Di Balik Toga Doktor Tia Muthia Umar, Ada Gagasan tentang Media yang Menyejukkan
Disertasi doktoralnya melahirkan konsep Wasathiyyah Journalism dan Wasathiyyah Media Economics.
Bandung -- Senyum lega terpancar dari wajah Tia Muthia Umar ketika sidang terbuka di Auditorium Gedung Dekanat Lantai 8 Universitas Islam Bandung (Unisba) usai digelar, Senin (22/9). Dengan mantap, ia mempertahankan disertasinya di hadapan para penguji, promotor, dan audiens yang memenuhi ruangan. Hari itu, ia resmi menyandang gelar doktor.
Namun bagi Tia, pencapaian akademik ini bukan sekadar tambahan gelar. Ia membawa gagasan yang lebih besar: bagaimana media Islam dapat menjadi ruang yang menyejukkan, menumbuhkan dialog, dan memperkuat kohesi kebangsaan.
Dari Televisi Muhammadiyah ke Konsep Moderasi
Disertasi Tia berjudul "Wacana Keagamaan di Televisi Muhammadiyah: Kajian Wacana Kritis Tindakan Komunikatif dalam Konteks Moderasi Beragama." Ia meneliti program Dialektika di TV Muhammadiyah (TVMu), sebuah kanal dakwah yang belakangan menempatkan diri sebagai ruang dialog publik.
Dengan pendekatan Analisis Wacana Kritis Teun A. van Dijk serta teori Tindakan Komunikatif Jrgen Habermas, Tia menemukan bahwa TVMu konsisten menghadirkan narasi keagamaan yang moderat, inklusif, serta selaras dengan nilai kebangsaan.
"Media Islam bisa hadir bukan untuk menajamkan perbedaan, tapi untuk menghadirkan ruang percakapan yang sehat. TVMu adalah contoh nyata bagaimana hal itu bisa dilakukan," kata Tia.
Dua Gagasan Baru: Wasathiyyah Journalism dan Wasathiyyah Media Economics
Tak berhenti pada analisis, Tia memperkenalkan dua konsep baru. Pertama, Wasathiyyah Journalism, yaitu jurnalisme yang berimbang, etis, dan menjunjung validitas wacana. Kedua, Wasathiyyah Media Economics, model ekonomi media yang menyeimbangkan kepentingan bisnis dengan misi sosial, berlandaskan etika dan tanggung jawab publik.
Dua konsep ini, menurutnya, penting di tengah lanskap media yang kerap dipersempit oleh kepentingan ekonomi dan polarisasi politik. "Keduanya bisa berjalan seiring. Media tetap bertahan secara ekonomi, tapi tidak kehilangan misi sosialnya," ujarnya.
Apresiasi dari Promotor
Promotor utama, Prof. Dr. Atie Rachmiatie, Dra., M.Si, menyebut penelitian Tia sebagai kontribusi nyata bagi pengembangan ilmu komunikasi sekaligus praktik media Islam yang sehat. "Disertasi ini membuka jalan bagi media untuk lebih inklusif, etis, dan mampu menghadirkan ruang publik yang mendorong toleransi," ujarnya.
Hal serupa ditegaskan oleh anggota promotor, Prof. Dr. Karim Suryadi, M.S dan Dr. Kiki Zakiah, Dra., M.Si, yang menilai riset ini sejalan dengan agenda kebangsaan dalam mengarusutamakan moderasi beragama.
Perjalanan Akademik dan Harapan
Tia bukan orang baru dalam dunia komunikasi publik. Sejak lama ia menaruh perhatian pada isu keagamaan, media, dan kebangsaan. Disertasinya mencerminkan keyakinan bahwa media Islam seharusnya tampil dengan wajah inklusif dan rasional, menjembatani keberagaman masyarakat.
Kini, dengan gelar doktor yang baru diraihnya, Tia berharap hasil penelitiannya bisa bermanfaat lebih luas, tak hanya bagi dunia akademik. "Saya ingin media Islam tidak hanya jadi penyampai pesan, tetapi juga rumah moderasi yang menguatkan bangsa," tuturnya.
Sidang terbuka itu pun berakhir dengan tepuk tangan panjang. Di balik toga dan gelar barunya, Tia Muthia Umar meninggalkan pesan yang jauh lebih besar: bahwa ilmu komunikasi bisa menjadi jalan menghadirkan kedamaian dan keberagaman dalam ruang publik. Seperti yang pernah dikatakan Gus Dur, "Tidak penting apa agamamu atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak akan pernah tanya apa agamamu."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI