Mohon tunggu...
Adhelliya Sandrina
Adhelliya Sandrina Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya merupakan lulusan Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta. Memiliki passion dalam hal public speaking, public relations, dan communication. Suka menulis, mengamati, dan belajar hal baru.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Diplomasi Indonesia dengan Malaysia Terkait Kebakaran Hutan dan Lahan pada Tahun 2015-2019

2 April 2023   11:50 Diperbarui: 2 April 2023   18:24 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Secara teori, diplomasi lingkungan dipahami sebagai diplomasi yang hanya berurusan dengan isu-isu lingkungan. 

Namun dalam praktiknya, diplomasi lingkungan secara teratur berurusan dengan banyak tema lain yang terkait dengan perdagangan (perdagangan spesies yang terancam punah, misalnya), kekayaan intelektual (seperti hak penduduk asli dan lokal mengenai penggunaan sumber daya genetik alami), energi (mencapai tujuan untuk mengurangi gas rumah kaca, penggunaan biofuel, dll.), kesehatan (antara lain, dampak kesehatan dari mengkonsumsi organisme hasil rekayasa genetika-GMO), dan bahkan keamanan (konsekuensi pemanasan global pada migrasi transnasional, misalnya) .

Indonesia berkomitmen melakukan diplomasi lingkungan hidup guna berkontribusi secara aktif dalam pencapaian agenda pembangunan berkelanjutan pada 2030. Peran aktif dan kontribusi nyata dari diplomasi lingkungan hidup Indonesia telah diakui oleh dunia internasional.

Pada tulisan saya kali ini saya ingin menganalisis tentang diplomasi Indonesia dan Malaysia terkait kebakaran hutan dan lahan di Indonesia pada tahun 2015-2019. Hal ini sangat menarik dibahas karena mengingat Indonesia menjadi negara sebagai sumber kabut asap di kawasan Asia Tenggara. Penyebab utama kabut asap di Indonesia adalah dari kebakaran hutan dan lahan.

Negara Indonesia menjadi negara dengan kasus kebakaran hutan terbesar di kawasan Asia Tenggara. Kebakaran hutan dan lahan yang paling besar terjadi pada tahun 2015 yang membakar sekitar setengah dari total keseluruhan lahan di Indonesia yakni 2.270.224,89 ha.

Berdasarkan publikasi Bank Dunia (2019) dengan judul Indonesia Economic Quarterly Reports (IEQ), kerugian Indonesia dampak kebakaran hutan dan lahan sepanjang 2019 mencapai Rp72,95 Triliun. Hal ini mengakibatkan 28 juta jiwa terdampak, 19 orang meninggal dunia dan hampir 500 ribu orang mengalami gangguan pernafasan atau ISPA. 

Pemerintah Malaysia menguggat pemerintah Indonesia atas kabut asap akibat kebakaran hutan tersebut. Dalam surat desakan yang ditandatangani oleh Guru Besar Universitas Malaya, Khor Swee Kheng, mereka menuntut pemerintah Indonesia untuk bertanggung jawab. 

Diketahui bahwa pemerintah Indonesia menolak bantuan Malaysia untuk menangani kasus kebakaran hutan dan lahan yang menyebabkan kabut asap hingga ke kawasan Malaysia. Kasus kabut asap kebakaran hutan ini sempat menjadi polemik hubungan antara Indonesia dengan Malaysia.

Dalam hal ini kepentingan nasional Indonesia adalah kerugian kayu, pertanian, perkebunan, produksi hutan, keanekaragaman hayati, pelepasan karbon, biaya pemadaman kebakaran, gangguan kesehatan, transportasi, dan pariwisata. Upaya pemerintah Indonesia pada orientasi kebijakan luar negeri Indonesia dalam merespon isu kebakaran hutan dan lahan tercantum dalam UU Nomor 23 Tahun 1997 Pasal 1 ayat (12) tentang pengelolaan lingkungan hidup. 

Diplomasi Lingkungan dilakukan oleh Indonesia untuk menangani permasalahan kabut asap akibat kebakaran hutan tersebut. Diplomasi lingkungan yang dilakukan ini sebagai jalan tengah agar hubungan bilateral antara Indonesia dengan Malaysia tidak semakin memanas.

Diplomasi yang dilakukan antara lain adalah melakukan patroli di udara dalam menangani kabut asap dan memberi peringatan kepada masyarakat untuk tidak beraktivitas di luar rumah. Diplomasi diantara keduanya mengalami perkembangan, berupa perjanjian bilateral mengenai penanggulangan kabut asap dari kebakaran hutan. 

Pada tahun 1997, terjadi perjanjian bilateral yang menghasilkan MoU mengenai penanggulangan bersama masalah kabut asap. 

Kepala Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, Israr Albar memperjelas bahwa Memorandum of Understanding (MoU) tersebut berisi ketentuan pembukaan lahan tanpa membakar (zero burning), pemantauan, pencegahan melalui pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan (peatland management), pemadaman, pengembangan sistem peringatan dini, penegakan hukum, peningkatan kerjasama menangani kabut asap di daerah rawan kebakaran, mempersiapkan sukarelawan petugas kebakaran, dan tenaga medis.

Persetujuan antara Malaysia dan Indonesia tentang Pencemaran Asap Lintas Batas Pencemaran kabut lintas batas adalah masalah besar yang mempengaruhi lingkungan dan kesehatan manusia di kawasan ASEAN. 

Negara negara anggota ASEAN untuk merumuskan suatu panduan dan komitmen hukum secara bersama-sama yang dituangkan dalam suatu perjanjian yang berjudul ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (Persetujuan ASEAN tentang Pencemaran Kabut Asap Lintas Batas/AATHP) yang mengatur pendistribusian tanggung jawab dan penanganan pencemaran kabut asap pada kawasan regional Asia Tenggara. AATHP adalah salah satu bentuk perjanjian internasional di bidang lingkungan hidup.

Greenpeace Indonesia menemukan setidaknya terdapat empat grup perusahaan yang berkantor di Malaysia dan Singapura terkait dengan kebakaran hutan yang menyebarkan kabut asap di kawasan Asia Tenggara. Mereka adalah IOI, Genting, Kuala Lumpur Kepong dan Bumitama. 

Meskipun sebagian besar kebakaran hutan terjadi di Indonesia, namun mengatasi masalah ini bukan hanya tanggung jawab Indonesia.

Dapat disimpulkan bahwa kasus kebakaran hutan di Indonesia ini membawa Indonesia terhadap diplomasi lingkungan dan kerjasama bilateral dengan malaysia. Manfaat dari kontribusi Indonesia terhadap diplomasi kasus kebakaran hutan dengan Malaysia adalah meningkatkan kepedulian terhadap masalah kebakaran hutan dan lahan. 

Terlihat adanya diplomasi bilateral antara Indonesia dan Malaysia untuk mengatasi masalah kasus kebakaran hutan. Serta melakukan berbagai upaya untuk memperkuat kebijakan lingkungan dan sumber daya alam. 

Langkah konkret yang dilakukan Indonesia diwujudkan melalui kebijakan, pedoman, perangkat, dan aksi nyata. Dalam upaya menangani kebakaran hutan yang menyebabkan kabut asap, Indonesia melakukan upaya diplomasi lingkungan dan kerjasama bilateral khususnya dengan Malaysia.

Diplomasi lingkungan yang dilakukan oleh Indonesia ini sebagai bentuk keinginan terhadap kelestarian hutan di Indonesia. Diplomasi Lingkungan menjadi pilihan Indonesia untuk menunjukan komitmen dan langkah-langkah pemerintah dan masyarakat Indonesia dalam memperjuangkan kepentingan nasional dan global. Diplomasi lingkungan juga telah menjadi instrumen politik luar negeri yang semakin sentral dalam diplomasi Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun