Mohon tunggu...
Achnes Choirun
Achnes Choirun Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Nature

Indonesia Darurat Sampah

29 Agustus 2018   21:22 Diperbarui: 29 Agustus 2018   21:34 801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berdasarkan data di atas, Indonesia menempati peringkat kedua penyumbang sampah plastik terbesar di dunia setelah Cina. Mengingat bahwa penanganan sampah plastik di Indonesia yang belum maksimal dan ketidak pahaman masyarakat akan pentingnya menjaga alam, membuat Indonesia berada dalam keadaan darurat sampah.

Semakin tingginya tingkat pertumbahan penduduk di Indonesia menimbulkan masalah baru yang cukup rumit. Seiring dengan banyaknya penduduk yang dimiliki Indonesia, semakin banyak pula sampah yang dihasilkan. Diperlukan suatu simbiosis mutualisme antara pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi masalah ini. Pemahaman masyarakat akan pentingnya memilah sampah dan mendaur ulang sampah sangat dibutuhkan. Peran pemerintah untuk selalu melakukan inovasi tentang teknik daur ulang sampah juga sangat membantu dalam mengurangi sampah. Jika dari salah satu pihak mengesampingkan masalah ini, dikhawatirkan akan terjadi pembludakkan timbunan sampah yang nantinya akan semakin sulit untuk diatasi. Sampah hasil rumah tangga haruslah dipilah berdasarkan jenisnya (organik atau anorganik). Hal ini dapat memudahkan dalam proses daur-ulangnya. Jika masalah sampah ini sering diabaikan, maka akan terjadi ketidak seimbangan pada ekosistem lingkungan sekitar. Contoh kecilnya adalah air bekas cucian. Air tersebut tentunya sudah tercampur dengan bahan-bahan kimia. Jika air ini dibuang terus menerus tanpa ada proses netralisasi, maka akan ada suatu penumpukan zat kimia di sumber air (seperti air di sungai) dan menyebabkan kekurangan oksigen pada ekosistem bawah air. Kehidupan di bawah air pun akan terganggu.

Selain sampah, limbah yang dihasilkan dari proses perindustrian juga turut andil di sini. Semakin banyak perindustrian di Indonesia, tentunya akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan. Namun, disisi lain limbah yang dihasilkan dari sisa proses industri harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang. Masalahnya, kebanyakan industri langsung membuang limbahnya ke sungai tanpa diolah terlebih dahulu. Padahal kandungan berbagai bahan kimia yang ada pada limbah tersebut akan dengan mudah bereaksi dengan sistem biologis yang ada di alam. Dari hasil reaksi ini akan menimbulkan suatu senyawa yang beracun. Selain itu, pembuangan limbah yang sembarangan dapat mengganggu pH air dan penurunan kadar oksigen di air. Contohnya, jika suatu limbah mengandung ion Magnessium (Mg) yang dibuang sembarangan di sungai. Ion ini akan bereaksi dengan sistem biologis di sungai dan akan membentuk senyawa yang bersifat korosi. Contoh lainnya yaitu logam timbal (Pb). Pb akan berubah menjadi ion Pb^2+ di dalam air. Jika ion timbal bereaksi dengan sistem biologis di sungai maka akan menjadi senyawa yang sangat berbahaya. Pada akhirnya kesehatan sungailah yang terganggu. Ikan dan tumbuhan yang hidup di area air tersebut juga mengandung logam berat yang sangat berbahaya jika dikonsumsi. Akhirnya masyarakat juga yang akan merasakan akibatnya. Jika kita memakan ikan yang mengandung logam berat (contohnya Pb), maka kandungan logam tersebut akan masuk pula ke dalam tubuh kita dan bisa membahayakan kesehatan tubuh.  

Sebenarnya pemerintah telah mengatur pembuangan limbah industri dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pelaku pembuangan limbah dapat dikenakan sanksi berupa denda bahkan hukuman pidana. Namun dengan cara ini belum bisa membuat masyarakat dan oknum tertentu menjadi jera. Mungkin pemerintah bisa mencontoh negara Swedia. Negara ini telah sukses mengatasi masalah sampah. Bahkan negara ini sampai mengimpor sampah dari negara lain. Swedia mengubah sampah menjadi energi panas yang bisa digunakan untuk menggerakkan turbin sehingga dapat menghasilkan listrik. Tidak hanya itu, Swedia juga menerapkan sistem pencegahan (dengan cara reduce) dan daur ulang. Untuk masalah sampah akibat produk dari suatu pabrik, Swedia menggunakan undang-undang yang mengharuskan produsen untuk bertanggungjawab dengan sampah yang dihasilkan oleh produk mereka. Para produsen wajib membayar segala tindakan pengumpulan sampah dari produk mereka (seperti botol) untuk di daur ulang.

Selain berbagai cara yang telah dilakukan Pemerintahan Swedia, ada beberapa cara yang telah dilakukan Pemerintah Indonesia. Contohnya, tindakan yang dilakukan Pemerintah Kota Malang, Jawa Timur. Pemerintah Kota Malang mengelola sampah plastik menjadi biji plastik dan kemudian diekspor ke negara-negara di Eropa, salah satunya Belanda. Dengan didaur ulangnya sampah, selain mengurangi populasi sampah yang semakin menumpuk, juga dapat menambah finansial negara. Mengingat bahwa harga biji plastik yang ditawarkan cukup tinggi.

Pemerintah harus tegas dalam memberikan sanksi kepada oknum-oknum yang membuang limbah atau sampah sembarangan. Limbah pabrik haruslah dinetralisasi dahulu sebelum dibuang (seperti pemasangan cotrell di cerobong asap pabrik, penambahan zat kimia pada limbah sebelum dibuang agar limbah tersebut menjadi tidak berbahaya lagi, dan lainnya). Berdasarkan data dari berbagai Dinas Kebersihan seperti di Jakarta, Bandung dan lain-lain tempat, terdapat beberapa MOU yang telah ditandatangani oleh Pemda sedjak awal tahun 2000 dengan pihak swasta seperti pembuatan ethyl alkohol dengan teknologi pirolisa dan bio-oxidation, pembuatan kompos, pembuatan pupuk cair dan pupuk padat dengan teknologi fermentasi, konversi sampah menjadi enersi. Namun karena beberapa hambatan, program-program tersebut belum terrealisasi.

Tindakan Pemerintah Indonesia dalam mendaur ulang sampah sudah sangat bagus. Namun, tindakan tersebut baru diterapkan oleh beberapa daerah (belum menyeluruh). Pemahaman masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan pun masih perlu ditingkatkan lagi. Itu mangapa? Karena selain peran dari pemerintah, peran masyarakat juga sangatlah penting. Percuma saja jika pemerintah telah melakukan berbagai usaha untuk mengurangi volume sampah, tetapi masyarakat tetap saja tidak melakukan tindakan yang bijak untuk mendukung pemerintah. Dalam masalah ini, simbiosis mutualisme antara pemerintah dan masyarakat sangatlah dibutuhkan. Sayangi lingkungan sebelum lingkungan membenci kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun