Mohon tunggu...
Adelya Putri N 25_053
Adelya Putri N 25_053 Mohon Tunggu... Mahasiswa

Halo

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Kampus Hijau Bukan Sekedar Slogan

7 Oktober 2025   12:45 Diperbarui: 7 Oktober 2025   12:45 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Setiap kampus senang disebut "kampus hijau". Tapi, pernahkah kita bertanya: apakah kampus kita benar-benar se-hijau itu?

Di balik pepohonan rindang dan taman yang indah, sering kali masih ada tumpukan sampah plastik di pojok kantin. Lampu kelas tetap menyala meski ruangan kosong. Dan ya... gelas kopi plastik dari kantin masih bertebaran di mana-mana.

Masalah lingkungan di kampus bukan hal baru, tapi tetap jadi isu yang aktual dan penting. Aktivitas akademik dan organisasi sering meninggalkan banyak limbah --- mulai dari botol air mineral sekali pakai, spanduk, hingga wadah makanan. Ironisnya, semua itu terjadi di tengah kampanye "go green" yang gencar digaungkan.

Kertas juga jadi isu klasik.
Padahal sudah ada sistem digital dan Learning Management System (LMS), tapi tugas kuliah masih sering diminta dalam bentuk cetak. Bayangkan berapa banyak kertas yang terbuang setiap semester hanya untuk tugas! Padahal dengan mengumpulkan tugas lewat daring, kampus bisa menghemat banyak sumber daya.

Energi pun tak kalah penting.
Pendingin ruangan (AC) menyala di ruang kosong, lampu dibiarkan hidup seharian, dan charger menempel tanpa digunakan. Hal-hal kecil ini terlihat sepele, tapi dampaknya besar bagi penggunaan energi kampus.

Namun, kabar baiknya: sudah mulai banyak kampus di Indonesia yang bergerak menuju hijau sungguhan.

Ada yang melarang penggunaan plastik sekali pakai di kantin, mendirikan bank sampah, bahkan membuat program green volunteering yang melibatkan mahasiswa. Ini bukti bahwa perubahan bisa dimulai dari langkah kecil --- asal ada kesadaran bersama.

Tapi, "kampus hijau" tak bisa dibangun hanya dengan acara tanam pohon seremonial. Yang lebih penting adalah menciptakan budaya berkelanjutan --- sustainable culture --- di lingkungan kampus.
Hal-hal sederhana seperti membawa botol minum sendiri, mematikan listrik saat tak digunakan, hingga memilah sampah sesuai jenisnya adalah bentuk nyata dari perubahan kecil yang berdampak besar.

 Mahasiswa punya peran penting!
Kita bukan hanya penerima fasilitas kampus, tapi juga motor penggerak perubahan. Lewat organisasi, media kampus, atau aksi sosial, mahasiswa bisa mengingatkan dan mendorong pihak kampus agar lebih serius menerapkan kebijakan ramah lingkungan.

Kampus seharusnya jadi contoh bagi masyarakat. Tempat ilmu pengetahuan tumbuh seharusnya juga jadi tempat di mana kesadaran ekologis hidup --- bukan hanya lewat teori, tapi lewat kebiasaan nyata.

 Karena sesungguhnya, kampus hijau bukan sekadar slogan di spanduk, tapi sikap yang kita tunjukkan setiap hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun