Masyarakat Bali tidak bisa dilepaskan dari ajaran Hindu yang menjiwai setiap aspek kehidupan. Salah satu ajaran penting yang diwariskan adalah Tri Hita Karana, sebuah filosofi yang berarti tiga penyebab terciptanya kebahagiaan. Ajaran ini menekankan keharmonisan antara manusia dengan Tuhan (Parhyangan), manusia dengan sesama (Pawongan), dan manusia dengan alam (Palemahan). Dalam ajaran Hindu, keseimbangan ini menjadi dasar dalam mencapai moksa kebahagiaan tertinggi yang lahir dari keselarasan batin, sosial, dan lingkungan.
Kalau kita renungkan, Tri Hita Karana sejalan dengan bagaimana kita mengelola pikiran, tujuan hidup, dan pekerjaan. Pikiran dalam ajaran Hindu sangat dijunjung tinggi, sebab pikiran adalah sumber segala ucapan dan perbuatan (manacika, wacika, kayika). Pikiran yang jernih berarti pikiran yang dipenuhi satwam (kesucian dan ketenangan), bukan dikuasai oleh rajas (nafsu) atau tamas (kebodohan). Pikiran yang tenang inilah yang menghubungkan kita dengan Sang Hyang Widhi, karena doa dan sembahyang lahir dari kesadaran batin. Itulah mengapa menjaga pikiran sama artinya menjaga keharmonisan Parhyangan.
Selain itu, tujuan hidup dalam Hindu tidak semata-mata duniawi. Ada empat tujuan hidup yang dikenal dengan Catur Purusa Artha: dharma (kebenaran), artha (kesejahteraan), kama (kebahagiaan lahir), dan moksa (kebahagiaan rohani). Dengan tujuan hidup yang jelas, manusia tidak hanya bekerja untuk mengejar harta, tetapi juga menegakkan dharma, memberi manfaat bagi sesama, serta menuju pembebasan jiwa. Inilah yang memperkuat Pawongan, sebab tujuan hidup yang benar membawa kita untuk selalu menebar kebaikan kepada orang lain.
Pekerjaan pun dalam ajaran Hindu bukan sekadar aktivitas mencari nafkah, tetapi bagian dari karma yoga jalan pengabdian melalui kerja. Bekerja dengan penuh ketulusan, tanpa pamrih, dan sesuai dengan swadharma (kewajiban hidup) dianggap sebagai bentuk persembahan kepada Sang Hyang Widhi. Misalnya, petani Bali yang mengelola sawah dengan sistem subak bukan hanya bekerja untuk pangan, tetapi sekaligus menjaga keharmonisan sosial dan melestarikan alam. Inilah wujud nyata dari Palemahan, di mana pekerjaan menyatu dengan pengabdian kepada Tuhan, sesama, dan lingkungan.
Jika kita hubungkan, pikiran, tujuan hidup, dan pekerjaan membentuk kesatuan yang tidak terpisahkan. Pikiran yang jernih membuat tujuan hidup lebih terarah. Tujuan hidup yang berdasarkan dharma memberi makna pada pekerjaan. Pekerjaan yang dijalankan sebagai karma yoga kembali menumbuhkan pikiran positif karena kita merasa dekat dengan Tuhan dan bermanfaat bagi sesama. Siklus ini selaras dengan Tri Hita Karana, menciptakan kebahagiaan sejati lahir dan batin.
Kesimpulannya, ajaran Tri Hita Karana tidak hanya relevan bagi masyarakat Bali, tetapi juga universal bagi semua umat manusia. Nilai-nilainya sejalan dengan ajaran Hindu yang menuntun manusia menuju keseimbangan dan kebahagiaan. Dengan menjaga pikiran tetap bersih, mengarahkan tujuan hidup sesuai dharma, dan menjalankan pekerjaan sebagai bentuk pengabdian, kita bisa menciptakan harmoni dengan Tuhan, dengan sesama, dan dengan alam. Dari harmoni inilah lahir kebahagiaan yang sederhana namun mendalam, sebuah kebahagiaan yang bisa dirasakan siapa saja, di mana saja, dan kapan saja.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI