Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ayah, Anak, dan Segelas Susu Hangat sampai Gadis Idaman

1 Agustus 2025   09:00 Diperbarui: 1 Agustus 2025   19:20 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Anak itu tidak butuh orang tua yang sempurna. Ia butuh orang tua yang hadir."

Klise ini, sungguh, bukan saya kutip dari buku bestseller di Gramedia, apalagi dari influencer parenting yang feeds-nya isinya cuma aesthetic belaka.

Inilah bisikan yang acap kali muncul di kepala saya sendiri, terutama saat jam menunjukkan lewat pukul sepuluh malam, anak saya sudah tertidur lelap, dan saya masih memunguti buku-buku dari meja belajarnya. Kadang ngedumel juga, "ini kok bisa bukunya nyebar ke mana-mana ya?".

Saya ini bapak-bapak biasa. Usia 42 tahun, pedagang yang juga menulis demi dapur tetap mengepul dan kuota internet aman sentosa. Latar belakang pendidikan saya S1 Pendidikan, tapi realitas hidup membawa saya ke arah yang tak sepenuhnya saya rancang sendiri. Dulu cita-citanya jadi guru, eh ujung-ujungnya malah jadi sopir jemputan anak. Hidup memang suka bercanda.

Istri saya bekerja kantoran. Maka, dalam keseharian, sayalah yang lebih sering mendampingi anak di rumah. Sejak kelas 4 SD, saya adalah sopir pribadi, teman diskusi, dan penjaga setia anak laki-laki kami yang kini sudah duduk di kelas 8. Sebenarnya saya ini multitasking abis, tapi bukan karena jago, lebih karena nggak ada pilihan.

Menjadi orang tua itu seperti main catur dalam gelap. Saya melangkah sambil menebak-nebak, sering zonk-nya daripada pas. Saya banyak belajar dari kegagalan yang bikin dengkul lemes, dari artikel daring yang kadang menyesatkan (seringnya sih dari judul doang udah ketahuan clickbait), bahkan---belakangan---dari AI yang bisa menjelaskan rumus fisika lebih runtut daripada saya semasa SMA. Nyesek juga, ilmu yang dulu ogah-ogahan dipelajari, sekarang malah ngandelin mesin.

**

Dulu saya percaya, peran ayah cukup sebatas mencari nafkah. Titik. Urusan rumah dan anak? Serahkan ke ibu. Teori kaku ini hancur berantakan ketika hidup memberi saya peran berbeda: lebih sering di rumah, lebih banyak mendampingi. Ya mau bagaimana lagi, wong saya memang lebih banyak waktu luang.

Saya yang memilih les ini dan itu, saya yang menyetir ke mana-mana sampai hapal tikungan-tikungan jalan tikus, saya pula yang jadi lawan bicara paling rutin. Topiknya beragam: dari PR sekolah yang bikin kepala cenat-cenut, tren anime terbaru yang saya sama sekali nggak ngeh, ketertarikan pada teman sekelas (ini bagian yang bikin saya flashback zaman SMA dulu ..), hingga obsesi membentuk otot dada biar six pack---yang sampai sekarang belum juga kejadian di badan saya. Semua pembicaraan kecil itu ternyata jadi perekat yang tak tergantikan. Jauh lebih berharga dari sekadar screenshot nilai rapor.

Istri saya mungkin tak selalu hadir secara fisik, tapi ia adalah pengendali dari balik layar, atau kalau kata anak zaman sekarang, "intel lapangan" paling top. Ia aktif menghubungi guru, memantau perkembangan, memastikan segalanya sesuai jalur. Ia koki yang menerjemahkan hasil riset saya soal gizi menjadi menu yang disukai anak. Kami bukan pasangan ideal ala feed Instagram yang aesthetic dan tanpa cela, tapi kami satu tim. Solid. Pokoknya, all for one, one for all. Alhamdulillah.

Dan dalam tim kecil kami, ada saya, anak kami, dan kadang Google atau ChatGPT. Kami belajar bersama hingga malam. Jika saya tak sanggup menjawab soal matematika yang entah kenapa makin lama makin ribet, saya tak malu bertanya ke Google. Jika itu pun mentok, AI yang membantu menjelaskan dengan sabar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun