Dahulu, buah Mengkudu (Morinda citrifolia) dibiarkan jatuh ke tanah bahkan sampai membusuk. Belum ada yang tahu manfaatnya. Sekarang, buah Pace, nama lain dari Mengkudu dicari orang. Sejumlah manfaat buah Mengkudu menjadi solusi bagi pengobatan alternatif.
Sebagai makhluk yang memiliki keterbatasan manusia belum sanggup menemukan, mengolah, memanfaatkan setiap benda di sekitarnya. Benda-benda itu lantas dibuang. Jadilah ia sampah.Â
Konsep daur ulang sebagai salah satu solusi mengatasi sampah belum menjadi kesadaran komunal. Daur ulang sampah masih diterapkan pada lingkungan yang terbatas, seperti komunitas peduli lingkungan, tapi belum menjadi gerakan apalagi kesadaran sosial.Â
Itu pun kesadaran daur ulang masih memperlakukan sampah sebagai sampah. Artinya, eksistensi sampah tetap diakui sehingga ia perlu didaur ulang. Ajakan "Buanglah Sampah pada Tempatnya!" juga perlu ditinjau ulang karena ia masih "sampah-oriented".Â
Kata "buang" dan "sampah" adalah dua pasangan yang tak terpisahkan. Begitu ada kata "buang", yang tergambar adalah sampah. Begitu menjumpai "sampah" tidak ada solusi lain kecuali (harus) membuangnya.Â
Orang yang terbuang dan disisihkan namanya sampah masyarakat. Pantas saja Tempat Pembuangan Akhir (TPA) lama-lama menjadi gunung sampah.Â
Bagaimana seandainya kita membebaskan mindset kita dari konsep sampah? Mindset yang bebas sampah akan meletakkan barang tidak terpakai pada tempatnya. Dia tidak akan membuangnya karena barang-barang itu bisa didaur ulang.Â
Alhasil, persoalan sampah adalah persoalan mindset berpikir. Dimulai dari skala individual lalu terakumulasi menjadi perilaku komunal.Â
Tantangannya adalah bagaimana menggeser cara berpikir individual hingga sosial sehingga sampah bukan lagi sampah.Â
Tidak mudah memang. Orang-orang pasti bertanya-tanya saat di pinggir kali membaca tulisan: Letakkan Barang Bekas pada Tempatnya! []
Jagalan 041019