"Karena kau masih kucintai, Ubus. Aku masih ingin melihat kau merutuki dunia. Jika kau mati, siapa lagi yang akan kudengarkan suara rutukannya. Kaulah gadis angkara murka yang bikin duniaku sedikit terhibur."
"Hai! What's? Aku kau anggap hanya penghibur saja?"
"Sudahlah, Ubus. Jangan teriak-teriak lagi. Seluruh hutan terganggu tuh!" Kata dedaunan hijau.
Ubus melihat keadaan hutan yang mulai sedikit gundul di sebelah kanan. Dan sebelah kiri serupa terjangkit penyakit erosi yang lumayan parah. Sedangkan di tempatnya berpijak hijaunya membuat mata terpesona..
"Apa ini semua karena aku?"
"Ya! Jika kau tidak menggangu habitat alam akibat emosi yang kau lontarkan ketika putus cinta. Maka. Hutan ini akan baik-baik saja. Kau ingat tahun kemarin? Pepohonan habis kau telan hingga botak dan akhirnya timbul banyak bencana alam. Dan tahun ini kau melahap hutan dalam jangka waktu yang sangat singkat. Kau harus tanggung jawab atas hijaunya kami, setelah itu barulah kau mati." Bagian alam sebelah kanan bersuara.
"Haits! Ini berat."
"Tenang, Ubus. Ada aku." Elemen tanah mencoba untuk membuat Ubus merasakan adanya pertolongan.
"Hai! Kau jelek dan bau."
"Jangan lihat rupa tubuhku. Tapi ketulusan yang ada di hari ini "
"Ok fixs!"