Mohon tunggu...
Adi Firdaus
Adi Firdaus Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Unand

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bukan Infrastruktur, Tapi Komunikasi Jadi Masalah Utama Pembangunan

20 April 2025   14:25 Diperbarui: 20 April 2025   14:19 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tulisan ini merupakan sebuah opini dari Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Andalas. 

Komunikasi pembangunan saat ini menjadi instrumen strategis dalam mendorong transformasi sosial-ekonomi, baik di level global maupun nasional. Dalam konteks global, tren pembangunan berkelanjutan 2023--2024 yang dipandu oleh Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) menempatkan komunikasi sebagai elemen krusial dalam proses kolaborasi lintas sektor dan partisipasi masyarakat. Menurut laporan United Nations Sustainable Development Goals Report 2023, masih terdapat kesenjangan signifikan dalam hal inklusi sosial dan akses terhadap informasi pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Tantangan ini diperparah oleh maraknya disinformasi digital yang menghambat pengambilan keputusan kolektif yang berbasis data (UN, 2023).

Implikasi dari kurang optimalnya komunikasi pembangunan tidak hanya berdampak pada kegagalan program-program sosial dan ekonomi, namun juga memunculkan ketidakpercayaan terhadap pemerintah, menurunnya partisipasi publik, hingga stagnasi pertumbuhan di sektor-sektor strategis. Pada level bisnis, misalnya, perusahaan yang tidak menerapkan pendekatan komunikasi berbasis pemberdayaan lokal cenderung menghadapi resistensi dari masyarakat, yang berujung pada pemborosan sumber daya dan kegagalan investasi sosial perusahaan (Haris, 2023).

Secara nasional, Indonesia sebagai negara kepulauan dengan keberagaman budaya, tingkat literasi informasi yang timpang, serta birokrasi yang kaku menghadapi tantangan yang kompleks dalam pelaksanaan komunikasi pembangunan. Regulasi seperti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan memang telah menggarisbawahi pentingnya partisipasi publik, namun implementasi di lapangan masih menghadapi hambatan komunikasi yang serius, baik di level pusat maupun daerah.

Berdasarkan data Bappenas (2022), lebih dari 40% program pembangunan daerah mengalami deviasi dari target output yang direncanakan akibat rendahnya keterlibatan masyarakat dalam tahap perencanaan dan monitoring. Hal ini mengindikasikan bahwa komunikasi pembangunan belum sepenuhnya berfungsi sebagai jembatan antara kebijakan dan kebutuhan riil masyarakat. Bahkan, dalam program-program strategis seperti Universal Service Obligation (USO) untuk pemerataan akses internet di daerah tertinggal, penelitian Ayuni et al. (2018) menunjukkan adanya hambatan komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah, serta rendahnya sosialisasi kepada masyarakat sebagai penerima manfaat.

Masalah ini semakin nyata ketika melihat konteks sosial-budaya Indonesia yang multietnis. Studi Paramita dan Carissa (2020) menyoroti bahwa komunikasi lintas etnis yang tidak sensitif terhadap nilai-nilai lokal berisiko memicu resistensi terhadap program pembangunan. Hambatan semacam ini juga tercermin dalam studi Prasanti (2017) mengenai program KB IUD, di mana norma budaya dan ketakutan terhadap informasi medis yang tidak tersampaikan dengan baik menyebabkan rendahnya efektivitas kampanye pemerintah.

Maka dari itu, artikel ini akan mengulas secara sistematis problematika dan hambatan komunikasi pembangunan di Indonesia. Ulasan ini tidak hanya didasarkan pada literatur ilmiah terbaru, tetapi juga memperhatikan tren global dan tantangan lokal yang relevan dengan kondisi sosio-politik terkini. Dengan pendekatan ini, diharapkan muncul pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana komunikasi pembangunan dapat dioptimalkan sebagai katalisator perubahan yang inklusif dan berkelanjutan.

1. Hambatan Budaya dan Lintas Etnik

Indonesia adalah negara dengan keragaman budaya yang tinggi, yang seringkali menjadi tantangan dalam komunikasi pembangunan. Perbedaan budaya dapat menyebabkan kesalahpahaman dan konflik dalam interaksi antar kelompok. Sebagai contoh, penelitian oleh Paramita dan Carissa (2020) di Pontianak menunjukkan bahwa stereotip dan etnosentrisme menjadi faktor utama dalam konflik antar etnis, yang menghambat komunikasi efektif dalam pembangunan. Hal ini diperkuat oleh penelitian Meltareza dan Poedjadi (2021) yang menemukan bahwa perbedaan etika komunikasi dan norma nonverbal antara pengajar Indonesia dan siswa Thailand menyebabkan hambatan dalam proyek pengajaran lintas budaya.

2. Hambatan Struktural dan Organisasi

Hambatan komunikasi juga muncul dari struktur organisasi yang tidak mendukung aliran informasi yang efektif. Intan (2020) dalam penelitiannya di PT. Hutan Ketapang Industri menemukan bahwa perbedaan status antara staf dan non-staf, serta jarak geografis, menyebabkan hambatan komunikasi vertikal yang signifikan. Kurangnya saluran komunikasi yang jelas dan hierarki yang kaku memperburuk situasi ini, menghambat partisipasi masyarakat lokal dalam proses pembangunan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun