarahkan bisnisnya menjadi bentuk-bentuk bisnis lain ketimbang bertahan dalam bisnis kantor pos. Hal ini jelas akan menggoncang bisnis usaha 12,000 kantor cabang Post Office Ltd diseluruh Inggris, padahal saat ini seluruh waralaba kantor pos sedang berjuang menghadapi semakin tingginya biaya dan menurunnya keuntungan.

Lalu bagaimanakah dengan Indonesia? Bila dibandingkan dengan Inggris, jelas kita lebih optimis karena situasi bisnis pos Indonesia belum sepelik itu, bisnis jasa distribusi dan kantor pos di Indonesia masih berada dalam satu payung PT Pos Indonesia. Arus internet memang sudah menggejala hingga ke pedesaan tetapi kantor pos-kantor pos masih tetap ramai setiap jam kerja. PT Pos sendiri sudah melakukan berbagai macam diversifikasi usaha, namun lambat laun PT Pos tetap akan menghadapi situasi yang sama, teguh mempertahankan main core business-nya atau memuseumkan kantor pos secara perlahan. Apalagi ditengah gencarnya pertumbuhan usaha jasa layan antar dokumen dan paket baik dari perusahaan asing hingga perusahaan lokal kecil yang jumlahnya semakin banyak. Bahkan saat ini jasa travel antar kota pun menerima jasa layan antar dokumen dan paket dalam kota atau antarkota hanya dalam hitungan jam.

Gejala menurunnya aktivitas pos tradisional saat ini sudah mulai tampak, kotak pos-kotak pos sudah jarang berisi. PO Box di kantor pos juga berkurang penggunaannya. Mungkin dalam 5 tahun kedepan kotak pos yang ada sat ini tinggal menjadi monumen sejarah di pinggir jalan (jika tidak tergusur), mungkin pula dalam 5 tahun kedepan kantor-kantor pos sudah berubah fungsi menjadi pusat pembayaran rekening listrik ataupun khusus jasa paket. Yang pasti PT Pos sudah menghadapi dilema yang sama dengan Royal Mail Inggris, tetap mempertahankan akar budaya pos atau benar-benar berubah menjadi perusahaan yang kompetitif. Tentu banyak pilihan yang bisa diambil, tetapi nasib karyawan tidak bisa dibiarkan seperti Royal Mail meninggalkan Post Office Ltd., PT Pos tetap harus mempersiapkan peningkatan kapasitas SDM atau membuat terobosan yang lainnya secara bijaksana.

12955995661062367995
12955995661062367995

Kedepan kita akan melihat betapa Pos Indonesia harus memilih: apakah benar-benar menanggalkan baju lama dan memakai baju baru atau berinovasi mempertahankan baju lama dengan menyulam baju baru dengan segala dampak inefisiensi yang timbul? Itu semua adalah pilihan, yang penting shareholders (dalam hal ini pemerintah) harus mampu memastikan bahwa Pos Indonesia mampu berkompetisi dengan semakin banyaknya usaha sejenis swasta lainnya (baik asing dan local) yang saat ini jauh lebih efisien, bahkan jika perlu menyiapkan PT Pos untuk go-public, sehingga profesionalitas akan semakin terbangun.

Jangan sampai Monumen Kotak Pos yang mati perlahan itu semakin sedih melihat Pos Indonesia ikut terinjak roda zaman.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun