Mohon tunggu...
Adii Donk
Adii Donk Mohon Tunggu... Penulis

Penulis lepas yang tertarik pada isu sosial, Olahraga, kesehatan mental, Pendidikan, dan dinamika masyarakat urban. Percaya bahwa tulisan yang jujur bisa menjadi ruang refleksi bersama.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Merah Putih: One for All, Apakah Anggaran Rp6,7 Miliar Selaras dengan Semangat Kebangsaan?

20 Agustus 2025   19:18 Diperbarui: 20 Agustus 2025   19:18 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster resmi film Merah Putih: One for All (2025).Sumber: Endiarto & Bintang Takari via Wikimedia Commons - CC BY 4.0. 

Menjelang HUT ke-80 RI, film animasi Merah Putih: One for All yang diproduksi oleh Perfiki Kreasindo akhirnya tayang di bioskop pada 14 Agustus 2025. Namun, sorotan publik justru tertuju pada klaim dana produksinya yang fantastis: Rp6,7 miliar, seperti yang diumbar produser Toto Soegriwo melalui akun Instagram dan dikonfirmasi oleh Detik.com pada 11 Agustus 2025.Banyak yang bertanya: bagaimana anggaran sebesar itu bisa menghasilkan animasi yang sebagian dianggap masih kaku dan minim nuansa lokal? Komunitas animator dan netizen bahkan membongkar penggunaan aset 3D dari Daz3, seperti adegan jalanan “Street of Mumbai”, yang dipasok dengan harga puluhan dolar. Kritik makin meluas saat film tayang dan mendapat rating buruk di IMDb, sekadar satu bintang dari 10, yang memancing komentar pedas seperti "aib nasional".

Namun lepas dari kontroversi kualitas visual, One for All justru menjadi simbol penting dalam memperkuat identitas budaya lewat medium animasi. Mitos cerita di film, anak-anak dari beragam suku berjuang menyelamatkan bendera pusaka menjelang proklamasi, seharusnya bisa menyentuh rasa nasionalisme anak-cucu bangsa.

Yang menarik, klarifikasi muncul dari Wamen Ekonomi Kreatif yang menegaskan bahwa tak ada dana pemerintah yang dikeluarkan untuk proyek ini. Sutradara Endiarto bahkan menyebut seluruh usaha ini dibuat atas “gotong royong”, bukan uang formal, melainkan semangat bergotong-royong dari pihak internal.

Dalam ruang publik yang mendambakan narasi patriotik terbalut kualitas, film ini menempatkan kita di persimpangan penting: menghormati niat luhur pembuat karya, sekaligus menuntut standar keseriusan produksi. Apakah film ini gagal menjadi kebanggaan animasi nasional, atau justru menjadi pembelajaran penting soal bagaimana kita membiayai dan merayakan karya budaya? Itulah esensi wacana yang perlu ditumbuhkan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun