Kota selama ini dikenal sebagai tempat konsumsi bukan produksi. Sebagian besar kebutuhan pangan datang dari luar kota bahkan dari daerah yang berjarak ratusan kilometer. Tapi kini, ketika tantangan rantai pasok dan ketahanan pangan makin kompleks, kota tak bisa lagi hanya bergantung pada desa. Konsep urban farming hadir sebagai salah satu solusi masa depan yang menghadirkan produksi pangan di tengah hiruk-pikuk perkotaan.
Urban farming atau pertanian perkotaan, secara sederhana adalah sebuah upaya menanam dan menghasilkan pangan di area kota baik pekarangan, atap gedung (rooftop), balkon, bahkan dinding vertikal. Masyarakat mulai menyadari bahwa krisis pangan dan perubahan iklim tidak bisa hanya diserahkan kepada petani di desa tetapi kota juga harus ikut menanam.
Pandemi COVID-19 membuka mata banyak orang. Ketika distribusi logistik terganggu dan pasar ditutup, banyak keluarga kota mulai menanam sayur sendiri, meski di lahan sempit. Ini bukan hanya soal ketersediaan makanan, tapi juga soal rasa aman. Urban farming memberi warga kota kendali atas pangan mereka sendiri.
Lebih dari itu, urban farming juga menjawab masalah lain: limbah organik dan polusi. Kompos dari sampah dapur bisa menyuburkan tanah. Tanaman di balkon bisa menyerap karbon dioksida dan menurunkan suhu mikro. Di beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung, atau Yogyakarta, komunitas urban farming tumbuh dan saling belajar dalam jejaring berbasis solidaritas pangan.
Namun, potensi urban farming belum sepenuhnya digarap serius. Pemerintah kota masih minim regulasi pendukung, seperti insentif bagi bangunan yang menyisakan ruang hijau produktif, atau edukasi pertanian perkotaan berbasis sekolah dan komunitas. Padahal, dengan perencanaan yang baik, urban farming bisa menjadi bagian dari sistem pangan kota yang berkelanjutan.
Kota masa depan bukan hanya harus mandiri energi dan teknologi, tapi juga mandiri pangan. Urban farming bukan sekadar hobi, tapi langkah strategis menghadapi krisis. Ini tentang membalik logika kota yang dari hanya menjadi konsumen tetapi juga menjadi produsen. Dari hanya menunggu pasokan datang, menjadi penanam harapan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI