Mohon tunggu...
Adi SuhenraSigiro
Adi SuhenraSigiro Mohon Tunggu... Dosen - Melayani Tuhan, Keluarga, Negara, Gereja, Sesama, serta Lingkungan merupakan panggilan sejak lahir

Pendidikan S1: Sekolah Tinggi Teologi Kharisma Bandung (Lulus 2016). Pendidikan S2: Sekolah Tinggi Alkitab Tiranus Bandung (Lulus 2020). Pelayanan: Perintisan dan Pemuridan di Gereja Bethel Indonesia Jl. Pasirkoja 39 Bandung, tahun 2012-2022. Pekerjaan: Dosen PNS IAKN Tarutung

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Respon yang Benar dalam Mengadapi Penderitaan: Belajar dari Kisah Ayub

29 Agustus 2022   19:41 Diperbarui: 29 Agustus 2022   19:56 2655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

  •    Semua Umat Manusi Sama-Sama Mengadapi Pencobaan                    

Pada masa-masa sekarang ini, sebagai anak Tuhan, jika kita mencoba membandingkan pergumulan kita, dengan mereka yang belum percaya kepada Tuhan,  nampaknya pergumulan yang dihadapi semua umat manusia pada masa sekarang sama saja dan tidak ada bedanya. Artinya kita semua umat manusia sama-sama menghadapi pergumulan yang sangat berat. Dampak dari virus  Covid-19 ini sangat dirasakan oleh semua orang, termasuk bagi kita yang sudah beriman dan percaya kepada Tuhan Yesus. Selama lebih dari dua tahun, ada orang yang tidak percaya kepada  Tuhan meninggal karena Covid-19, tetapi ada juga anak Tuhan yang meninggal karena Covid-19. Ada orang yang tidak percaya yang kehilangan pekerjaan (di PHK), usahanya menurun, ekonominya jadi sulit, demikian juga ada anak Tuhan mengalami situasi yang sama.

  • Respon anak Tuhan harus berbeda: Belajar kepada Ayub

Di tengah-tengah pergumulan yang berat yang sama-sama diperhadapkan bagi semua orang, maka  sebagai anak Tuhan, kita harus memiliki respon yang benar. Artinya, cara kita menghadapi pergumulan dan penderitaan akibat dampak Covid-19 ini harus berbeda dengan dunia ini atau mereka yang tidak percaya kepada Tuhan. Dalam Yakobus 5:7-11, salah satu tokoh Perjanjian Lama, yang dianjurkan oleh penulis kitab Yakobus, untuk kita teladani dalam menghadapi penderitaan dan pergumulan hidup yang berat adalah Ayub (Yak. 5: 10-11).  Dari tokoh Ayub inilah, kita dapat  meneladani bagaimana respon yang benar, sebagai anak Tuhan dalam menghadapi penderitaan dan pergumulan yang berat. Kalau kita buka kitab Ayub, di sana kita dapat menemukan secara lengkap kisah tentang kehidupan Ayub. Dalam Ayub 1:1  dituliskan bahwa Ayub itu seorang yang benar dan saleh pada jamanya. Bahkan dikatakan Ayub hidup jujur dan takut akan Allah. Selain Ayub seorang yang benar dan takut akan Allah, ia juga memiliki kekayaan yang melimpah. Dalam Ayub 1:3, kita dapat menemukan berbagai jenis ternak sebagai kekayaan Ayub, yakni: Kambing domba 7000 ekor, Unta 3000 ekor, Lembu 500 pasang, Keledai betina sebanyak 500 ekor. Dan budak dalam jumlah yang sangat besar. Ayub dikatakan yang paling kaya dari semua orang di sebelah timur pada jamannya. 

Dalam Perjanjian Lama, seseorang dapat dikatakan sangat kaya, kalau memiliki ternak dalam jumlah yang banyak, lahan atau tanah yang cukup luas, dan perhiasaan  dalam jumlah timbangan yang besar. Nah, Ayub memiliki beberapa jenis ternak dalam jumlah yang mencapai ratusan bahkan sampai ribuan. Karena itu, Ayub dikatakan seorang yang sangat kaya. Kalau kita kalkulasikan dengan harga ternak pada masa sekarang ini, maka kita dapat memperoleh perkiraan angka kekayaan Ayub sebagai berikut: 1). 7.000 ekor kambing domba X (@Rp. 3.000.000)= Rp. 21.000.000.000. 2). 3.000 ekor unta X (@30.000.000)= Rp. 90.000.000.000. 3). 500 pasang lembu = 1.000 ekor lembu. 1.000 X (@15.000.000)= Rp. 15.000.000.000. 4). 500 keledai betina X (@60.000.000)= Rp. 30.000.000.000. Maka perkiraan total materi kekayaan Ayub jika dikondisikan dalam harga ternak pada masa sekarang dalam bentuk rupiah tanpa menghitung jumlah pembelian budak adalah sebesar Rp. 156.000.000.000. 

Nah, setelah kita menghitung dengan harga kondisi yang sekarang, lalu coba kita simak mulai Ayub 1: 13-17, di mana Tuhan mengijinkan Iblis untuk mencobai iman Ayub, semua jenis ternak yang disebutkan sebagai kekayaan Ayub hilang dalam sekejap mata. Ada karena dirampas, adapula karena disambar petir. Dengan hilangnya semua ternak tersebut, maka semua kekayaan Ayub yang berjumlah kurang lebih Rp. 156.000.000.000 telah tiada dan raib. Dengan hilangnya semua kekayaannya, maka Ayub sekarang menjadi bangkrut. Sekarang hartanya menjadi Nol rupiah. Saya tidak bisa membayangkan kalau kita ada diposisi Ayub. Ayub telah berjuang dan bekerja keras dan mungkin membutuhkan waktu tahunan bahkan sampai puluhan tahun untuk memperoleh semua kekayaanya. Namun keaadaan dan situasi yang buruk karena pencobaan iblis, Ayub kehilangan semuanya. Ayub sekarang menjadi sangat jatuh miskin. 

Pergumulan berikutnya yang dihadapi Ayub lebih berat lagi. Dalam Ayub 1:2 dikisahkan Ayub memiliki 10 anak, di mana 7 anak laki-laki dan 3 anak perempuan. Namun, dalam Ayub 1: 18-19, dijelaskan kesepuluh anak yang dikasihinya yang selalu didokannya meninggal dengan cara yang tragis.  Baru-baru ini ada berita duka, tentang meninggalnya almarhum Brigadir Joshua Hutabarat. Di sosial media banyak orang yang mengaku kehilangan dan sedih dan ada pula yang sampai menangis karena kepergian Brigadir Joshua untuk menghadap ke pangkuan Bapa di sorga,  apalagi mendengar berita kalau Almarhum Brigadir Joshua Hutabarat diduga meninggal karena pembunuhan berencana yang dilakukan oleh oknum polisi. Banyak dari kalangan masyarakat Indonesia yang kehilangan bahkan berita meninggalnya Almarhum Brigadir Joshua Hutabarat menjadi berita yang popular bagi seluruh masyarakt Indonesia sebab beritanya hampir diputar tiap hari dalam berbagai media, seperti televise, korang dan sosial media.

Secara umum, kita juga tentu bisa membayangkan, jika ada  dalam satu keluarga kehilangan salah satu anggota keluarganya karena meninggal, entah itu anaknya, istrinya, suaminya, mertuanya, dll, mereka pasti larut dalam duka karena ditinggal oleh anggota keluarga yang dikasihinya. Apalagi Ayub, bukan hanya kehilangan satu atau dua orang anaknya. Justru kesepuluh anaknya pun meninggal bahkan dengan cara yang tragis, di mana tempat mereka dilanda angin kemudian roboh dan anak-anaknya semuanya mati tertimpa runtuhan bangunannya (Ayb. 2:18-19). Tentu, kalau seseorang hanya kehilangan harta, bisa saja kita mengatakan harta bisanya dicari. Namun, Ayub bukan hanya kehilangan harta kekayaan, Ayub juga ditinggalkan oleh semua anak-anak yang dikasihi dan selalu didokannya. Dengan kehilangan seluruh anak-anaknya, maka Ayub pasti mengalami tekanan sangat berat dan sulit untuk dihadapi. Belum selesai perderitaan tersebut, Tuhan juga masih mengijinkan iblis untuk mencabai Ayub, di mana dalam tubuh Ayub kena bara busuk yang sampai membuat sahabat-sahabat Ayub hampir tidak mengenalinya lagi (Ayb. 2:12). Namun, ditengah-tengah berbagai jenis penderitaan dan pergumulan yang sangat berat bagi Ayub,  Ayub tetap memiliki respon yang benar. Berbeda dengan istrinya. Dalam menghadapi pergumulan yang berat istrinya mulai menyalahkan Tuhan, meragukan kuasa dan pemeliharaan Tuhan. Bukan hanya Tuhan yang disalahkan,  Ayub sendiri pun disuruh untuk bunuh diri (Ayb. 2: 9). Tentu respon yang diberikan istri Ayub adalah respon yang keliru dan tidak patut diteladani. Karena sikap istri Ayub bukan malah menguatkan dan memberi dukungan, sebaliknya membuat Ayub lebih tertekan lagi. Karena itu, dalam meresponi dampak pandemi Covid-19, di mana penghasilan berkurang, bisnis jadi jadi drop, keuangan menipis maka sesama anggota keluarga jangan mudah bersungut-sungut, menyalahkan Tuhan, menyalahkan orang disekitar anda.  Jangan gampang ribut dan bertengkar. Jangan mudah menyalahkan pemerintah, menyalahkan gereja. Sikap menyalahkan Tuhan, menyalahkan orang disekitar kita tidak akan mengubah keadaan menjadi lebih baik. Sebaliknya hanya akan memperkeruh suasana.

  • Respon Ayub terhadap penderitaan:

                  Jika kita belajar kepada Ayub, Ayub sendiri meresponi semua penderitaan  yang sangat berat yang dihadapinya adalah dengan hal berikut:

Pertama, Ayub tetap menyembah Tuhan (Ayb. 1:20). Memang dengan semua kondisi penderitaan yang dialami oleh Ayub, Ayub tetap menangis seperti manusia biasanya, Ayub tetap meratap. Namun demikian, dari mulut Ayub tidak keluar sepatah kata pun kalimat yang menyalahkan Tuhan. Justru Ayub tetap menyembah Tuhan. Iman dan kepercayaan Ayub kepada Tuhan tidak berubah seperti  istrinya meskipun keadaannya sangat menderita dan sangat susah. Karena itu, saya sangat yakin bahwa pergulaman kita karena dampak dari Covid-19, masih jauh jika dibandingkan pengalaman penderitaan Ayub. Sesuai dengan yang tertulis dalam 1 Kor. 10:13, Tuhan hanya menginjinkan kita mengalami pencobaan sesuai dengan kemampuan kita. Untuk itu, mari tetap membangun persekutuan dengan Tuhan Yesus, mari tetap beribadah dan menyembah Tuhan sama seperti yang dilakukan oleh Ayub ketika mengalami penderitaan yang sangat berat. Ingat, penderitaan berat boleh terjadi, namun Allah pasti tetap menyertai, hadir dan menolong kita.

Kedua, Ayub menyadari apa yang dimilikinya adalah pemberian Allah (Ayb. 1: 21). Ayub menyadari bahwa segala kekayaan bahkan keturunan yang pernah dimilikinya adalah kasih karunia dari Allah. Sehingga, Ayub tidak menuntut dan menyalahkan Tuhan atas kehilangan semua miliknya. Melainkan Ayub tetap memuji Tuhan. Sebenarnya, Ayub telah bekerja keras, berjuang bahkan telah  menghabiskan waktu yang cukup lama dan bisa  sampai puluhan tahun untuk memperoleh semua kekayaannya. Namun, ia tidak menjadikan usahanya dan kerja kerasnya menjadi alasan untuk menyalahkan Tuhan dan bersungut-sungut.  Ayub menyadari semua yang dimikinya adalah pemberian Tuhan sehingga ketika Tuhan pun mengijinkan si Iblis untuk mengambilnya, Ayub tetap percaya, menyembah dan memuji Tuhan.  Demikian pula kita harus menyadari bahwa segala apa yang kita miliki adalah pemberian dan anugerah dari Tuhan. Kalaupun sekarang Tuhan mengijinkan berbagi goncangan terjadi karena dampak Covid-19 ini, di mana mungkin ada yang kehilangan pekerjaan, usaha menurun, bisnis lagi drop, tetaplah mengucap syukur, memuji dan  membesarkan nama Tuhan. Karena kalaupun kita bisa bertahan hidup sampai sekarang ini ditengah-tengah situasi yang sulit ini, itu pun karena anugerah dan pemberian dari Tuhan. Tuhan masih mengasihi dan memberi rahmat-Nya bagi kita.

Jadi, mengingat betapa beratnya penderitaan yang dialami oleh Ayub, maka tidak salah kalau penulis kitab Yakobus menjadikan tokoh Ayub sebagai teladan dalam penderitaan, supaya sebagai anak Tuhan kita belajar dari Ayub sehingga memiliki respon yang benar saat menghadapi penderitaan.  Jadi, kesimpulannya: Respon anak Tuhan dalam menghadapi penderitaan atau pencobaan yang berat adalah jangan menyalahkan Tuhan, jangan menyalahkan orang di sekitar kita, sebaliknya tetaplah berdoa, memuji Tuhan, menyembah Tuhan dan setia beribadah kepada-Nya.  Sadarilah bahwa segala sesuatu yang ada dalam hidup kita adalah pemberian dan anugerah Tuhan. Jadi kalau kita ada sampai sekarang ini, itu semua karena kebaikan dan kebesaran Tuhan Yesus dalam hidup kita. Ingat ada sebuah lagu pujian berkata: "Ku ada sebagai mana ku ada, berdiri menghadap tahtamu Bapa, semua karena anugerah-Mu melimpah bagi ku. Besar anugerah-Mu, melimpah kasih-Mu..." Ingat, sebagai anak Tuhan, jika kita memiliki respon yang benar seperti Ayub, maka tepat pada waktunya, Tuhan akan memulihkan semua keaadan kita bahkan berkat yang kita terima akan lebih baik, lebih besar dari apa yang pernah kita terima sebelumnya dari Tuhan. Pelayanan kita akan dipulihkan, usaha, bisnis, perekonomian dan pekerjaan kita akan dipulihkan secara luar biasa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun