Ada guyonan yang serius di kalangan santri pondok pesantren. Ini gara-gara seruan Mas Menteri Pendidikan. Guyonan itu beredar di grup Whatsapp.
Pak Nadiem: "Guru harus membuka ruang diskusi."
Arek Pondok: "Oalah syawir ta."
Pak Nadiem: "Guru harus memberi kesempatan murid untuk mengajar."
Arek Pondok: "Oalah khidmah jadi Ustadz."
Pak Nadiem: "Guru harus mengajak murid bakti sosial."
Arek Pondok: "Oalah iku ro'an, Pak. Di pondok semua itu sudah biasa."
Ini serius. Atau kita anggap guyonan khas santri juga monggo. Rileks saja. Faktanya, apa yang diserukan Mas Menteri Pendidikan bukan "barang" baru di pesantren.
Kalau sekarang sekolah formal ramai membuat program boarding school, para santri belajar di pesantren 24 jam penuh. Berinteraksi dengan Pak Kyai dan Ibu Kyai setiap saat. Bersosialisasi dengan santri lainnya yang datang dari pelbagai latar belakang budaya, pendidikan, adat istiadat.
Mereka tidak hanya belajar ilmu agama. Disiplin, komitmen, loyalitas, serta sejumlah sikap positif lainnya diajarkan tidak sebagai teori kognitif. Perilaku yang dipandu oleh nilai-nilai moralitas menjadi program keseharian santri selama tinggal di pesantren.
Bagaimana dengan proses belajar? Kemampuan syawir (mendiskusikan bab tertentu pada kajian kitab), khidmah (mengabdi di pesantren sebagai guru), ro'an (piket dan kerja bakti ala pesantren), semuanya diasah melalui kegiatan belajar.
Sayangnya, kita kadang berlebihan, misalnya, saat menyikapi gagasan Mas Menteri Pendidikan. Video sambutan Hari Guru Nasional yang viral mengindikasikan betapa kita sedang merindukan perubahan mendasar.
Iklim belajar di dalam kelas yang "itu-itu" saja, standarisasi hasil belajar yang membelenggu, guru yang "klenger" menyelesaikan tugas administrasi, penghapusan Ujian Nasional yang selalu tinggal janji, program literasi yang angin-anginan, serta seabrek problematika pendidikan yang kian ruwet--menindih kita. Ibaratnya, pendidikan kita mati suri di tengah lumbung persoalan yang kita ciptakan sendiri.
Dan Menteri Pendidikan yang baru dilantik, selalu menjanjikan angin perubahan. Serasa membius akal sehat yang berteriak-teriak menagih perubahan.
Masih lekat di ingatan kita zaman Menteri Pendidikan Anis Baswedan yang blokosuto menyatakan rendahnya kualitas pendidikan nasional. Tidak tanggung-tanggung, Anis menyatakan Indonesia mengalami Gawat Darurat Pendidikan.
Anis menerbitkan optimisme publik. Pendidikan menjadi gerakan bersama yang melibatkan masyarakat dan orangtua. Gerakan Mengantarkan Anak Sekolah pada tahun pelajaran baru disambut antusias.