Penurunan angka kelahiran global menimbulkan dampak yang kompleks. Di satu sisi, ini bisa menjadi pertanda kemajuan karena menunjukkan peningkatan kesejahteraan, akses pendidikan, dan hak perempuan dalam menentukan pilihan hidupnya. Tapi di sisi lain, tren ini juga bisa mengancam keseimbangan populasi dan ekonomi dunia dalam jangka panjang.
Dengan lebih sedikit anak, orang tua bisa fokus pada kualitas hidup dan pendidikan anak, perempuan punya lebih banyak kesempatan berkarier, dan lingkungan bisa lebih terjaga karena konsumsi sumber daya yang lebih rendah. Namun, ada juga sisi gelapnya. Semakin sedikit anak lahir, semakin berkurang tenaga kerja di masa depan. Negara dengan populasi menua seperti Jepang dan Korea Selatan kini menghadapi krisis tenaga kerja dan sistem pensiun yang kewalahan.
Lantas, bagaimana negara-negara menyikapi ini? Banyak yang mencoba berbagai cara agar warganya mau punya anak. Hungaria membebaskan pajak bagi ibu muda, Jepang memberikan subsidi besar untuk biaya melahirkan dan pendidikan, sementara Prancis menawarkan sistem cuti orang tua yang fleksibel. Bahkan, Korea Selatan dan Jepang sampai mengadakan program kencan yang disponsori pemerintah agar lebih banyak pasangan menikah dan memiliki anak.
Tapi apakah solusi ini cukup? Di era sekarang, generasi saat ini tampaknya tak lagi memandang punya anak sebagai kewajiban. Faktor ekonomi, kebebasan pribadi, dan kualitas hidup jauh lebih dipertimbangkan dibanding sekadar meneruskan keturunan. Jika dunia ingin mempertahankan angka kelahiran yang seimbang, solusinya bukan hanya insentif finansial, tapi juga menciptakan lingkungan yang mendukung keseimbangan antara karier, keluarga, dan kebahagiaan pribadi. Jadi, bagaimana B-pers? Apakah punya anak masih menjadi prioritas dalam hidupmu, ataukah dunia harus mulai beradaptasi dengan realitas baru ini?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI