Mohon tunggu...
Ade fitno
Ade fitno Mohon Tunggu... profesional -

Pemalas yang suka berfikir, si santai yang suka bekerja, si cuek yang bersikap ramah, si kalem yang suka senyum , si apa adanya yang niat berubah, si pendiam yang suka bercanda, dan si idealis yang objectif.. itulah saya. Me

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perspektif Kehidupan

26 Maret 2016   14:47 Diperbarui: 13 Juni 2016   17:01 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Katakanlah loe pernah berbuat nakal dalam hidup, loe pernah ngerugiin orang lain, loe brengsek, bahkan mungkin loe pernah melakukan hal hal di luar kewajaran norma kemasyarakatan. Lalu loe bertobat entah secara lisan maupun tulisan, namun banyak yang masih tidak menyukai loe baik secara langsung atau tidak langsung, menurut loe apakah itu adil ?

Inilah perspektif yang mau gue coba tuliskan dalam tulisan pendek yang mungkin ga bermutu bagi loe semua heee.

Hidup emang kadang ga adil (terasa) kawan, tapi rasa itu hanya bagian dari ketakutan yang belum tentu punya alasan yang kuat. Sering kali perasaan perasaan itu di tuntut oleh suasana hati, keadaan lingkungan serta dorongan dari orang orang terdekat yang membuat kita terjebak dalam ketidakadilan rasa tersebut. Ga fair rasanya ketakutan itu menjadikan kita cepat memutuskan segala sesuatu disebabkan oleh pendeskripsian hidup yang terburu-buru, lebih parah lagi jika kita sudah menyalahkan Tuhan untuk masalah sepele seperti ini.

Gue sendiri sering mengalami (rasa) ketidakadilan tersebut, dimana gue di kucilkan, di katakan orang yang sombong, orang yang ga mau bersahabat, orang yang ga mau bergaul dengan lingkungan, hanya karena dari prasangka-praduga yang belum jelas sumber informasinya. Disatu sisi gue benci suasana itu namun entah kenapa disisi lain gue bersyukur. 

Jujur gue akui banyak hal yang gue pelajari dari cara bersikap antar sesama seperti itu. Gue malah jadikan itu sumber inspirasi. Percaya ga percaya sering kali orang yang mengomentari kita adalah orang yg sebenarnya selalu jadi follower kita. alias mata-mata, tukang buntutin, kepoin or anggap fan fanatic loe ( ini buat bikin lo pede aja :d ). Dan di mindset gue tertulis bahwa semua omongan orang tersebut hanyalah bukti bahwa kita lebih bahagia dari mereka dan jelas mereka ga ada kerjaan untuk komentari hidup orang lain sementara kita tau hidup merekapun jelas-jelas ga lebih baik dari kita.

Namun gue benar-benar sedih jika perkataan dan teguran ataupun sindiran itu di sampaikan atau diucapkan oleh kemapanan dan keberhasilan orang-orang yang lebih baik dari gue. Dengan rasa malu gue pasti mengakui hal tersebut. Bagi gue steatment kebenaran benar adanya jika disampaikan oleh orang yang sudah membuktikan dan berhasil dalam hidupnya, kemapanan hidup dan cara pikir orang orang sukses pasti telah dia dapatkan dalam praktek kehidupan yang benar.

Maka perspektive kehidupan ini harus di gali dari konsep kebenaran sejatinya. Para pemikir mengingatkan kita untuk selalu mendakwahkan kebenaran dan kejujuran dalam diri kita. Dan gue percaya itu kewajiban gue mensyiarkan, minimal meredakan suasana. Benar jadinya tak adil jika kritikan tak mendasar dari orang lain gue diamkan sehingga mereka terbiasa dalam kebodohan cara berfikir dan menilai orang lain, sehingga gue bakal gagal bertanggung jawab mengingatkan dan menjelaskan kepada mereka.

Hidup adalah pilihan kawan, nakal dan kesilapan dalam hidup hanya bagian dari proses kita mencari kebenaran. Kita bukan malaikat yang membenarkan semua perkataan Tuhan, kita adalah manusia yang diberi kehendak bebas untuk menentukan jalan hidup, tugas kita adalah mengkaji pedoman dan tuntutan hidup dalam perspektive yang beragam. dimana didalamnya beragam nilai, ada nilai keimanan, ada nilai kelalaian atau godaan, ada hasutan juga kebencian dan banyak nilai lain dalam proses tersebut, namun sebagai makhluk yg berfikir kita di tugaskan dengan sungguh-sungguh untuk merefleksikan semua alur kehidupan tersebut kearah yang lebih  baik dan yang di sukaiNya.

Janganlah kita membiasakan menilai segala sesuatu dari sudut pandang negatif, karena sering kali pemikiran yang salah terus menerus akan membuat mata hati kita terbiasa dengan keburukan, berfikirlah sebaliknya, segalah proses kehidupan yang dilalui oleh kita, orang lain adalah proses mendewasakan dalam hidup. Sangat banyak gue melihat orang-orang di sekitar gue yang sering menilai orang lain secara negatif,  ada yang syirikan, ada yang pameran alias sok-sok kecakepan, ada yang suka komentar, ada yang suka mendeskripkan orang lain dengan cara yang ga masuk akal. 

Haii kawan... ada apa dengan kalian ini!, apakah kalian benar benar tidak ada kerjaan lain?

Prasangka dan praduga kalian terhadap cara hidup orang lain menjelaskan sangat bahwa kalian belum paham kedewasaan, kalian masih labil dan terjebak dalam hedonisme ikutan ikutan dalam berfikir ( followermedia ). Bayangkan betapa tidak adil jika ada PhotoShares seorang anak bergandengan tangan dengan bapaknya, lalu dalam capture comment kalian bilang si dia berjalan dengan om-om. Bayangkan dua orang cowo bernasis ria dalam sebuah foto lalu kalian comment dengan icon maho sebagai hujatan kepada mereka. Entah 2 cowo itu saudaraan, sahabatan atau sanak keluarganya. Bayangkan seorang gadis berhijab memegang sebotol minuman keras, lalu kalian komentari dengan cacian agama hanya sebagai tameng belaka, padahal kalian ga tau proses detailnya bisa jadikan si cewe memegang botol tersebut dengan awal mengambil dan niat membuangnya demi tujuan dakwahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun