Mohon tunggu...
Guritno AS
Guritno AS Mohon Tunggu... Penulis - Penulis | Pengajar | Wiraswasta

Seorang pengajar yang hobi menulis. Biasa menulis di media sosial, LinkedIn, Esaiedukasi.com dan tentu saja Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengubah Perspektif dalam Melihat Dunia

8 Juni 2020   07:26 Diperbarui: 8 Juni 2020   18:30 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi melihat perspektif (Sumber: unsplash.com)

Sungguh semua telah berubah! Lapangan tempatku berkemah dan bermain bola itu, kini sudah ditanami beton dan batu-batu kali. Bukit kecil tempatku berlari-lari dan bersepeda juga sudah dikavling-kavling. Jalan ini dahulu sepi dan senyap begitu setelah maghrib, kini selalu ramai dengan kendaran roda dua, empat, delapan atau enam belas. 

Ada getir di dada, mengetahui tak mudah lagi melihat mentari terbit di timur seperti dahulu ketika aku membuka jendela. Atau senjaku yang sebelumnya benar-benar indah tanpa suara apapun kini terkepung teriakan, jeritan dan kebisingan dari berbagai sumber suara. 

Mungkin hal inilah yang dialami para sesepuh orang Dayak melihat hutan-hutan mereka kini jadi pabrik sawit atau perumahan kelas menengah. Atau penduduk desa di selatan Jawa yang dahulu aman-aman saja berjalan kaki membawa tumpukan gabah atau rumput untuk makanan ternak mereka, kini harus waspada pada truk-truk pengangkut pasir, batu dan material. 

Pemujaan yang berlebihan pada masa lalu hanya akan membuat kita susah maju. 

Semua Berubah

Pantha Rhei, semuanya berubah dan memang harus berubah. Kecambah tumbuh dan menjadi tumbuhan dengan sulurnya menantang manusia, bertanya akankah dia bisa menyentuh langit. Anjing-anjing kecil yang aman dipelukan induknya membesar dan kemudian menjadi makhluk-makhluk gagah yang siap melindungi tuannya. 

Tidak ada yang tidak berubah, semuanya sudah berubah, berbeda seiring dengan berjalannya waktu. Apa yang dahulu kecil dan nampak sederhana kini jadi besar dan lebih kompleks. Namun sejauh apa perubahan itu berdampak bagi kebaikan?

Para guru mengeluh anak zaman sekarang susah diajari sopan santun, etika dan norma. Para HRD pusing pekerja zaman sekarang tidak punya loyalitas dan gemar jadi kutu loncat. Apakah memang demikian? Atau jangan-jangan perspektif kita yang terlampau sempit? 

Perubahan adalah kehendak zaman. Dan tentu saja itu mempengaruhi setiap insan, baik itu karakter, kebiasaan dan bahkan perspektif. Jika dahulu mencari kerja sangatlah susah, maka sekarang dengan skill yang dimiliki, para milenial tak ragu mencari kesempatan yang bisa memberi mereka kualitas hidup yang lebih baik. 

Globalisasi membuat persinggungan antar budaya menjadi tak terelakkan. Murid-murid sekolah mampu mengakses pengetahuan yang bahkan tidak tercatat di buku diktat serta belum disampaikan guru-guru mereka. 

Perspektif

Feodalisme, kolonialisme dalam bentuk kasar serta konservatifme tidak akan mampu melawan roda zaman. Semua itu akan tergilas. Yang pandai akan menyamarkan diri, mengubah bentuk dan bertransformasi. Yang kokoh memegang norma lama akan tergagap-gagap menghadapinya. 

Bukan tanpa alasan Elon Musk mengatakan dengan nada yang mungkin terdengar sedikit pongah : I think we are at the dawn of a new era in commercial space exploration.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun