Mohon tunggu...
Novi Ana Rizqiani
Novi Ana Rizqiani Mohon Tunggu... Lainnya - The Little who has The Big Dream

| Jika ada kebaikan dari akun ini, semata datangnya dari Allah swt | Izinkan aksara menari kala suara mulai senyap |

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kelana Roda Tak Bertuan

16 Oktober 2020   21:05 Diperbarui: 16 Oktober 2020   21:05 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Geliat fajar meninggalkan sepenggalah hari sesaat menghantarkan surya dari peraduannya. Lingkaran langit mulai bergumul di jutaan residu. Tiap-tiap mata menghunuskan pandangan pada akselerasi arloji yang terpacu dalam rotasi. Semilir angin menelusup selasar tingkap bermaterialkan papan. Juru mudi menyulapnya demi berakhirnya peluh di antara sesak para kelana. Kala berdansa dengan liku yang terkoyak, kemudi dikendalikan ke kanan dan ke kiri sebaik mungkin. Roda tak bertuan kali ini menopang beberapa kelana. Jok tanpa laminasi kulit itu terhempas oleh kami dengan tiga pada formasi yang berisikan enam serta dua pada formasi yang berisikan empat. Kami memiliki shift haluan yang tidak sama. Trayek yang dilewati cukup berliku dan menganga serta melangkahi beberapa rayon kabupaten. Tampak olehku wajahnya yang sumringah saat ia mendapati rekannya sekampung menaiki roda tua itu. Cukup juga membayar seribu perkara yang menapaki jurnalnya. Liku yang luntur, harga bahan bakar, pengejaran omset harian, penurunan jumlah peminat, pemboikotan, transportasi berbasis daring, hingga pandemi. Tanpa pilihan dan kompromi, sejarah serta nelangsa menjadi kawan lama dalam alurnya. Demi kepulan perapian jingkir. Beragam kelana telah dihantarkan dengan baik. Para penganggum dasi, penikmat branded, penggemar bakiak. Separuh wajah menghiasi memori sebagai cikal sirkuler permanennya. Tak ayal juga, separuh dari kami memilih wahana lain. Mengingat keamanan dan atribut kelengkapan belum menjadi juara satu. Kesan maha mewah terlampau jauh dari imaji. Sederhananya, hanya doa dan mawas diri yang mampu mengunci setiap jejak.

Pengembaraanku kali ini memakan waktu hampir sembilan puluh menit, pun jika si komo masih ternyenyak. Kudapati sang empunya berbincang dengan rekannya itu. Berdiskusi mengenai BANSOS atau pembicaraan renyah lainnya. Satu per satu kelana singgah pada masing-masing halte. Kini tinggal aku dan pak juru yang berada dalam roda tak bertuan. Sesekali daku berceloteh, “Selama pandemi gimana pak tarikannya?”. Olehku terlihat sedikit guratan-guratan menua wajahnya, saat menoleh melalui kaca yang berada tepat di atas dashboard. “Ya begini neng, orang pada takut keluar. Kadang buat setoran aja ga cukup. Apalagi kalau pabrik pada libur. Ini udah dua minggu pabrik X tutup.” ujarnya dengan logat sunda yang kental. “Tapina mah urang bersyukur neng. Anu lain teh, BOSna menta naik setoran. Lamun urang heunteu. Alhamdulilah, kadang sok teu nanaon. Ari teu bisa setoran.”. Ku simak saksama sesaat persaksian hidupnya. Mendengarkan adalah pintas terbaik yang dapat kulakukan kala itu.

 “Semoga lekas berakhir enya pak. Sing sabar, ieu teh teguran sareng ujian.” balasku kepadanya. Sebagai informasi ruteku kala itu adalah TERMINAL CILEUNGSI - CITEUREUP, tarifnya cukup murah hanya merogoh kocek delapan ribu rupiah. Lebih baik siapkan uang pas ya. Namun jika rekan-rekan berkenan, silahkan sisihkan beberapa rupiah untuk mereka. Dimana pun dan kemanapun jurusan persinggahan kalian. “Pak, saya teh mau ke cibinong. Habis ini naik apa lagi ya pak.” tanyaku. “Oh..neng naik 08, tapi naiknya jangan dari sini. Ngetemnya suka lama neng. Nanti bapak turunin di jagorawi biar cepat.” jawabnya. “Heueuh..muhun teu nanaon ieu.Nuhun enya Pak.”.  Identitas khas para empunya roda tak bertuan ini menolong jutaan kelana sepertiku. Kefasihannya menjadi kompas sahih bagi kaum yang tidak terlalu percaya dengan peta daring. Selain sebagai pemandu tanpa bea, mereka juga dengan senang hati menunjukkan kepada kami rute-rute denggan akses tercepat. Rantai moda yang diinformasikan menjadi pilihan terbaik bagi kami. Kota berlabelkan sejuta angkutan ini, memang belum memiliki layanan terintegrasi seperti JAKLINGKO yang dimiliki oleh Jakarta. Namun tidak perlu khawatir, pada setiap persimpangan kalian akan mendapati angkutan dan moda transportasi yang saling terjalin. Sebagai informasi, bagi rekan-rekan yang ingin menikmati penjelajahan bersama JAKLINGKO. Transaksi hanya menggunakan jakcard atau jaklingko card, juru mudi tidak akan menerima uang tunai. Jadi usahakan ya sobat permudah mereka. Kadangkala para juru mudi juga melakukan penjualan kartu. Tapi sebagai antisipasi lebih baik kalian siapkan lebih awal. 

Binar mentari vertikal dengan siluet tubuhku. Pagi sudah enggan bercengkrama dengan hari. Juru mudi terus berpacu dalam lintasannya.  Tanpa disadari sudah kurampungkan separuh pengembaraan. “Kiri bang..” kuberikan satu lembar bergradasi ungu berlanggam Taman Nasional Wakatobi. Lalu dibarter olehnya dengan satu lembar bergradasi cokelat berlanggam Gambyong.  Sebagai informasi, bagi rekan-rekan yang ingin melakukan perjalanan ke KOTA Bogor melalui Cibinong dengan menggunakan angkutan umum. Bisa menggunakan trayek 08 atau bus, yang keberadaannya dapat kalian jumpai pada bawah Jalan Layang Jagorawi. Tepatnya sebelum pintu masuk tol Citeureup. 

Sejatinya wahana ini tetap tak termamah waktu. Separuh dari kami masih menanti wajah primadonanya. Meski keraguan menari dalam pandemi. Kekinian terus menggerus dan menganga. Mobilisasi tanpa henti rayon-rayon berambu. Tertatap kelana tanpa sekat. Namun, roda tak bertuan akan menetap dalam identitasnya. Sebab manakala keberadaannya enyah, gusar kami, kerananya menggiling pundi kami setebal ari.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun