Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Setelah Ramadhan, Mari Jalani Puasa Sepanjang Usia

6 Juni 2019   05:18 Diperbarui: 6 Juni 2019   12:07 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia adalah makhluk kemungkinan. Perilakunya mungkin baik mungkin jelek. Mungkin benar mungkin salah. Mungkin indah mungkin buruk. Harapan itu dinyatakan dengan redaksional semoga, mudah-mudahan. La'allakum tattaquun. Dengan laku puasa semoga dan mudah-mudahan manusia menjadi bertakwa. Dinamika dan dialektika antara dua kutub itu bagi manusia adalah keniscayaan.

Rumusnya, kepada seseorang yang dianggap paling jelek, paling jahat, paling berandal, temukan sisi kemanusiaan yang paling bijaksana. Kepada seseorang yang ditimpa bergunung-gunung kesalahan, temukan sudut kebenaran yang paling indah. Atau sebenar apapun manusia menyatakan dirinya sebagai pihak paling benar, ia pasti memiliki kesalahan. 

Dinamika dan dialektika kebijaksanaan memahami manusia sebagai makhluk kemungkinan kini mengalami bias dan berganti menjadi klaim sepihak. Manusia menerabas pakem takdir dan kadar dirinya agar berubah menjadi makhluk kepastian. Keseimbangan hidup bebrayan jadi oleng.

Setiap hari kita mendengar teriakan:

"Aku benar, kamu pasti salah."

"Yang tidak segolongan dengan kami adalah lawan!"

"Bersahabat dengan Hitam otomatis menjadi lawan Putih."

Serta sejuta silang sengkarut persoalan literasi agama, politik, budaya, pendidikan, ekonomi yang picik dan sempit, akibat meniscayakan relativitas yang sebenarnya berada dalam "maqam" kemungkinan.

Kita terseok-seok memahami kadar dan takdir kita sendiri. Dan pada konteks ini klaim kembali ke fitrah terasa lucu dan naif.

Tidak apa-apa. Nyantai saja. Gagal adalah makanan kita sehari-hari. Mari kita tutupi kegagalan itu dengan berpesta di Hari Kemenangan yang mulia ini.[]

Jagalan, 5 Juni 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun