Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Menimbang" Sistem Zonasi Sekolah Tanpa Bimbang

12 Agustus 2018   10:09 Diperbarui: 12 Agustus 2018   10:15 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bapak Ari Santoso, selaku Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kemdikbud, memaparkan pelaksanaan Sistem Zonasi Sekolah dalam acara Perspektif Kompasiana (sumber: dokumentasi Adica)

Sewaktu saya datang mengajar Elysa, ia sering terlihat letih. Siswi kelas 12 SMA itu cenderung pasif di kelas. Ia jarang bertanya atas penjelasan yang saya berikan. Saya pun merasa heran. Iseng-iseng saya bertanya alasan ia bersikap demikian. Kepada saya, ia berkata agak lelah setelah pulang dari sekolah. Sebab, jarak sekolahnya sangat jauh.

Maklum, sehari-hari, Elysa bersekolah di sebuah SMAN di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Padahal, rumahnya terletak di Bekasi Selatan. Untuk mencapai sekolahnya, ia wajib bangun pagi-pagi betul. Walaupun demikian, tetap saja, ia sering telat masuk sekolah.

Elysa mungkin adalah "potret kecil" dari siswa-siswi yang rela menempuh perjalanan berkilo-kilo meter untuk bersekolah. Semua itu dilakukan agar ia dapat belajar di sekolah, yang notabene-nya disebut "sekolah favorit". Agar bisa menimba ilmu di situ, ia ikhlas menghabiskan sebagian waktu, tenaga, dan ongkosnya untuk bolak-balik ke sekolah setiap hari.

Belum lagi, Elysa juga mesti menyiapkan "energi ekstra". Sebab, ia harus mengerjakan pr di luar jam sekolah, menyiapkan bahan diskusi kelompok yang akan dipresentasikan di kelas, dan mengikuti bimbingan belajar setelah ia pulang sekolah. Jadi, wajar saja kalau energinya mayoritas sudah terkuras sebelum sore tiba.

Seperti disampaikan oleh Bapak Ari Santoso, selaku Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kemdikbud, dalam acara Perspektif Kompasiana yang diselenggarakan pada tanggal 6 Agustus lalu di Gedung A Kemdikbud, Jakarta, masalah yang dihadapi Elysa adalah masalah yang jamak dialami oleh siswa yang belajar di "sekolah favorit".

Masalah itu tentunya akan berpengaruh besar terhadap proses belajar siswa di kelas. Sebab, energi yang seharusnya dipakai untuk menyerap materi pelayaran sudah banyak "terkikis" di jalan.

Untuk mengatasi persoalan itu, Kemdikbud berupaya "memberangus" stereotif "sekolah favorit" dengan menerapkan Sistem Zonasi Sekolah. Sebab, stereotif yang sudah lama "berakar" di masyarakat itu hanya akan menciptakan "jurang" yang lebih dalam antarsekolah. Kalau terus dibiarkan, siswa-siswa cenderung akan "berlomba" mendaftar di sekolah tertentu yang dinilai prestisius dan mengabaikan sekolah lain. Akhirnya, akses pendidikan menjadi tidak rata di sebuah wilayah, sebab siswa dan orangtuanya cenderung pilih-pilih sekolah.

Makanya, Sistem Zonasi Sekolah menjadi satu alternatif yang diterapkan untuk menghapus stereotif tersebut. Sebagaimana dikutip dari narasi tunggal kemdikbud, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyampaikan bahwa zonasi menjadi salah satu strategi pemerintah yang utuh dan terintegrasi.

Kebijakan yang mulai diterapkan sejak tahun 2017 itu telah melalui pengkajian yang cukup panjang dan memperhatikan rekomendasi dari berbagai lembaga kredibel. Zonasi dipandang strategis untuk mempercepat pemerataan di sektor pendidikan.

Mendikbud juga menegaskan bahwa Sistem Zonasi Sekolah juga merupakan upaya mencegah penumpukan sumber daya manusia yang berkualitas dalam suatu wilayah tertentu. Dan mendorong pemerintah daerah serta peran serta masyarakat dalam pemerataan kualitas pendidikan sesuai amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

"Kita bisa lihat tingkat pemerataan guru, baik jumlah maupun tingkat kualifikasi. Tidak bisa dibiarkan ada satu sekolah yang isinya hanya satu guru PNS, dan ada sekolah yang isinya guru-guru PNS bersertifikat," tegasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun