Bahaya Potensi Tumpang Tindih Kewenangan
1. Dualisme Pengadilan
Isu utama yang muncul pasca wacana ini adalah tumpang tindih kewenangan (overlapping jurisdiction). Saat ini, perkara kepailitan dan PKPU atas entitas syariah tetap diajukan ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri, walaupun secara substansi adalah perkara syariah. Di sisi lain, Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 menyatakan bahwa sengketa ekonomi syariah adalah wilayah peradilan agama. Namun, penegakan putusan pailit masih menginduk kepada pengadilan niaga, mengikuti sistem peradilan umum.
2. Dualisme Regulasi
Regulasi yang tersedia sendiri menimbulkan "contradiction in terminis". Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) menyebut putusan taflis (pailit syariah) di bawah ranah peradilan agama, sementara UU Kepailitan mengatur sebaliknya. Dalam praktiknya, sering terjadi "forum shopping", di mana pihak-pihak memilih jalur pengadilan mana yang lebih menguntungkan.
3. Ketidakpastian Hukum
Tumpang tindih ini menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pelaku industri syariah. Tidak ada jaminan konsistensi putusan, bahkan disparitas keputusan antara pengadilan agama dan pengadilan niaga sangat rentan terjadi. Pada akhirnya, korban terbesar adalah para pelaku usaha, investor, dan nasabah di industri syariah.
Adi Prihasmoro melakukan penelitian ini saat menempuh program doktoral di UIN Syarif Hidayatullah dengan judul “Dualisme Kewenangan Peradilan dalam Kebangkrutan Ekonomi Syariah (Urgensi Penetapan Status al-Taflis sebagai Kewenangan Pengadilan Agama)” adalah judul disertasi penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengadilan agama seharusnya memiliki kewenangan atas semua masalah yang berkaitan dengan ekonomi Islam, termasuk kasus kebangkrutan Islam (al-Taflis). Namun, dalam praktiknya, Pengadilan Agama dan Pengadilan Niaga tetap memiliki kewenangan yang berbeda. Agar kasus kebangkrutan ekonomi syariah dapat dibawa ke Pengadilan Agama untuk diselesaikan, Undang - Undang nya harus diharmonisasikan.
Hal yang berkaitan dengan konteks tersebut juga di sampaikan oleh seorang mahasiswa Fakultas Syariah & Hukum, yang memberikan opininya bahwa "Pengadilan Niaga Syariah seharusnya di bawah naungan Peradilan Agama, karena memang ranahnya Hakim di peradilan Agama. Hal ini sama dengan Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. jadi nanti Pengadilan Niaga Syariah berada di Pengadilan Agama Jakarta Pusat. tidak perlu membuka institusi sendiri, karena takut nantinya akan banyak tumpang tindih kewenangan. serta, nantinya perlu adanya revisi UU Peradilan Agama, untuk mengatur kewenangan Pengadilan Niaga Syariah tersebut." ujar Tasya, Mahasiswa UIN Surakarta.
Solusi dan Rekomendasi
1. Sinkronisasi Peraturan