Fakta tentang stunting
Stunting adalah bentuk gagalnya pertumbuhan pada balita dengan tumbuh pendek yang merupakan dampak akumulasi dari ketidakcukupan gizi yang berlangsung mulai kehamilan hingga usia 2 tahun. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2018), Stunting merupakan kondisi dimana panjang atau tinggi badan balita yang kurang jika dibandingkan dengan umurnya (Nursyamsiyah, Sobrie, & Sakti, 2012).  Penelitian ahli sebelumnya menunjukkan bahwa permasalahan gizi pada anak (pendek, kelebihan berat badan, PTM) dimulai dari tumbuh kembang janin hingga berusia 2 tahun. Kekurangan gizi dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan, menyebabkan kelainan pada bentuk tubuh, meskipun gen yang ada di dalam sel mampu berkembang secara normal. Stunting dapat terjadi pada anak secara tidak disadari oleh para calon orang tua, adanya beberapa faktor yang bisa menyebabkan terjadinya stunting yaitu minimnya pengetahuan calon orang  tua terkait persiapan gizi pada  saat kehamilan dan  1000  hari  setelah  anak  lahir, ketidakfahaman  orang  tua  dalam  memilih  pola  asuh, kondisi  berat  badan  lahir  rendah,  dan  hal  yang  paling  umum yaitu status ekonomi keluarga (Ariati, 2019).Â
Menurut hasil Survei Kesehatan Indonesia 2023 yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan, prevalensi stunting di Indonesia saat ini di angka 21,5%. Angka ini hanya turun 0,1% dari data Survei Status Gizi Balita Indonesia tahun 2022 yang sebesar 21,6%.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) menyelenggarakan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) dengan tujuan mengukur sasaran 4 status gizi, yaitu stunting, wasting, underweight dan overweight. Menurut hasil SSGI, prevalensi stunting di Indonesia mengalami penurunan dari 24,4% pada tahun 2021 menjadi 21,6% pada tahun 2022. Namun angka tersebut masih jauh dari target negara tahun 2024 sebesar 14% (Kementerian Kesehatan, 2023).
Sebagian besar provinsi di negara ini masih menghadapi masalah serius terkait stunting. Tingkat prevalensi menunjukkan bahwa semakin rendah persentasenya, semakin sedikit kasus stunting yang terjadi di wilayah tersebut. Berdasarkan publikasi terbaru The Joint Malnutrition Estimates (JME) oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 2021, ditemukan bahwa angka prevalensi stunting di Indonesia mencapai 31%. Temuan ini menunjukkan bahwa dalam skala global, Indonesia memiliki tingkat stunting yang sangat tinggi karena angka prevalensinya melebihi 30% (World Health Organization, 2021).
Apa saja faktor penyebab stunting?
Penyebab stunting pada anak disebabkan oleh banyak faktor yang terdiri dari faktor langsung maupun tidak langsung, yaitu asupan gizi balita, adanya penyakit infeksi, faktor ibu dengan nutrisi buruk selama prakonsepsi, kehamilan dan laktasi, faktor genetik, pemberian ASI eksklusif, ketersediaan pangan, faktor sosial ekonomi, faktor tingkat pendidikan ibu, pengetahuan gizi ibu dan faktor lingkungan.
Bagaimana gejala stunting?
Gejala stunting dapat dikenali melalui fisik dan perkembangan anak. Anak yang mengalami stunting umumnya memiliki tinggi badan lebih pendek dibandingkan anak seusianya serta berat badan yang lebih rendah. Selain itu, mereka juga cenderung mengalami kesulitan belajar dan penurunan tingkat fokus. Keterlambatan perkembangan motorik, seperti berjalan atau berbicara, juga sering terjadi, disertai dengan pertumbuhan tulang yang tertunda. Anak yang mengalami stunting biasanya memiliki daya tahan tubuh yang lemah sehingga lebih rentan terhadap penyakit. Secara sosial, mereka cenderung lebih pendiam. Dalam jangka panjang, anak perempuan yang mengalami stunting berisiko mengalami keterlambatan menstruasi pertama. Selain itu, tahapan tumbuh kembang lainnya, seperti kemampuan bicara, berjalan, dan tumbuh gigi, juga bisa mengalami keterlambatan. Bahkan, stunting dapat berdampak pada tingkat kecerdasan, di mana anak yang mengalami stunting umumnya memiliki IQ lebih rendah dibandingkan anak normal (Margawati, A. dkk., 2022; Kemenkes, 2018).
Apa saja faktor risiko dari stunting?
Stunting memiliki beberapa faktor risiko. Yang pertama faktor Ibu. Asupan gizi yang buruk selama kehamilan, termasuk berat badan ibu yang tidak meningkat secara signifikan, dapat menghambat pertumbuhan janin. Selain itu tingkat pendidikan yang rendah pada ibu berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi dan perawatan anak, yang berkontribusi terhadap stunting.Â
Kedua faktor anak, anak yang lahir dengan berat badan rendah dan tidak mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan dapat menyebabkan kekurangan nutrisi penting bagi pertumbuhan.Â
Ketiga faktor lingkungan. Keluarga dengan pendapatan rendah seringkali memiliki akses terbatas terhadap makanan bergizi dan layanan kesehatan, meningkatkan risiko stunting pada anak. Dan juga lingkungan dengan sanitasi yang buruk dan akses terbatas ke air bersih berkontribusi terhadap infeksi yang dapat mengganggu pertumbuhan anak.Â
Dan yang keempat adalah faktor kesehatan. Riwayat penyakit seperti diare kronis dan infeksi saluran pernapasan atas memiliki hubungan signifikan dengan kejadian stunting.