Oleh: Ade Imam Julipar
22-10-18
Dulu, saya kuat membaca buku 2 sampai 3 jam tanpa henti. Walaupun sering berganti-ganti posisi. Dari duduk, telentang, berbaring, duduk lagi. Bahkan tidak jarang sambil makan pun saya membaca. Kalau sambil berdiri belum pernah.Â
Itu dulu. Sebelum adanya internet. Atau lebih tepatnya, sebelum internet dengan mudah diakses. Sekarang ceritanya lain lagi. Saya paling kuat membaca 30 menit. Jika mencapai 30 menit itu sudah bisa dikatakan bagus. Seringnya kurang dari 30 menit. Mata cepat lelah. Seringkali saya tertidur dengan buku menutupi muka. Dan itu dilakukan tanpa sengaja. Rasa kantuk yang amat sangatlah penyebabnya.
Ada yang berubah memang. Fokus tidak lagi setajam dulu. Konsentrasi gampang sekali buyar. Dan tangkapan atas ide-ide pokok bacaan pun kadang menguap tak tentu arah. Bahkan ketika selesai membaca, tak lagi bisa mengingat dengan jelas apa yang baru saja dibaca. Ingatan samar-samar.Â
Kebetulan kemarin saya menemukan bukunya Nicholas Carr yang berjudul  The Shallows : Internet Mendangkalkan Cara Berpikir Kita? Di toko buku Metro Book Store--Serpong. Dengan hanya membaca sekilas judulnya saja, saya terprovokasi untuk membelinya. Sepertinya menarik untuk saya tuntaskan baca.
Semalam langsung saya hanyut dalam cerita dalam buku itu. Kesadaran saya seperti  terlecut ketika menemukan cerita dari Nicholas Carr. Apa pasal? Ternyata kondisi saya ketika membaca sekarang-sekarang ini sama persis dengan yang dialami Nicholas Carr.
Nicholas Carr mendeskripsikan bahwa internet telah menjadi sebab dari kemerosotan cara membaca buku. Dengan internet kita membaca dengan cara mengklik informasi-informasi yang kita butuhkan saja. Atau bisa juga dengan cara mengetik apa saja informasi yang kita butuhkan. Semua informasi yang disuguhkan bisa kita pilah dan pilih sesuai kebutuhan.
Berbeda dengan buku cetak yang biasa kita baca. Kita harus membaca sampai tuntas dari awal sampai akhir. Walaupun dengan hanya membaca cepat. Ini sangat berbeda ketika kita membaca di Internet. Kita lebih bebas memilih. Sedangkan di buku konvensional (cetak) tidak demikian.
Saya kutipkan saja sepenggal dari apa yang diceritakan oleh Nicholas Carr dalam bukunya.
".... Membaca buku (cetak) membuat kita dapat memfokuskan perhatian, mendorong aktivitas berpikir mendalam dan kreatif. Sebaliknya, Internet memaksa kita menelan informasi secara instan, cepat, dan massal, sehingga membuat pikiran kita mudah teralihkan. Kita menjadi terbiasa membaca serbakilat dan cepat menyaring informasi, tapi akibatnya kita juga kehilangan kapasitas kita untuk berkonsentrasi, merenung, dan berpikir mendalam...."
Memang teknologi bagai dua sisi dari satu pisau yang sama. Di satu sisi, dia bisa membantu manusia lebih efisien dan efektif. Tapi di sisi lain, ada hal yang harus dikorbankan untuk membayarnya.
Kemudahan mendapatkan informasi dari internet harus dibayar dengan kemampuan berpikir kita yang terkikis. Apakah ini harga yang pantas untuk sebuah teknologi yang memudahkan kita mendapat informasi?
Entahlah. Yang pasti, kemampuan berpikir kita jauh berbeda ketika kita membaca lewat buku cetak dengan ketika kita membaca lewat halaman-halaman web yang ada di Internet. Dan Internet telah merubah cara membaca kita sekarang ini .
Salam Dari Benteng Betawi
Â
Â