Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gara-Gara Amien Rais, Saya Dimarahi Editor

30 Desember 2022   22:37 Diperbarui: 31 Desember 2022   11:01 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Nama Amien Rais kembali mencuat. Gugatannya ke Bawaslu beroleh hasil. Partai Ummat yang ia inisiasi akhirnya bisa ikut pemilu 2024 dengan nomor urut 24. Selamat untuk Partai Ummat. Selamat berlaga di pemilu 2024. Dalam bahasa Amien Rais, selamat ber-fastabiqul khoirot atau berlomba-lomba dalam kebaikan. Saya setuju itu.

Ingatan soal Amien Rais membawa saya ke tahun 2009. Momentumnya juga sama, pemilu. Tahun 2009 Amien Rais masih di PAN. Ia menjadi ketua dewan pertimbangan kalau tak salah. Ketua umum PAN kala itu pengusaha terkenal Sutrisno Bachir.

Pelataran parkir Pusat Kegiatan Olahraga (PKOR) Way Halim kala itu ramai. Panggung besar didirikan. PAN sedang hajat nasional dengan kampanye akbar. Sutrisno Bachir datang. Ia membawa beberapa artis. Seingat saya ada Ita Purnamasari. Amien Rais juga ada. Ia bahkan menjadi juru kampanye. Massa menyemut di bawah panggung.

Saya yang masih reporter anakan sudah ada di lokasi. Senjata utama tape recorder. Alat rekam dengan media utama kaset durasi 90 menit. Saya akan melaporkan itu untuk tempat kerja saya: Kantor Berita Radio 68H. Saya baru diterima sebagai kontributor waktu itu.

Wartawan banyak yang meliput. Maklum, banyak tokoh nasional datang. Amien Rais berpidato lantang. Kami rata-rata tak begitu tertarik dengan isi kampanyenya. Yang bikin kami menunggu beliau adalah hendak tanya sikap PAN terhadap salah satu kadernya yang menjadi tersangka korupsi. 

Nama legislator asal PAN itu Abdul Hadi Djamal. Nama politikus PAN itu mencuat karena diduga terima suap. Semua teman-teman jurnalis hendak tanya itu kepada Amien Rais. Apalagi dia Bapak Reformasi. kami ingin dengar dari lisannya, apa sikap dia dan PAN terhadap dugaan terima suap kadernya yang duduk di Senayan itu.

Usai Amien Rais pidato, kami mencoba mencegat. Door stop istilahnya. Namun, Amien bergeming. Ia tak merespons apa-apa. Saya paling dekat dengan dia. Saya ikut lari kecil karena Amien dikawal menuju kendaraan persis di bawah terik matahari siang itu. Pintu mobil ditutup.

Beberapa teman teriak kepada saya. Saya diminta sedikit menggedor kaca mobil supaya Amien Rais mau buka dan mau diwawancara.

"Gedor aja, Adian, kacanya. Gedor aja." Beberapa teman teriak begitu. Wajah saya saking rapatnya teman-teman mengerubung, persis di depan kaca pintu mobilnya. Tangan saya menempel di bodi mobil. Panasnya masyaallah.

Lima menit tak ada respons dari dalam. Amien masih bergeming. Sekilas dari balik kaca saya tahu dia melihat saya. Saya putar otak. Amien Rais ini kan orang Yogyakarta. Dosen juga di sana. Mungkin perlu dengan bahasa wajah yang agak memelas. 

Saya pun berakting. Kedua tangan saya tangkupkan seperti orang sedang meminta bantuan. Wajah saya disedih-sedihkan. Kadang jari saya terkembang lima. Maksudnya minta waktu 5 menit saja bisa wawancara. Tape recorder ada di saku celana. Bagaimana mau dipegang kalau dua tangan saya sedang mengharab ke haribaan Amien Rais.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun