Mohon tunggu...
Adelia TriEka
Adelia TriEka Mohon Tunggu... Freelancer - Pengelana

Amuk itu adalah Angkara dungu yang gemar memangsa hati

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Misteri Suara Ubus

17 Desember 2018   16:29 Diperbarui: 17 Desember 2018   16:39 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

By Succubus

"Kita putus!"

"Lagi? Hai tidak. Aku masih mencintaimu, sayang."

"Pacaran denganmu itu membosankan, Bus. Tidak ada gregetnya."

"Oh mayong."

Pria itu pergi begitu saja meninggalkan Ubus sendirian dengan gejolak emosi, yang sedang berkolaborasi menjadi satu.

Tetapi, Ubus hanya menangis di pinggiran kereta, sambil meratapi nasibnya sendiri yang keliwat bodoh. Kemudian datang kereta mengejeknya dari kejauhan, untuk sebuah penawaran bunuh diri.

"Ubus, jadi mau mati tidak? Badanku lama tidak menikmati tubuh manusia. Apalagi secantik dirimu."

"Mauuuu. Ayo kereta tabraklah aku."

Saat kereta hampir saja menabrak tubuh mulus Ubus, yang aslinya tanpa formalin, tiba-tiba angin menerbangkan tubuhnya hingga masuk ke dalam hutan.

"Shit! Hai angin kenapa menolongku. Padahal tadi aku bisa langsung mati."

"Karena kau masih kucintai, Ubus. Aku masih ingin melihat kau merutuki dunia. Jika kau mati, siapa lagi yang akan kudengarkan suara rutukannya. Kaulah gadis angkara murka yang bikin duniaku sedikit terhibur."

"Hai! What's? Aku kau anggap hanya penghibur saja?"

"Sudahlah, Ubus. Jangan teriak-teriak lagi. Seluruh hutan terganggu tuh!" Kata dedaunan hijau.

Ubus melihat keadaan hutan yang mulai sedikit gundul di sebelah kanan. Dan sebelah kiri serupa terjangkit penyakit erosi yang lumayan parah. Sedangkan di tempatnya berpijak hijaunya membuat mata terpesona..

"Apa ini semua karena aku?"

"Ya! Jika kau tidak menggangu habitat alam akibat emosi yang kau lontarkan ketika putus cinta. Maka. Hutan ini akan baik-baik saja. Kau ingat tahun kemarin? Pepohonan habis kau telan hingga botak dan akhirnya timbul banyak bencana alam. Dan tahun ini kau melahap hutan dalam jangka waktu yang sangat singkat. Kau harus tanggung jawab atas hijaunya kami, setelah itu barulah kau mati." Bagian alam sebelah kanan bersuara.

"Haits! Ini berat."

"Tenang, Ubus. Ada aku." Elemen tanah mencoba untuk membuat Ubus merasakan adanya pertolongan.

"Hai! Kau jelek dan bau."

"Jangan lihat rupa tubuhku. Tapi ketulusan yang ada di hari ini "

"Ok fixs!"

Akhirnya Ubus dan elemen tanah berkolaborasi memperbaiki habitat alam. Dalam dua dekade, alam kembali normal. Ubus akhirnya mau melanjutkan untuk rencana bunuh diri yang tertunda dulu di gerbong kereta tempo hari.

Saat tubuh Ubus sudah siap menanti kereta sampai seminggu lamanya. Dia tak juga mati. Bahkan tak satupun kereta yang menyentuhnya. Padahal dia sudah berada di Jalur yang tepat.

"Cut! Sutradara. Kenapa Ubus tidak mati juga?"

"Haduh Ubus. Coba pegang pohon pisang. Bisa tidak?"

Ubus memegang pohon pisang dan dia terkejut bukan kepalang.

"Sutradara, kapan aku mati?"

"Sudah dua dekade yang lalu. Ingatlah saat kau membakar hutan Bayau itu?"

Ubus mengingat-ingat kembali masa itu dan dia terkejut bukan kepalang. 

"Pelakunya adalah angin!"

"Hahahahahaha." Angin segera pergi dari hadapan Ubus, yang tiba-tiba menjadi api yang sangat  merah. 

"Anginnnnnn! Kau telah mengadali aku!"

Gema suara Ubus hingga kini menjadi misteri gunung Merapi yang setiap malam mencari korban. Untuk keturunan angin. Waspadalah! Sebab kali ini Ubus lebih buas dari harimau kelaparan.

Bekasi, 17 Desember 2018.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun