Mohon tunggu...
Muhammad Adha Wijaya
Muhammad Adha Wijaya Mohon Tunggu... Wiraswasta

Pemikir dan Penikmat Kopi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Fenomena Patungan Perbaikan Jalan : Bukti Masyarakat Indonesia Paling Dermawan di Dunia

27 Juni 2025   20:54 Diperbarui: 27 Juni 2025   20:56 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Bank Dunia boleh saja menempatkan kita di posisi ke-4 sebagai negara dengan presentase penduduk miskin di kategori negara berpendapatan menengah ke atas tahun 2024. Tapi soal kedermawanan, boleh untuk di adu. Pada tahun 2018-2024 Indonesia dinobatkan sebagai negara paling dermawan di dunia berdasarkan riset publik Charity Aid Foundation dalam tajuk World Giving Index. Bayangkan saja, 7 tahun berturut-turut kita juaranya soal aspek donasi uang, kegiatan sukarelawan, dan membantu orang tak dikenal. Jangankan orang tak dikenal, pemerintah saja dibantu. Tapi Ini bukan satire tentunya. Ini tentang fenomena "patungan" warga untuk perbaikan jalan di berbagai wilayah di Indonesia.

Jika ada penilaian tentang negara yang warganya paling sabar di dunia juga pasti kita juaranya. Ibarat Real Madrid di UEFA Champions League (UCL), bisa-bisa kita jadi pemegang gelar terbanyak di Liga Sabar Dunia atau World Patience League (WPL) agar namanya terdengar lebih keren. Dalam konteks perbaikan jalan rusak dari pemerintah, masyarakat kita bisa sabar menunggu dalam hitungan belasan hingga puluhan tahun. Kita sangat mahir tentunya soal ini. Meskipun sabar tidak ada batasnya, namun sabarnya masyarakat kita bukanlah sabar yang pasif, melainkan sabar yang aktif untuk mencari solusi. Muncul berbagai inisiatif untuk patungan atau iuran untuk memperbaiki jalan rusak yang tak kunjung disentuh oleh pemerintah.

Muncul berbagai pemberitaan tentang patungan warga untuk perbaikan jalan rusak di berbagai wilayah di Indonesia yang pemberitaannya sempat viral di sepanjang setengah tahun berjalan ini. Salah satunya terjadi di beberapa titik wilayah Kabupaten Pandeglang seperti Desa Ciseureuhen, Kecamatan Cigeulis dan Kampung Pabuaran, Kelurahan Kadomas, yang telah 20 tahun lamanya sabar menunggu jalannya diperbaiki oleh pemerintah. Setiap warga rela gotong-royong dengan dana dan tenaga untuk  membeli semen dan pasir guna memperbaiki setiap meter jalan rusak sambil berharap tidak ada lagi yang celaka karena melewati jalan tersebut. Contoh lain datang dari warga di Desa Sumberjosari, Kecamatan Karangrayung, Kabupaten Grobogan yang rela untuk patungan sebesar Rp. 5.000 selama hampir 3 tahun untuk melakukan perbaikan jalan secara mandiri. Dan masih banyak lagi daerah-daerah yang melakukan hal serupa.

Tak tanggung-tanggung, masyarakat bergotong royong dengan uang dan tenaga sekaligus. Bukan karena sudah kehabisan kesabaran dan kehilangan kepercayaan kepada pemerintah, melainkan mencoba aktif mencari solusi untuk mengurangi tingkat kecelakaan kendaraan, hingga membantu agar memudahkan akses bagi ibu-ibu yang akan melahirkan dan anak-anak yang akan pergi ke sekolah. Masyarakat kita paham betul pemerintah sedang sangat sibuk dengan setumpuk tugas dan tanggung jawabnya diberbagai jenjang pemerintahan baik itu Kabupaten/Kota, Provinsi, apalagi Pusat.

Masyarakat kita juga sepertinya sudah legowo dan memaklumi betapa sempitnya ruang fiskal untuk perbaikan infrastruktur terutama jalan dan jembatan. Belum lagi kalau dikorupsi, misalkan. Hal ini karena rendahnya tingkat kemandirian fiskal daerah dan masih bergantung pada transfer pemerintah pusat. Maka jika kita perhatikan rata-rata alasan dari pemerintah setempat "belum" melakukan perbaikan jalan yang rusak dikarenakan anggaran yang terbatas. Terdengar sangat masuk akal. Pertanyaannya, "apakah setiap periode dalam pengesahan Anggaran benar-benar tidak ada ruang khusus untuk perbaikan jalan ?". Jawabannya mungkin ada. Namun bisa jadi saking banyaknya jalan yang rusak di daerah tersebut, ada banyak titik wilayah yang harus menunggu sampai belasan hingga puluhan tahun untuk diperbaiki. Atau "apakah karena di korupsi ?" Semoga saja tidak demikian.

Kita tentu tahu percis bahwa akses jalan yang baik diperlukan untuk mendorong kegiatan perekonomian serta kebutuhan vital untuk keterjangkauan masyarakat kepada akses publik seperti pendidikan dan Kesehatan. Sampai kapan kita masih akan melihat anak-anak  di berbagai wilayah di Indonesia harus bergalantungan di jembatan tak layak bertaruh nyawa untuk sampai sekolah. Masihkan kita juga harus mendengar seorang ibu hamil yang harus ditandu karena jalan yang tak bisa di akses oleh kendaraan. Pemerintah dari level kabupaten/kota, provinsi, dan pusat harus bersinergi menuntaskan masalah jalan rusak ini. Satu sisi, hal paling krusial yang harus dipikirkan oleh setiap pemerintah daerah adalah meningkatkan ruang fiskal daerah sebesar-besarnya untuk mencapai kemandirian dan lepas dari ketergantungan pusat. Sehingga, ruang fiskal yang besar bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki jalan bahkan membangun akses jalan yang belum ada. Sehingga, masyarakat tidak perlu lagi sabar menunggu perbaikan jalan hingga berpuluh tahun apalagi harus patungan. Satu lagi, Jangan ada korupsi tentunya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun