Jangan disisakan nasi itu. Harus dimakan sampai habis. kalau makan, jangan buru-buru. Pelan-pelan saja, tuh sebagian nasi itu tertinggal, ada yang jatuh ke lantai. Kasian nasinya. Harusnya ia ikut bersama teman-temannya. Tapi karena kamu buru-buru memakannya, biji/butir nasi yang lain ketinggalan.
Kenapa dibiarkan? Kalau makan, jangan dibiarkan satu biji nasi tertinggal di piring atau jatuh ke lantai. Kamu tahu, kalau nasi itu tak di makan sampai habis, atau sebagian nasi itu tertinggal, nasi itu akan menangis.
Kata-kata itu terekam baik dalam ingatan. Saya percaya bahwa, makanan yang tak di makan sampai habis atau disisakan. Makanan itu akan menangis.
Mungkin terdengar aneh, “nasi menangis”. Kata-kata tersebut mirip kata-kata kiasan. Seperti. Kepala batu. Buah tangan. Buah bibir.
Walaupun seperti ada kemiripan kata "nasi menangis" saya tak temukan dalam kamus bentuk-bentuk kata kiasan. Barangkali “nasi menangis” digunakan sebagai kata atau bahasa perumpamaan yang di tujukan kepada sesuatu benda, sama halnya dengan manusia, yang apabila di perlakukan dengan buruk atau semena-mena. Ia pun akan menangis.
Kata tentang nasi menangis yang terdengar dari nenek sewaktu kecil itu memberi pelajaran berharga bagi saya. Kata-kata itu pun Membentuk karakter diri saya, hingga sekarang (dewasa).
Sehingga ketika makan, misalkan, saya selalu perhatikan nasi itu, saya takut kalau ada sebagian yang tertinggal di piring. Kalaupun ada yang tertinggal, saya pasti ambil dan memakannya, walaupun hanya sebiji nasi.
Hal yang sama juga saya lakukan pada makanan yang lain. Apapun makanan yang saya makan, saya perhatikan, agar tak jatuh atau tertinggal.
Pernah suatu ketika, ada teman melihat saya mengambil makanan snack (makanan ringan) yang jatuh ke lantai, lalu memakannya.
Teman saya menegur, "Kenapa mengambilnya, itu, kan, sudah kotor?"
Saya hanya menjawab singkat. "Kan, belum lima menit jatuhnya, hehe..".