Awalnya tanggal 11 November tidak mempunyai makna apapun. Namun, sejak Jack Ma "menetapkan" tanggal tersebut sebagai "Hari Jomblo" di Tiongkok, dan Alibaba menyelenggarakan pesta diskon besar-besaran untuk merayakannya, fenomena baru tercipta.
Ajang promosi yang dimulai sejak tahun 2009 itu sukses besar. Ada begitu banyak masyarakat Tiongkok yang berbelanja di Alibaba. Penjualan Alibaba pun meningkat tajam pada tanggal tersebut.
Kesuksesan itu pun berlanjut pada tahun-tahun berikutnya. Sejak saat itu, 11 November senantiasa ditunggu-tunggu para "pecandu belanja" karena ada banyak produk yang ditawarkan dengan "harga miring".
Saking fenomenalnya, masyarakat Indonesia akhirnya ikut "latah". Agar "gairah berbelanja" seperti yang terjadi di Tiongkok menular ke Indonesia, tanggal 11 November kemudian dipilih menjadi "salah satu" Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas). Event ini pun diramaikan banyak ecommerce di tanah air. Beragam jenis promo dan diskon ditawarkan untuk menggaet pelanggan.
Meskipun ada banyak diskon yang ditawarkan pada Harbolnas, saya tetap bersikap cermat dalam berbelanja. Saya tidak ingin larut dalam "euforia", dan kemudian asal memilih tanpa mempertimbangkan kualitas barang. Saya tentu tidak ingin membeli produk berkualitas jelek, hanya karena harganya dijual dengan sangat murah.
Selain itu, belum tentu diskon yang ditawarkan benar-benar "diskon". Bisa saja itu hanya sekadar gimmick. Harganya mungkin sudah di-markup sebelumnya, lalu baru dikenakan diskon besar-besaran, agar orang tertarik membeli. Oleh karena itu, kita mesti sangat teliti sebelum membuat transaksi. Jangan sampai kita menjadi "korban gimmick".
Saya biasanya memilih barang yang ingin dibeli seperti saya memilih saham. Ternyata ada kesamaan antara memilih barang belanjaan dan saham. Keduanya mesti diseleksi secara cermat berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria tadi nantinya akan menjadi "barometer" supaya kita bisa membeli barang-barang yang bagus dengan harga yang pantas.
Dalam memilih saham, hal awal yang saya cermati ialah tata kelola perusahaan. Untuk mengukur kualitas tata kelola perusahaan, saya biasanya mencermati besaran Return On Equity (ROE), utang, dan kepemilikan saham yang dipegang oleh jajaran manajemen. Kalau keuntungannya besar, utangnya kecil, dan porsi saham yang dipegang manajernya banyak, boleh jadi, perusahaan dikelola dengan sangat baik.
Hal yang sama juga berlaku dalam menyeleksi barang pada Harbolnas. Berbelanjalah di toko-toko online yang punya reputasi baik. Hal itu sebetulnya cukup mudah diketahui. Kita hanya perlu mencermati rating dan komentar yang tersedia.
Kalau ratingnya bintang 4 atau 5 (dalam skala 5), dan komentarnya banyak dibanjiri pesan positif, boleh jadi, toko tersebut bisa dipercaya. Toko tadi dijalankan oleh orang-orang yang punya kapasitas dan integritas. Berbelanja di toko seperti ini bisa mendatangkan banyak berkat dan manfaat.
Memilah barang yang akan dibeli pun demikian. Saya cenderung membeli barang-barang yang "menguntungkan". Saya lebih mengutamakan kegunaan suatu barang daripada kesenangan karena bisa memilikinya.
Misalnya, saya tidak akan memilih laptop gaming karena saya bukan gamer dan pekerjaan saya tidak membutuhkan jenis laptop berkualitas super demikian. Biarpun laptop tadi dikenakan diskon besar-besaran pada Harbolnas, saya kemungkinan besar akan mengabaikannya, karena saya tidak terlalu memerlukannya. Saya lebih memilih jenis laptop yang sesuai dengan kebutuhan dan dijual dengan harga murah karena itu lebih menguntungkan.
Terakhir ialah soal harga. Dalam membeli saham, sebetulnya saya tidak terlalu mempersoalkan harga. Asalkan harga yang ditetapkan sebanding dengan kinerja perusahaan, saya bersedia membeli saham dengan harga premium. Syukur-syukur harga saham tadi didiskon. Dengan demikian, modal yang dikeluarkan tidak terlalu besar.
Belilah saham di harga yang wajar. Seperti kata Warren Buffett berikut.
Sampai tulisan ini dibuat, harga saham HMSP dibanderol Rp 2.060/lembar dengan Price Earning Ratio (PER) 17 X, sementara GGRM Rp 53.500/lembar dengan PER 10 X. Kalau dilihat dari segi harga saham, HMSP jelas jauh lebih "murah" karena dengan membeli 1 lot saham HMSP, kita cukup mengeluarkan modal sebesar Rp. 206.000. Berbeda jika kita berbelanja saham GGRM, yang mana kita mesti menyiapkan dana sebesar Rp 5.350.000 untuk mendapatkan satu lot sahamnya.
Namun, dari segi valuasi perusahaan, saham GGRM jauh lebih murah dari HMSP. Sebab, PER-nya hanya 10 x. Di pasar modal, saham yang PER-nya di bawah 15 x bisa disebut saham yang murah. Saham jenis ini termasuk "salah harga", yang punya potensi naik berkali-kali lipat harganya pada masa depan. Makanya, diminta memilih, saya condong membeli saham GGRM, meskipun untuk memperolehnya, saya mesti menghabiskan modal yang lebih besar.
Cara yang sama juga bisa dipakai dalam mengetahui harga wajar barang yang dijual pada Harbolnas. Kalau kita menemukan sebuah barang, yang dipasang dengan harga diskon di sebuah "lapak online", kita jangan buru-buru memborongnya. Kita perlu membandingkannya dengan harga di lapak lain.
Sebab, siapa tahu, barang tadi harganya sudah di-markup sebelum diberi potongan harga, sehingga terkesan sangat murah. Membandingkan harga menghindarkan kita dari "jebakan diskon" yang manipulatif. Setelah selesai membandingkan dan mengetahui harga wajarnya, barulah kita memutuskan apakah akan lanjut membeli atau mencari barang lainnya.
Menemukan barang bagus yang dihargai wajar di tengah "banjir diskon" Harbolnas memang gampang-gampang susah. Gampang kalau kita mengetahui cara memilih barang berkualitas yang benar-benar dibanderol murah. Susah jika kita sudah "terbius" dengan besaran diskon yang diberikan.
Makanya, saat ingin berbelanja pada Harbolnas, kita mesti menajamkan mata untuk mencari barang yang sesuai prioritas, dan mendinginkan kepala supaya tidak terbawa nafsu sesaat. Jadi, selamat merayakan Harbolnas 11.11. Selamat berbelanja dengan bijak.
Salam.