Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis

Dosen. Redaktur CakNun[dot]com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Orang Kecil dan Orang Besar

19 Juni 2016   01:53 Diperbarui: 19 Juni 2016   10:46 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orang Besar | Sumber: https://i.ytimg.com/vi/sifW_sR_Xus/maxresdefault.jpg

Malam sudah larut. Pukul dua belas malam telah lewat beberapa menit. Obrolan kami malam itu belum ada tanda segera berakhir. Teman diskusi saya kali ini adalah manusia istimewa yang tengah berjuang memelihara harkat kemanusiaannya. Saya katakan istimewa karena mereka bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa. Tidak penting mereka tukang sapu atau tukang ambil sampah atau apapun jenis pekerjaannya. Nyatanya, manusia akan terus berjuang menjadi manusia.

Lek Bogang salah satunya. Tidak ada hujan tidak ada angin, malam itu, Lek Bogang mengagetkan saya. Kalimat yang muncul dari mantan pemabuk berat itu bagai butiran hikmah kaum sufi.

“Tiga tahun lalu, saya merasa ketiban malam lailatul qadar,” ungkapnya. Saya kaget dan tidak mudheng apa maksudnya.

Sampean dapat lailatul qadar?”

“Apa tidak boleh orang bejat, mendeman, tukang mabuk mendapat anugerah lailatul qadar?” Lek Bogang balik bertanya.

“Siapa sanggup menghalangi turunnya kehendak Tuhan pada diri seseorang, sehingga ia mendadak sadar dari perbuatannya yang konyol selama ini?”

“Nah, saya mengalaminya sendiri hal itu,” tutur Lek Bogang. “Entah mengapa tiba-tiba saya muak dengan kebiasaan mendem yang saya jalani selama bertahun-tahun.”

“Bagaimana perasaan muak itu tiba-tiba bisa datang?”

“Saya memakai logika sederhana. Kebiasaan mabuk minuman keras tidak membawa manfaat apapun. Hidup saya hanya begini-begini saja.”

“Cukup dengan logika sederhana seperti itu?”

“Hanya itu. Saya berhenti total. Kebetulan waktu itu bulan Ramadhan. Saya kok merasa yakin sedang mendapat anugerah lailatul qadar. Mosok Tuhan pilih kasih?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun