Jakarta --- Di tengah hiruk-pikuk ibu kota yang serba cepat, hadir sebuah ruang yang memberikan harapan dan kesetaraan bagi kelompok yang selama ini kerap terpinggirkan yaitu penyandang disabilitas. Coffeeshop Sunyi, yang berlokasi di bilangan Jakarta Selatan, bukan sekadar tempat menikmati kopi, tetapi juga menjadi simbol nyata inklusi sosial di ruang publik.
Coffeeshop ini mempekerjakan staf dari kalangan disabilitas, khususnya teman tuli, sebagai barista dan pelayan. Seluruh proses pelayanan dilakukan dengan pendekatan komunikasi visual dan bahasa isyarat, yang justru menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung.
Salah satunya adalah Syafira, seorang pengunjung yang mengaku pertama kali mengetahui tentang Coffeeshop Sunyi dari media sosial. Ia tertarik karena konsepnya inklusif yang memberikan kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas.
"Saya pertama kali tahu tentang coffeeshop ini dari media sosial. Hal yang menarik perhatian saya adalah konsepnya yang inklusif, karena semua pegawainya adalah teman-teman disabilitas. Menurut saya ini unik, karena jarang ada Coffeeshop yang melibatkan penyandang disabilitas sebagai pekerja. Biasanya, Coffeshop lebih memilih karyawan yang "normal" menurut pandangan umum. Itu yang membuat saya tertarik untuk datang," ungkap Syafira salah satu pengunjung Coffeeshop Sunyi, saat diwawancarai pada Senin (14/7).
Syafira lalu menceritakan pengalamannya saat pertama kali datang dan dilayani oleh staf tuli. "Menurut saya, mereka sudah berusaha memberikan pelayanan yang terbaik. Memang, awalnya kami sebagai pengunjung belum terbiasa dengan bahasa isyarat, jadi sempat bingung sedikit. Tapi tidak ada hambatan yang berarti. Justru saya merasa salut dengan usaha mereka. Kesan saya, mereka sangat profesional dan ramah," tuturnya.
Tidak hanya itu, ia juga mengungkapkan bahwa interaksi dengan para staf menjadi pengalaman berkesan tersendiri. "Menurut saya, keberadaan Coffeeshop inklusif ini sangat membantu mengubah cara pandang masyarakat. Karena selama ini penyandang disabilitas sering dipandang sebelah mata oleh orang-orang. Padahal, mereka sama-sama manusia seperti kita, hanya saja Tuhan memberikan mereka keistimewaan yang berbeda. Kita tidak boleh meremehkan mereka. Dengan adanya tempat seperti ini, kita jadi belajar bahwa mereka juga mampu bekerja dan berkarya," lanjutnya.
Menutup perbincangan, Syafira menyampaikan harapannya agar semakin banyak ruang inklusif seperti Coffeeshop Sunyi di masa mendatang. "Harapan saya, semoga Coffeeshop yang mempekerjakan penyandang disabilitas semakin banyak. Karena di luar sana mereka sering kesulitan mencari pekerjaan. Dengan adanya kafe inklusif seperti ini, mereka punya harapan dan kesempatan yang sama. Semoga Coffeeshop Sunyi terus sukses, semakin berkembang, dan semakin banyak orang yang mau berempati dan tidak lagi memandang disabilitas dengan sebelah mata," pungkasnya.
Tidak hanya dari sisi pengunjung, para staf juga merasakan dampak positif dari ruang inklusif ini. Salah satunya adalah Bella, barista tuli berusia 24 tahun yang telah bekerja di Kafe Sunyi selama lebih dari satu tahun.
"Di sini saya merasa diterima. Coffeeshop Sunyi memberi kesempatan untuk teman-teman tuli seperti saya agar bisa bekerja dan mandiri," tulis Bella melalui pesan tertulis saat diwawancarai menggunakan bantuan teks saat ditemui pada Jum'at (18/7).
Coffeeshop Sunyi dirancang dengan konsep universal design, mulai dari akses ramah kursi roda, ruang luas tanpa hambatan, hingga sistem pemesanan visual yang memudahkan pengunjung berkomunikasi dengan staf tuli. Menu ditampilkan dengan simbol-simbol visual, dan tersedia pula papan panduan bahasa isyarat dasar bagi pelanggan yang ingin belajar.