Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Peluang Bahasa Indonesia Menjadi Bahasa Utama ASEAN

13 September 2012   01:55 Diperbarui: 4 April 2017   18:06 6424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Tahun ini genap 104 tahun bahasa Indonesia dinyatakan menjadi bahasa nasional. Selama itu bahasa Indonesia terus berkembang untuk memenuhi kebutuhan komunikasi masyarakat tuturnya dan masyarakat global. Oleh karena itu, pada masa depan bahasa Indonesia berpotensi menjadi jembatan penghubung antarbangsa, terutama di kawasan ASEAN.

Secara historis bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Pada mulanya bahasa Melayu terletak di tepian Selat Malaka. Di tempat itu pedagang-pedagang Eropa dan Cina sering singgah untuk memperoleh makanan dan minuman, atau berlindung ketika terjadi badai musiman.[1] Dalam perjalanannya para pedagang itu turut pula menyebarluaskan bahasa Melayu ke berbagai wilayah nusantara.

Selama bertahun-tahun bahasa Melayu menjadi lingua franca di beberapa wilayah nusantara. Oleh karena itu, dalam Kongres Pemuda I, pada 2 Mei 1926, M. Tabrani, seorang jurnalis, mengusulkan bahasa Melayu diangkat sebagai bahasa nasional.[2] Usulan itu diterima dalam Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928. Nama bahasa Melayu pun diubah menjadi bahasa Indonesia. Sejak saat itu, bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan.

Sebagai negara yang besar Indonesia mempunyai kedudukan yang penting di ASEAN. Oleh karena itu, bahasa Indonesia sebetulnya dapat diusulkan menjadi bahasa utama di organisasi itu. Sebagaimana diketahui, selama ini bahasa pengantar yang digunakan pada konfrensi-konfrensi ASEAN adalah bahasa Inggris. Itu terdengar miris karena kawasan ASEAN didominasi bahasa Melayu, yang struktur bahasanya mirip dengan bahasa Indonesia. Jadi, mengapa tidak bahasa Melayu (atau bahasa Indonesia) saja yang dijadikan bahasa utama? Salah satu jawabannya adalah bahasa Inggris telah menjadi bahasa internasional yang mempunyai prestis yang lebih tinggi daripada bahasa Melayu atau bahasa Indonesia. Oleh karena itu, kedudukan bahasa Inggris di forum ASEAN belum mampu digeser bahasa Melayu atau bahasa Indonesia.

Lalu, apakah harapan bahwa pada masa depan bahasa Indonesia menjadi bahasa utama di ASEAN sudah sirna? Selalu saja ada harapan. Bahasa Indonesia masih berpeluang menjadi bahasa utama ASEAN karena mempunyai beberapa faktor berikut.[3] Pertama, bahasa Indonesia mempunyai struktur yang sederhana. Oleh karena itu, bahasa itu sangat mudah dipelajari. Di samping itu, bahasa Indonesia juga mempunyai daya serap kosakata yang kuat. Dalam proses perkembangannya bahasa Indonesia telah menyerap kosakata dari beberapa bahasa, seperti bahasa Portugis, bahasa Sansekerta, bahasa Arab, bahasa Belanda, dan bahasa Inggris. Pada masa depan kosakata bahasa Indonesia dapat terus bertambah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat penuturnya dan masyarakat global.

Kedua, bahasa Indonesia mempunyai jumlah penutur yang paling banyak di ASEAN, yaitu 230 juta jiwa, dan pada masa depan diperkirakan semakin bertambah. Jumlah penuturnya tersebar di dalam negeri dan di luar negeri. Penutur di luar negeri, seperti tenaga kerja Indonesia, pelajar Indonesia, dan wisatawan Indonesia, dapat menjadi duta dalam mengenalkan bahasa Indonesia kepada bangsa-bangsa lain.

Ketiga, bahasa Indonesia mempunyai persebaran geografis yang luas. Sebagaimana diketahui, bahasa Melayu, yang menjadi cikal bakal bahasa Indonesia, telah dituturkan di hampir seluruh kawasan ASEAN. Bahkan bahasa Melayu tercatat menjadi bahasa nasional di empat negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Brunei, dan Singapura. Sementara itu, di beberapa negara lain, seperti Thailand, Myanmar, Laos, Kamboja, dan Filipina, bahasa Melayu menjadi bahasa kedua dan ketiga.[4] Karena struktur bahasa melayu mirip dengan bahasa Indonesia, besar kemungkinan bahasa Indonesia dapat diterima di negara-negara itu.

Keempat, sektor ekonomi makro di Indonesia yang berkembang pesat menjanjikan lahan investasi bagi investor asing. Itulah pintu gerbang untuk mengenalkan bahasa Indonesia kepada dunia.

Kelima, produk sosial dan budaya Indonesia yang tersebar di negara-negara ASEAN dapat menjadi media mengenalkan bahasa Indonesia. Sebagai contoh, di Malaysia film, program televisi, dan musik dari Indonesia banyak digemari dan itu membuka peluang bagi persebaran bahasa Indonesia.

Hanya saja, upaya dalam memujudkan itu harus menemui beberapa kendala. Namun, kendala utamanya justru bukan berasal dari bahasa Indonesia itu sendiri, melainkan dari sikap penuturnya. Sebagaimana diketahui, kedudukan bahasa Indonesia di rumahnya sendiri masih belum mantap. Dominasi bahasa asing, seperti bahasa Inggris dan bahasa mandarin, yang berkembang beberapa dekade ini telah sedikit demi sedikit menggeser posisi bahasa Indonesia di hati masyarakat. Itu tampak jelas dalam pidato kenegaraan atau kalimat pada iklan, yang banyak dibumbui campur kode antara bahasa Indonesia dan bahasa asing. Oleh sebab itu, kecintaan berbahasa Indonesia perlu dipupuk dan dipelihara.

Salah satu caranya adalah menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Slogan itu sebetulnya suatu ajakan agar kita menggunakan bahasa pada tempat dan situasi yang tepat. Maka, kita tidak perlu menggunakan ragam baku di pasar tradisional, stasiun, atau terminal karena konteksnya memang tidak tepat. Jadi, mari kita belajar mencintai bahasa Indonesia dengan menuturkannya pada konteks yang sesuai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun