Mohon tunggu...
supriadi herman
supriadi herman Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa pasca sarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) 2013 sedang mengikuti program Joint degree di kagawa University, Japan.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Keunikan-keunikan di Miki-Cho Jepang di Pekan Pergantian Tahun

1 Januari 2016   09:00 Diperbarui: 1 Januari 2016   11:11 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Miki-cho pastinya bukan tempat khusus yang tenar, daerah ini hanya sebuah district kecil di Prefectur terkecil di Jepang, Kagawa. Tempat ini sekaligus menjadi tempat saya menetap dalam rangka melaksanakan penelitian thesis dalam program SUIJI (Six University Initiative-Indonesia jepang) joint degree di fakultas Pertanian Universitas Kagawa. Ada beberapa keunikan yang tercatat dalam benak saya dalam pekan-pekan pergantian tahun ini dibandingkan dengan apa yang saya rasakan di tahun sebelumnya yang saya habiskan hanya dengan tidur di rumah, Bontotanga, Bulukumba, Sulsel.

Libur Akhir Tahun

Di Jepang, Libur ini adalah salah satu libur terlama yang memakan waktu sekitar sepekan, libur ini tentunya untuk semua instansi. Pada waktu-waktu ini banyak mahasiswa asing yang memilih mudik ke negara masing-masing atau memilih traveling menjelajahi daerah-daerah Jepang. Namun, uniknya ternyata banyak juga beberapa mahasiswa yang sebenarnya masih melanjutkan aktivitas di lab, termasuk saya misalnya. Namun lebih dari itu, perlu diketahui bahwa libur akhir tahun ini sebenarnya adalah kebijakan yang baru ada beberapa tahun terakhir kata sensei saya, konon pemerintah memang sengaja menciptakan banyak hari libur untuk warganya yang lebih senang bekerja, tentunya kesempatan juga untuk mengoptimalkan pentas kebudayaan jepang di beberapa hari libur yang sengaja dibuat untuk menarik wisatawan asing. Di Indonesia?, libur pergantian tahun resminya hanya sehari bukan? yang berlaku untuk semua instransi.

Bo neng kai (pesta akhir tahun)

Pesta/parti ini merupakan parti yang banyak dilakukan oleh banyak instansi, untuk di Universitas sendiri parti ini menjadi ajang kumpul untuk merekatkan hubungan antar mahasiswa dan dosen. Yang berkesan saat parti ini adalah mantra sebelum kampai (toast) sensei menyebut “kita telah melalui satu tahun dan bersiap untuk menghadapi tahun selanjutnya”, kalimat sederhana namun menurutku penuh harapan dan semangat.

Jadwal buang sampah ‘khusus’ yang dimajukan

Di Miki-cho sendiri kamis malam minggu pertama setiap bulan menjadi malam yang istimewa bagi tempat sampah, pada malam ini banyak sampah berharga yang mendarat di tempat sampah mulai dari barang elektronik hingga pakaian dan perabor rumah. Tak sedikit kita jumpai heater, ricecooker, setrika dll yang masih layak pakai akan ada di tempat ini kebanyakan selimut tebal pun yang masih bersih dan terbungkus rapi banyak di tempat sampah. Uniknya di awal tahun, jadwal buang sampah ini dimajukan ke minggu ke tiga desember, alasan kuat yang mungkin mendasari hal ini adalah hari-hari awal adalah hari libur, hebatnya jadwal ini sudah diberikan sejak setahun sebelumnya, terbayang kehebatan managemen yang sampai detail tanggalya (tanggal pembuangan sampah) yang sampai memperhatikan waktu libur dan lengah bekerja.

Tidak ada kembang api seramai Festival lain

Pukul 00.00 saya masih di kampus Kagawa University berharap bisa melihat kembang api yang lebih besar dan lebih ribut  dari biasanya seperti pada festival tanabata dan festival hanabi di musim panas. Sampai tiga menit berlalu ternyata nihil, hanya satu kembang api yang melangit, itu pun kelihatannya di tembakkan dari jarak yang sangat jauh dari kampus.  Mungkin saat 00.00 di Miki-cho ini kalah ramai dengan suara petasan di kampungku, Desa Bontotanga yang sebenarnya desa yang sangat jauh dari kota. Sekitar 00.05 saya akhirnya tahu jawabannya mengapa kembang api tidak ada di Miki-cho setelah salah satu rekan saya yang masih di Kyoto mengucapkan selamat tahun baru via telepon, katanya dia masih di kuil, yang konon memang sebagian besar masyarakat Jepang memilih merayakan pergantian tahun di kuil bahkan pada hari 1-3 di tahun baru dikenal budaya Hatsu-mode (kunjungan pertama dalam tahun tersebut ke tempat suci atau kuil), artinya mungkin bangsa jepang yang memilih mengatakan tidak beragama ini terlihat lebih religius di tahun baru? Lalu kita sendiri? Indonesia apakah lebih religius di tahun baru?.

Semoga tahun 2016 adalah tahun awal membangun budaya kita untuk menyambut pergantian tahun, mengganti budaya hura-hura. Tentunya pemerintah mengambil peran penting dan seharusnya bisa mengarahkan tentang apa yang seharusnya kita lakukan di tahun baru berikutnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun