Mohon tunggu...
Ade Surya
Ade Surya Mohon Tunggu... Mahasiswa/Universitas Riau

Halo, perkenalan nama saya Ade Surya, saya mahasiswa semester III Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Menjadi Tahanan di era digital, Potret Buram WNI dalam jaringan judi Online di Kamboja

25 September 2025   17:48 Diperbarui: 25 September 2025   17:54 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. FreePik. Gambar : Gambling 

Kasus WNI yang dijebak menjadi pekerja judi online di Kamboja dalam beberapa tahun terakhir menjadi sorotan publik Indonesia. Fenomena ini bukan hanya menyangkut soal penipuan tenaga kerja, tetapi juga menyentuh aspek kemanusiaan yang lebih dalam yaitu, bagaimana warga negara kita bisa terjerumus dalam praktik kerja paksa yang memanfaatkan kerentanan sosial dan ekonomi masyarakat. Kisahnya selalu berulang dan hampir seragam. Perekrut tenaga kerja menawarkan pekerjaan dengan gaji yang tinggi, biasanya di bidang teknologi atau administrasi digital. Tawaran tersebut diumumkan melalui media sosial, grup aplikasi seperti whatsapp, facebook atau jaringan perantara yang tampak meyakinkan (Batampos, 2023). Setelah tiba di Kamboja, para korban baru menyadari bahwa pekerjaan mereka bukanlah yang dijanjikan. Mereka dipaksa menjadi operator atau admin judi online dengan jam kerja Panjang hingga 12 jam per hari. Paspor korban ditahan, akses komunikasi dengan keluarga dibatasi, dan ancaman kekerasan kerap diberikan agar mereka tidak melawan.

Beberapa laporan menyebutkan bahwa para korban harus hidup di asrama tertutup dengan penjagaan ketat. Bahkan, ada yang menceritakan keberadaan anjing penjaga dan pria bersenjata yang siap bertindak jika ada yang mencoba kabur (BBC News, 2022). Situasi ini menjadikan para korban seperti tahanan digital yang bukan hanya terjebak secara fisik, tetapi juga secara sosial dan psikologis. Melansir dari InfoPublik.id. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri dan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BPPMI) telah melakukan upaya evakuasi dan pencegahan. Namun, faktanya di lapangan menunjukkan jumlah kasus terus bertambah, menandakan bahwa permasalahan ini bukan sekadar insiden, melainkan bagian dari jaringan kriminal transnasional yang rapi dan terorganisir.

DIAGNOSIS KASUS

Jika kita melihat dari kacamata Patologi Sosial, terdapat sejumlah gejala yang jelas yaitu pertama, munculnya trend meningkatnya WNI yang direkrut ke Kamboja untuk bekerja dalam sektor judi online. Data dari Kementerian Luar Negeri mencatat adanya lonjakan pendaftaran warga yang meminta perlindungan konsuler (Medcom.id, 2024). Kedua, adanya modus rekrutmen yang konsisten. Korban ditawari pekerjaan resmi, seperti staff IT atau admin media sosial. Namun, begitu sampai di Kamboja, mereka dipaksa melakukan pekerjaan yang sama sekali berbeda dan ilegal (Kompas.com, 2022).

Melansir dari AntaraNews, Keterputusan dengan dunia luar juga menjadi gejala yang sering kali dialami oleh pekerja yang menjadi korban human trafficking. Para korban sulit melapor atau meminta pertolongan karena pengawasan ketat dan ancaman. Bahkan, ada kasus di mana korban harus membayar denda jika ingin keluar dari pekerjaan tersebut.

ANALISIS PENYEBAB

Untuk memahami akar masalah ini, dalam kacamata Sosiologi, kita dapat menggunakan Teori Disorganisasi Sosial, yang menekankan bahwa setiap kejahatan muncul karena lemahnya mekanisme pengawasan sosial dan disfungsi lembaga sosial. Dari sisi individu, kita dapat melihat bahwa banyak korban yang terjebak karena kurangnya literasi digital dan minimnya pengetahuan mengenai prosedur resmi penempatan kerja ke luar negeri. Tawaran gaji besar sering kali membuat mereka lengah dan tidak melakukan pengecekan yang mendalam (BBC Indonesia, 2025).

Menurut AntaraNews 2025, faktor ekonomi juga menjadi salah satu pendorong utama. Banyak dari korban berasal dari keluarga dengan kondisi keuangan yang terbatas. Dorongan untuk membantu orang tua atau memperbaiki kehidupan menjadi alasan yang kuat dalam menerima tawaran kerja di luar negeri meski tanpa prosedur resmi. Dari sisi masyarakat, budaya yang menekankan kesuksesan materi turut juga berperan. Nilai-nilai sosial sering kali menilai keberhasilan dari harta dan pendapatan. Hal tersebut melahirkan sebuah dorongan untuk mencari jalan pintas menuju kesejahteraan, meskipun melalui jalur yang meragukan.

Selain itu, terdapat kontradiksi yang besar. Indonesia melarang praktik judi online secara tegas, sedangkan di Kamboja regulasi cenderung longgar (Komdigi, 2024). Ketidaksingkronan hukum inilah yang membuat banyak korban terjebak dalam ruang abu-abu. Lemahnya pengawasan juga menjadi hal pendukung, pengawasan pemerintah terhadap perekrutan tenaga kerja ilegal membuka celah bagi sindikat untuk bergerak bebas (BBC Indonesia, 2025). Kesenjangan upah antara Indonesia dan negara tujuan membuat tawaran gaji belasan juta rupiah di luar negeri terlihat sangat menggiurkan. Sindikat kriminal sering kali memanfaatkan kesenjangan ini untuk menarik tenaga kerja dengan iming-iming kesejahteraan (BP2MI, 2025)

DAMPAK KASUS

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun