Mohon tunggu...
Ummul Khoir
Ummul Khoir Mohon Tunggu... Mahasiswa S2 UIN Cirebon

Senang mengkaji dan mempelajari Al-Quran

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Rahasia Pendidikan Beradab ala Al-Zarnuji yang Terlupakan

17 Oktober 2025   16:54 Diperbarui: 17 Oktober 2025   17:02 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di tengah arus modernisasi dan digitalisasi yang begitu cepat, dunia pendidikan kita kerap kehilangan arah spiritual dan moralnya. Sekolah dan universitas berlomba mencetak lulusan yang unggul secara akademik, namun sering kali abai terhadap pembentukan karakter dan adab. Dalam konteks inilah, pemikiran pendidikan Islam dari ulama klasik seperti Burhn al-Dn al-Zarnuji kembali menemukan relevansinya. Gagasannya dalam karya monumental Ta'lm al-Muta'allim arq al-Ta'allum bukan sekadar nasihat bagi penuntut ilmu di abad pertengahan, tetapi pedoman abadi bagi dunia pendidikan sepanjang zaman.

Al-Zarnuji memandang pendidikan bukan sekadar proses transfer ilmu dari guru ke murid. Lebih dari itu, ia menekankan bahwa belajar adalah ibadah, dan ilmu harus dicari dengan niat yang ikhlas semata-mata karena Allah. Pandangan ini terasa kontras dengan fenomena pendidikan hari ini, di mana ilmu sering dijadikan alat untuk mengejar status sosial, kekayaan, atau popularitas. Orientasi materialistik semacam ini, jika dibiarkan, dapat mengikis makna sejati pendidikan dan menjauhkan manusia dari tujuan hakikinya: menjadi insan berilmu yang berakhlak mulia dan bertanggung jawab terhadap Tuhannya serta sesamanya.

Salah satu konsep kunci dalam pemikiran Al-Zarnuji adalah keutamaan adab di atas ilmu. Menurutnya, ilmu tanpa adab dapat menjadi sumber kerusakan. Ia menulis tentang pentingnya menghormati guru, menjaga hubungan baik dengan sesama pelajar, serta menjauhi kesombongan. Nilai-nilai ini seolah terlupakan di era media sosial, di mana rasa hormat dan etika berinteraksi sering kali digantikan oleh keinginan untuk tampil lebih pintar atau lebih viral. Padahal, tanpa fondasi adab, kecerdasan hanya akan melahirkan kesombongan intelektual dan kekosongan moral.

Relevansi pemikiran Al-Zarnuji semakin terasa ketika kita melihat krisis karakter di dunia pendidikan saat ini. Kasus perundungan, ketidakjujuran akademik, dan lemahnya empati sosial menunjukkan bahwa sistem pendidikan kita masih terlalu menitikberatkan aspek kognitif. Padahal, Al-Zarnuji sejak ratusan tahun lalu sudah mengingatkan bahwa keberhasilan belajar tidak hanya bergantung pada kecerdasan, tetapi juga pada keikhlasan, kesungguhan, dan doa. Ia mengajarkan bahwa pendidikan harus melibatkan seluruh dimensi manusia  intelektual, spiritual, dan emosional agar menghasilkan pribadi yang utuh.

Lebih jauh, Al-Zarnuji menekankan pentingnya memilih ilmu yang bermanfaat, yakni ilmu yang membawa kebaikan bagi diri sendiri dan masyarakat, serta mendekatkan kepada Allah. Prinsip ini sangat penting di tengah derasnya arus informasi dan kemajuan teknologi. Di era di mana segala pengetahuan dapat diakses dengan mudah, manusia justru rentan tersesat oleh limpahan data tanpa arah moral yang jelas. Ilmu pengetahuan yang tidak berpihak pada kemaslahatan hanya akan menjadi alat eksploitasi dan dominasi. Karena itu, pesan Al-Zarnuji tentang "ilmu yang bermanfaat" perlu dijadikan kompas etis bagi arah pendidikan masa kini.

Tidak kalah penting adalah pandangannya tentang peran guru. Al-Zarnuji menempatkan guru bukan sekadar pengajar, tetapi juga pembimbing spiritual dan teladan moral. Guru harus dihormati dan dicintai, karena melalui keteladanannya, nilai-nilai adab dan keikhlasan dapat ditransmisikan kepada murid. Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan kecerdasan buatan, pandangan ini menjadi pengingat bahwa pendidikan sejati tidak bisa sepenuhnya digantikan oleh sistem digital. Hubungan manusiawi antara guru dan murid adalah inti dari proses pendidikan yang sesungguhnya.

Apabila prinsip-prinsip Al-Zarnuji ini diterapkan dalam sistem pendidikan Islam modern, maka akan lahir generasi yang tidak hanya unggul secara intelektual, tetapi juga kuat secara moral dan spiritual. Pendidikan tidak lagi dipandang semata sebagai sarana mencari pekerjaan, tetapi sebagai jalan menuju kedewasaan iman dan akhlak. Sekolah dan kampus akan menjadi tempat menumbuhkan karakter, bukan sekadar menghafal teori.

Dengan demikian, pemikiran Al-Zarnuji bukan sekadar peninggalan klasik, melainkan manifesto pendidikan beradab yang layak dihidupkan kembali. Dalam dunia yang sedang dilanda krisis nilai, korupsi moral, dan kehilangan teladan, pemikiran ini menjadi oase yang menyejukkan. Ia mengingatkan bahwa tujuan tertinggi dari pendidikan adalah membentuk manusia yang berilmu, beradab, dan bertakwa.

Kini saatnya kita para pendidik, pelajar, dan pembuat kebijakan menengok kembali warisan intelektual Islam seperti yang diwariskan Al-Zarnuji. Mungkin sudah waktunya pendidikan kita tidak hanya mengejar angka dan gelar, tetapi juga menghidupkan kembali ruh pendidikan yang berakar pada keikhlasan, adab, dan cinta ilmu. Sebab, hanya dengan menggabungkan ilmu dan adab, kita dapat membangun peradaban yang benar-benar beradab.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun