Oleh: Ade Imam Julipar
24-04-18
Semalam kebetulan saya nongkrong di warung kopinya Mpo Mimin yang punya kontrakan petak berderet. Seorang teman berkata bahwa tahun 2018 ini adalah tahun politik. Kemudian dia menyodorkan beberapa bukti kepada saya. Saya disuruh melihat status-status yang ada di media sosial , disana banyak sekali status-status yang membahas mengenai calon presiden, calon anggota dewan perwakilan rakyat, calon kepala daerah, dan calon-calon lainnya. Dan itu semua memang masuk dalam ranah politik. Jadi, tidak berlebihan teman saya yang satu itu mengatakan bahwa 2018 adalah tahun politik. Karena kenyataannya seperti itu  sejauh yang saya amati.
Saya teringat dua puluh tahunan yang lalu. Ada sebuah buku bersampul biru yang pernah saya baca dan sempat saya pelajari juga isinya walau hanya sedikit. Buku itu berjudul Dasar-Dasar Ilmu politik. Penulisnya Prof. Dr. Miriam Budiarjo. Buku ini saya beli di Gramedia Grage Mall Cirebon. Kalau tak salah ingat harganya cuma 8 ribu rupiah saja. Buku ini banyak membahas mengenai seluk beluk ilmu politik. Walaupun sangat dasar, tetapi lebih dari cukup untuk membawa pikiran pada pemahaman yang lebih baik mengenai apa itu politik.
Dalam salah satu babnya, buku itu membahas tentang trias politica. Sebuah konsep untuk memisahkan kekuasaan tidak pada satu tangan. Konsep ini kali pertama diintrodusir oleh Montesquieu.  Montesquieu adalah pemikir politik Perancis  yang hidup pada Era Pencerahan. Trias politica adalah sebuah konsep yang membagi kekuasaan dalam tiga bagian. Yang pertama kekuasaan menjalankan undang-undang. Yang kedua kekuasaan membuat undang-undang. Dan kekuasaan yang ketiga adalah mengawasi atau mengadili pelanggaran terhadap undang-undang.
Ketiga kekuasaan ini mutlak harus terpisah. Karena jika ada dalam satu tangan, maka yang terjadi adalah kekuasaan yang korup. Mungkin kita masih ingat adagium dari Lord Acton, seorang guru besar sejarah asal Inggris. Dia pernah mengatakan: Power tends to corrupt; absolute power corrupts absolutely definition. Dan ini saya hapal betul. Karena adagium ini juga ada dalam buku Dasar-Dasar ilmu politik-nya Miriam Budiarjo.
Dulu saya sengaja menghafalkan adagium ini. Saya hafalkan ini dalam Inggris. Kalau di-Indonesia-kan artinya kurang lebih seperti ini: Kekuasaan cenderung korup, Kekuasaan absolut sudah pasti korup. Ya, jangankan kekuasaan yang absolut, kekuasaan yang sudah terbagi menjadi tiga sesuai konsep trias politica juga masih banyak yang korup, apalagi kekuasaan absolut.
Tahun politik 2018 yang disebutkan teman saya itu ada kaitannya juga dengan trias politica. Karena kegaduhan dan keriuhan yang ada, itu tertuju pada dua kekuasaan dalam trias politica, yaitu: Kekuasaan eksekutif dan kekuasaan legislatif. Kekuasaan menjalankan undang-undang dan kekuasaan membuat undang-undang. Entah itu undang-undang tingkat nasional maupun lokal.
Sebetulnya konsep trias politica ini sudah sangat ideal untuk membentuk sebuah pemerintahan yang baik. Kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif masing-masing memiliki fungsi dan perannya sendiri. Tidak ada intervensi diantara ketiga kekuasaan itu. Tetapi dalam prakteknya, tetap ada yang bocor. Ada saja penyimpangan-penyimpangan terjadi. Kita dengan mudah melihat contohnya. Berapa banyak pejabat yang tertangkap KPK.
Bukan konsep trias politica-nya yang keliru, tetapi cara mencapai pada trias politica itu yang harus dibenahi. Orang ingin menjadi eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus berongkos, Sehingga yang terjadi Politik Biaya Tinggi, seperti yang pernah saya tulis dalam tulisan saya beberapa waktu yang lalu.
Jadi, trias politica adalah sebuah konsep yang ideal untuk menyelenggarakan sebuah pemerintahan yang bersih. Bahkan seiring kemajuan teknologi dan informasi, muncul sebuah kekuatan baru penyelenggaraan pemerintah.