Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Gagap Melukis Gagasan dan Serbuan Digitalisasi Audio Visual

14 Oktober 2016   07:57 Diperbarui: 14 Oktober 2016   16:57 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: http://news.okezone.com/

Simbol dan artikulasi secara lisan belum dikuasai benar, para tukang produksi tayangan diberi kemudahan oleh dunia digital tanpa diimbangi oleh kepiawaian merumuskan simbol-simbol audio visual secara mumpuni. Alhasil, kita dibajiiri tayangan-tayangan pragmatis yang berusia sangat singkat karena tidak memiliki sayap universal untuk terbang menjangkau perjalanan ruang dan waktu lebih luas dan lama.

Sinau bareng di Rumah Maiyah itu mengerucut dalam sikap bersama bahwa berpikir secara mendasar lalu menuangkannya menjadi tulisan adalah fardlu ain alias wajib kuadrat, terutama bagi anak-anak penghuni masa depan, sebelum mereka benar-benar dilibas oleh digitalisasi audio visual.

Memang itulah tantangan nyata sekolah di negeri ini. Bukan hanya tantangan bagi siswa SMK yang selama ini merasa cukup dibekali kemampuan teknis fisik. Bukan hanya tantangan bagi siswa SMA yang tenggelam dalam teori dan rumus-rumus mata pelajaran. Bukan hanya tantangan bagi siswa sekolah dasar yang sejak dini sudah dilatih habis-habisan berpikir secara linier. Semua itu adalah tantangan kita semua yang peduli terhadap semakin sedikitnya sisa ruang kemanusiaan di hati para siswa itu.

Mas Harianto menekankan, kemampuan teknis merupakan alat untuk menyampaikan ide, gagasan, pesan. Kemampuan tersebut bisa dipelajari secara otodidak, misalnya melalui berbagai tutorial. Namun, kemampuan merumuskan gagasan dan konsep sebuah produk (audio visual) harus dilatih sendiri, tidak mengandalkan sekolah, mengingat ilmu dan kearifan menjalani hidup tidak sepenuhnya dijumpai di bangku-bangku sekolah.  

Maka, sukses sebuah produk atau hasil karya terutama bukan ditentukan oleh seberapa banyak keuntungan materi yang berhasil diraup, melainkan terletak pada semakin meluas dan mendalam cinta kasih pengabdian kita pada sesama.

Diam-diam saya bergumam, “Ayo kawan, tulis gagasan di kepala walaupun cukup remeh dan sederhana. Bahkan Tuhan pun tidak malu menciptakan seekor semut atau binatang yang lebih kecil lagi." []

Jagalan, dinihari 141016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun