Mohon tunggu...
Adi Palguna
Adi Palguna Mohon Tunggu... -

Architect

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Cara Efektif Membunuh Tuhan

11 Januari 2012   18:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:01 775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Cara Efektif Membunuh Tuhan

Dalam bukunya The Grand Design, Hawking menulis: “Because there is a law such as gravity, the universe can and will create itself from nothing. Spontaneous creation is the reason there is something rather than nothing, why the universe exists, why we exist. It is not necessary to invoke God to light the blue touch paper and set the universe going.” [1]

Stephen Hawking berpendapat bahwa tidak perlu memohon kepada Tuhan untuk menjelaskan asal mula alam semesta, dan the Big Bang ‘Ledakan Besar’ hanyalah sebuah konsekwensi dari hukum-hukum fisika semata-mata. Namun demikian dalam responnya terhapap berbagai kritikan, Hawkingmengatakan: “Seseorang tidak dapat membuktikan keberadaan Tuhan, namun sains membuat Tuhan tidak diperlukan.” [2]

Ada sesuatu yang lebay di sini. Mbah Rono (saya pastikan) tidak akan berkata: “Gunung Merapi meletus adalah kejadian alam dan oleh karena itu tidak perlu memohon kepada dewa-dewi kahyangan untuk menjelaskannya.” Demikian pula sang dokter tidak akan menjelaskan kematian seseorang yang terkena tembakan peluru di kepalanya, lalu berkata: “Tuhan tidak diperlukan di sini untuk menjelaskan kematiannya.” Tentu saja kebalikannya akan terjadi kalau sang dokter itu memiliki masalah pribadi dengan Tuhan.

Apa yang salah dengan Tuhan? Sehingga Ia harus diperlakukan sedemikian rupa. Bisa jadi karena Nietzsche lewat Thus Spake Zarathustra yang memproklamirkan “Tuhan telah mati” telah menggugah para pemimpi Übermensch ‘manusia super’. Oleh karena itu, kinilah waktunya manusia harus menepuk dada atas kemajuan sains dan teknologi yang telah manusia ciptakan dengan usaha keras. Dan tanpa Tuhan di dalamnya. Apa benar? Saya kira rock band SID (Superman Is Dead) lebih tahu jawabannya.

Tidaklah bijaksana menyalahkan Nietzsche yang geram terhadap para pemegang otoritas keagamaan saat itu, yaitu para “wakil Tuhan” yang telah menistakan harkat martabat kemanusiaan lewat dogma-dogmanya yang telah menyesatkan dan membekukan otak manusia. Banyak di antara mereka yang belum terlalu rendah hati untuk mau mengakui bahwa mereka sebenarnya tidak memiliki otoritas apapun terhadap klaim kebenaran yang mutlak. Lagipula apa yang mereka pahami sebagai Tuhan, itulah sesungguhnya yang mereka yakini sebagai Tuhan. Itulah Tuhan yang telah diberi warna oleh ketidak-sucian manusia dalam bentuk citra-citra Tuhan.

Berbagai citra-citra Tuhan dalam benak dan pikiran manusia telah menjadi berhala-berhala. Dan sang berhala-berhala itu pula dilihat sebagai Tuhan oleh para kaum atheist yang harus di buang ke tong sampah. Karena Tuhan adalah mahluk fiktif kata mereka. Dalam hal ini, Nietzsche dan kaum atheist harus dikatakan telah membunuh Tuhan yang salah. Barangkali itulah kiat mereka, sebagai sebuah cara cerdas membunuh angin dengan sebilah parang.

Dan Tuhan wajib hukumnya dikatakan tidak ada ketika seseorang manusia itu telah mampu meniadakan dirinya, keberadaannya. Itulah cara paling efektif membunuh Tuhan. Mereka yang telah membunuh dirinya, eksistensinya di dunia ini atau di dunia manapun boleh mengatakan Tuhan itu tidak diperlukan dalam kejadian apapun. Adakah yang lebih bodoh dari ini?

Referensi:

1.http://en.wikipedia.org/wiki/The_Grand_Design_%28book%29

2.Terjemahan bebas. Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/The_Grand_Design_%28book%29

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun