Mohon tunggu...
Adeltus Lolok
Adeltus Lolok Mohon Tunggu... PNS -

Pendiri http://howmoneyindonesia.com. Berkarya sebagai aparat dan pelayan masyarakat; pecinta alam, seni, dan keunikan manusia. Senang menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bekerja Lebih Lama, Belum Tentu Lebih Baik

29 September 2015   22:43 Diperbarui: 2 Oktober 2015   21:50 1115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejumlah kantor menginstrukskan kepada pegawainya untuk menambah jam kerja, melebihi jam kerja normal. Walaupun sebetulya mereka sudah masuk lebih awal, tetapi para pimpinan sepertinya masih beranggapan bahwa jam kerja tersebut kurang. Diharapkan, dengan menambah jam kerja, target-target akan tercapai.

Apakah betul demikian? Belum tentu.

Lebih 80 tahun lalu, filsuf Inggris, Bertrand Russel dalam essaynya yang berjudul “In Praise of Idleness”, menulis bahwa sebetulnya orang memerlukan hanya 4 jam kerja sehari untuk mengurus segala keperluan. Ia meramalkan bahwa teknologi akan semakin memudahkan manusia dan menjauhkan dari segala kerepotan. Hal senada diungkapkan oleh ekonom ternama John Maynard Keynes lewat essay "Economic possibilities for our grandchildren" (1930), ia menyatakan bahwa orang akan bekerja kurang dari 15 jam per minggu di tahun 2030. 

Apakah ramalan tersebut bakal terbukti? Bisa ya bisa tidak. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa fenomena gila kerja justru meningkat di beberapa tempat. Bisa karena keinginan pribadi, tetapi tidak jarang pula karena tuntutan peraturan kantor. Gila kerja atau kantor gila?

Menariknya, ternyata persoalan jam kerja ini tidak selalu berkaitan dengan produktifitas atau kinerja yang bagus. Jam kerja lebih lama, tenyata hasilnya tidak selalu lebih banyak. Data dari kelompok negara-negara OECD (Organization for Economic Co-operation and Development), menunjukkan bahwa sebetulnya banyak negara maju yang terus mengurangi jam kerjanya. Jam kerja mereka kini jauh lebih sedikit dibanding tahun 1990. Mereka menyimpulkan bahwa semakin produktif seseorang - dan tentu saja semakin tinggi gajinya, semakin sedikit waktunya dihabiskan ditempat kerja.

Diantara member OECD, Yunani dan Jerman bisa menjadi kasus menarik. Yunani mencatat rata-rata jam kerja pegawai/karyawan adalah lebih 2000 jam per tahun. Sementara itu pekerja di Jerman hanya menghabiskan sekitar 1400 jam per tahun, tetapi ternyata pekerja Jerman 70% lebih produktif dibanding pekerja di Yunani. Meski sudah bekerja mati-matian, Yunani kini malah tercatat sebagai negara bangkrut yang mengemis bantuan sekitarnya; sementara Jerman menjadi negara makmur dnegan ekonomi terkuat di Eropa.

Dari data jam kerja OECD terlihat bahwa Jerman sekelompok dengan negara-negara makmur seperti Norwegia (1408), Belanda (1421) dan Denmark (1438)..jam kerjanya lebih sedikit. Negara-negara tersebut, selain makmur dan produktif, juga dikenal memiliki masyarakat dan kehidupan yang sangat tenang dan sejahtera.

Rajin belum tentu pangkal kaya...

Tentu saja akan ada perdebatan atau pertentangan. Karena produktifitas tentu berkaitan dengan banyak hal pula. Bisa juga muncul pertanyaan bahwa bisa saja dengan gaji tinggi, niat orang untuk bekerja lebih keras bisa berkurang. Ataukah sebaliknya, gaji tinggi bisa mendorong orang bekerja lebih keras dengan mengorbankan waktu istirahat dan kehidupannya.

Namun di sisi lain terlihat bahwa orang Amerika yang berpenghasilan tinggi, justru bekerja lebih lama. Sebuah tulisan Robert R Francis (2002) berjudul "Why High Earners Work Longer Hours" menyebut bahwa jam kerja orang kaya Amerika meningkat sementara jam kerja dikalangan miskin justru menurun.

Namun sebuah studi yang dirilis oleh Komisi Produktifitas Selandia Baru yang mengukur produktifitas ekonomi dan masing-masing industri di negara itu menyatakan bahwa meskipun seseorang bekerja lebih lama, tidak berarti ia bekerja lebih baik. Selandia Baru rupanya gerah karena produktifitasnya waktu itu tergolong pada 3 terendah di alangan anggota OECD. Studi ini menemukan bahwa jam kerja di negara tetangganya yaitu Australia sedikit tetapi menghasilkan lebih banyak alias rupanya jauh lebih produktif, dan tentu saja membuat Australia lebih efisien dan maju.

Hal ini tentu membuat kita perlu berpikir lagi tentang berapa lama sebetulnya jam kerja yang pas. Namun pendapat Russell bahwa "bekerja lebih sedikit akan menjamin kebahagiaan hidup, bukannya saraf tegang atau kecemasan" bisa menjadi salah satu faktor pendorong produktifitas. Demikian juga pendapat Adam Smith nan kesohor itu patut disimak:

"...man who works so moderately as to be able to work constantly, not only preserves his health the longest, but in the course of the year, executes the greatest quantity of works"

Bekerja dengan jam kerja yang pas secara teratur bisa membuat seseorang lebih sehat, sehingga dalam jangka waktupanjang sebetulnya menghasllkan lebih banyak pekerjaan.

Meski tahu bahwa jam kerja lama tidak akan selalu bermanfaat dalam jangka panjang, banyak pihak yang mengejar kinerja dan memilih kebijakan jalan pintas ini. Bisa jadi tidak melulu untuk produktifitas, tetapi demi citra supaya terlihat seolah lebih rajin. Atau persiapan menjadi alibi bila prestasi tidak tercapai. "Kami sudah bekerja lebih keras, Anda lihat kami lembur setiap hari...tetapi apa daya... kami sudah berusaha...bla bla..."

Bekerja lebih lama, bukan berarti bekerja lebih baik bukan? Mungkin memang yang diperlukan adalah bekerja cerdas dan efisien. Karena jam kerja lebih tinggi ternyata tidak selalu berarti lebih baik dan tidak pantas jadi ukuran kinerja.

Hmmm...sepertinya ada yang mau studi banding ke Jerman nih soal jam kerja...

Selamat berkarya Guys...

Thx to: The Economist, OECD, etc...

(Picture credit: Thenextweb.com)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun